SURABAYA - Sidang lanjutan
praperadilan kasus penetapan tersangka pasal 263 ayat (2) KUHP oleh Subdit
Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Jatim terhadap Asifa alias Hj Sutjiati
alias Asipa, memasuki tahap kesimpulan.
Pengacara
Asipa, Hidayat, dalam kesimpulannya menegaskan pada intinya Asipa tidak dapat
dijakan sebagai tersangka. Berkas kesimpulan tidak dibacakan, melainkan
langsung diserahkan kepada hakim tunggal Jan Manopo. Begitu pula dari pihak
termohon, yakni Polda Jatim yang langsung menyerahkan berkas kesimpulan kepada
hakim.
Melalui
percakapan WhatsApp seusai sidang, Hidayat menyebut penetapan tersangka
terhadap Asipa tidak dapat didasari dengan bukti foto copy. "Apalagi
bukti kwitansi yang diduga palsu tersebut tidak dijadikan dan tidak dilampirkan
dalam BAP, serta tidak masuk dalam daftar bukti Termohon," kata Hidayat
via WA. Jum'at (8/3/2019).
Selain
itu Hidayat juga menyampaikan bahwa sidang praperadilan terhadap nenek Asipa
akan dilanjutkan pada Senin tanggal 11 Maret 2019 dengan agenda pembacaan
putusan atas permohonan praperadilan.
Sementara
itu Yafety Waruwu, selaku kuasa hukum pelapor menyatakan bahwa dirinya tidak
bisa memberikan pendapatnya terkait kesimpulan dalam persidangan kali ini. "Maaf,
saya tidak bisa memberikan kesimpulan, itu kewenangan Bidkum Polda Jatim,"
kata Yafety di Pengadilan Negeri Surabaya.
Sedangkan
sebelumnya, Prof. Dr. Sardjijono SH. M.Hum, guru Besar Ilmu Hukum Universitas
Bhayangkara yang dihadirkan tim penasehat hukum pemohon praperadilan Asifa pada
hari Rabu (6/3/2019) menyatakan secara gamblang bahwa seseorang tidak bisa
ditetapkan sebagai tersangka hanya berdasarkan fotocopy atau bukti surat berupa
fotocopy hasil labfor yang dilegalisir dan tanpa ada aslinya,
"Dalam
Putusan MA Nomor 112 tahun 1998 tanggal 17 September 1998, dalam amar
putusannya menegaskan bahwa fotocopy surat tanpa disertai dokumen aslinya dan
tanpa dikuatkan keterangan saksi dan alat bukti lainnya, tidak dapat digunakan
sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan di pengadilan," kata
Ahli.
Tidak
itu saja, ahli juga menyebut bahwa penerapan pasal 263 ayat (2) KUHP yang
dijadikan acuan untuk menjadikan Asifa sebagai tersangka harus saling berkaitan
dengan pasal 263 ayat (1) KUHP.
"Jika
penyidik menjerat seseorang dengan pasal 263 ayat (2), penyidik juga harus bisa
membuktikan adanya tersangka lain yang melanggar pasal 263 ayat (1). Adalah hal
yang janggal jika penyidik bisa menjerat seseorang sebagai tersangka dugaan
tindak pidana menggunakan surat palsu, namun penyidik tidak bisa menemukan
siapa yang menjadi tersangka atau pelaku pembuat surat palsu, sebagaimana
diatur dalam pasal 263 ayat (1) KUHP." kata ahli lagi. (Ban)