SURABAYA - Sidang pembacaan
tuntutan terhadap Tjandra Sanjaya, pemilik toko obat Ban Tjie Tong sekaligus
terdakwa peredaran obat ilegal tertunda cukup lama. Sidang kasus ini terakhir
kali digelar pada 13 Pebruari 2019 lalu dengan agenda pemeriksaan
terdakwa.
Menyikapi
kejadian tersebut, Pujo Saksono, hakim Pengadilan Negeri (PN)
Surabaya yang memimpin sidang perkara itu pun berang sebab penundaan ini
dirasakan cukup lama. "Wah, itu kesalahan jaksanya, kenapa dia terus
menunda-nunda,? Saya juga sudah jengkel. Itu namanya kurang bertanggung jawab,
" ucap Pujo saat dikonfirmasi. Selasa (2/4/2019).
Menjawab
penundaan itu, Mohamad Nizar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada kasus ini
mengatakan bahwa penundaan dilakukan berdasarkan permintaan dari penasehat
hukum terdakwa. Karena terdakwa belum siap. "Ya, nanti akan saya
konsultasikan dengan Yafet, penasehat hukum terdakwa, sebab dia yang meminta
penundaan. Saya juga sudah risih terus-terusan ditegur," jawab Nizar di PN
Surabaya.
Diketahui,
terdakwa Tjandra Sanjaya diamankan pada 18 April 2018 sekitar jam 12.00 WIB
dari Toko Obat Ban Tjie Tong Jalan Jagalan No. 16 Surabaya akibat dengan
sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang tidak memiliki izin edar Ginseng Kian Pi Pill, Keong, Janghik Cegek gambar
tulip ungu, Salep Budha, Chong Cou Hou Zho Cugh Pill, Snake it Pill, Seven
Leave Ginsneg, Jianbu Hugian Wan, Renshen Huo Lou Dan, Jiang Chen Yi Suan Wan
gambar bunga, Jiang Chen Yi Suan Wan, Mei Li An Chang Wan, Wepon, Ching Chaw
Tan, Dihon, Lin Che Tan, Tu Tjong Ling Ce Tang, "999", Pee Pa Wan, Yong
Yak 10, Tong Mai Dan, Pi Kang Shuang, Sea Coconut Brand, Yu Ciang Tang,
Compound Danshen Dripping Pills, Fatloss Jimpness Beauty, Samyun Wan, Greenco
Slim, Vita Albumin, Mediabetea, Fujiyama, Cik Yen Kao SMIC, Serbuk tanpa label,
Kapsul Tokek.
Hasil
uji laboratorium Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Surabaya
dinyatakan bahwa obat-obatan tersebut mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) yang
apabila dikonsumsi akan sangat berbahaya bagi kesehatan.
Atas
perbuatannya, Tjandra Sanjaya dijerat Jaksa Mohamad Nizar dengan pidana
dalam Pasal 197 jo pasal 106 ayat (1) Undang undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, yang berbunyi bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi
atau mengedarkan sediaa farmasi dan alat kesehatan yang tidak memikiki izin
edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Sebelumnya
penundaan tersebut sempat di soal Humas Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Sigit
Sutriono. Menurut Sigit, pengadilan dapat mengambil sikap kalau penuntut umum
berbuat seperti itu. Sebab sikap seperti itu sudah mengganggu dan menjadi beban
pihak pengadilan.
"Persoalan
ini akan kita koordinasikan dengan ketua majelis hakim yang menyidangkan
kasusnya, " ucap Humas PN Surabaya, Sigit Sutriono saat ditemui di
ruanganya, pada Senin (18/3/2019) lalu.
Masih
kata Sigit, memang didalam KUHAP tidak dibatasi adanya penundaan-penundaan
seperti itu, juga tidak ada batasan toleransi waktu yang dapat diberikan oleh
pihak pengadilan jika mengalami kejadian seperti itu. Namun Sigit tetap
mempertanyakan kenapa JPU bersikap seperti itu.
"Penundaan
seperti itu sudah menyalahi prinsip-prinsil persidangan cepat yang sudah
dicanangkan pemerintah. Apa alasan jaksa menunda seperti itu? Ada apa,? Kok
kesannya tidak profesional sama sekali," kata Sigit. (Ban)