Surabaya NewsWeek- Setelah kalah banding dengan PT Maspion di
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jawa Timur. Pemerintah Kota ( Pemkot )
Surabaya akan mengambil langkah hukum, untuk mempertahankan aset pemkot di Jalan Pemuda 17, yang nantinya, akan
digunakan untuk alun-alun Suroboyo.
Maria Theresia Ekawati
Rahayu, Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya memastikan,
akan terus menempuh langkah hukum, untuk menyelamatkan aset Jalan Pemuda 17
itu. Namun ia mengaku, akan terus berkoordinasi dengan pihak pengacara Pemkot
Surabaya dan pengacara negara atau kejaksaan.
“Selanjutnya, pasti
pemkot ambil langkah hukum. Nanti kami akan berkoordinasi dulu dengan pengacara
pemkot dan pengecara negara yang dalam hal ini pihak kejaksaan,” paparnya.
Maria Theresia Ekawati
Rahayu menjelaskan, asal muasal sengketa tanah itu. Pada tahun 1994, persil
seluas 3.713 meter persegi di Jalan Pemuda itu menjadi aset Pemkot Surabaya.
Kemudian, pada 16 Januari 1996, Pemkot Surabaya dan PT Maspion melakukan perjanjian
penyerahan penggunaan tanah dalam bentuk HGB (Hak Guna Bangunan) di atas HPL
(Hak Pengelolaan Lahan ) selama 20 tahun.
“Setelah
ditandatangani perjanjian penyerahan penggunaan tanah itu, lalu pemkot
menerbitkan sertifikat HGB no.612/Kelurahan Embong Kaliasin atas nama PT
Maspion seluas 2.115,5 meter persegi. Sertifikat HGB ini, berlaku hingga
tanggal 15 Januari 2016, sehingga satu tugas pemkot sudah selesai di sini,”
tandasnya.
Selanjutnya, pada 19
November 1997, Pemkot Surabaya memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) berupa
kantor kepada PT Maspion. Hal itu tertuang dalam surat bernomor
118/569-95/402.05.09/1997.
“Jadi, tugas pemkot
saya kira sudah selesai dengan memberikan sertifikat HGB dan IMB, sehingga
lahan itu bisa langsung digunakan oleh Maspion. Tapi ternyata sampai sekarang
belum dimanfaatkan maksimal. Perlu diingat juga bahwa, IMB nya itu untuk
kantor, bukan yang lain,” ungkapnya.
Dengan berjalannya
waktu, ternyata persil itu belum dimanfaatkan maksimal oleh PT Maspion.
Sebaliknya, PT Maspion malah mengajukan permohonan perpanjangan HGB di atas HPL
pada 29 September 2015 dan disusul surat tanggal 7 Januari 2016 yang memohon
percepatan HGB di atas HPL.
“Karena selama ini
kurang dimanfaatkan dengan maksimal dan waktu perjanjiannya sudah habis, maka
pada tanggal 15 Januari 2016, Pemkot Surabaya memberitahukan kepada Maspion
bahwa waktu perjanjiannya sudah berakhir,” ucapnya..
Menurut Yayuk, setelah
berakhirnya perjanjian itu, Pemkot Surabaya sudah berkali-kali bersurat kepada
PT Maspion yang menjelaskan bahwa, persil itu akan digunakan sebagai alun-alun
Kota Surabaya dan akan dipakai sendiri untuk kepentingan masyarakat luas.
Bahkan, Pemkot Surabaya pun sudah pernah mengeluarkan peringatan 1, 2 dan 3.
“Semua proses ini
sudah diatur dalam PP 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
dan Hak Pakai atas Tanah. Pada pasal 35 dan 36 dijelaskan bahwa HGB itu
berakhir sebagaimana perjanjian, dan setelah berakhir maka tanahnya dikuasai
kembali oleh pemegang HPL. Jadi, pemkot hanya ingin mengambil haknya kembali,
masak itu salah?” ujarnya.
Setelah berbagai
proses ini, persoalan persil ini berlanjut di pengadilan negeri dan di PTUN.
Bahkan, di PTUN Surabaya Pemkot Surabaya menang. Namun, di PTUN Jatim pemkot
kalah. Oleh karena itu, Yayuk memastikan bahwa, semua proses yang dilakukan
oleh Pemkot Surabaya, sudah sesuai aturan dan tidak pernah memberikan harapan
palsu kepada PT Maspion.