Surabaya NewsWeek- Industri
tembakau di Tanah Air punya potensi luar biasa bukan saja menyerap banyak
tenaga kerja, tapi juga menyumbangkan pendapatan besar untuk negara.
Politisi Partai NasDem Charles Meikyansah, karenanya menyerukan, agar
pemerintah memberi kesempatan para petani bisa menanam dengan lebih baik lagi
dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Riset untuk ini, khususnya di wilayah Jawa
Timur yang cocok sebagai daerah penanaman tembakau, harus dikembangkan. Agar
nantinya produk tembakau lokal bisa berjaya lagi.
Charles juga mengakui
industri ini menyerap tenaga kerja yang sangat besar, mulai dari petani
tembakau, buruh tembakau, pedagang dan tentunya kalangan pengusaha.
"Industri ini
melibatkan sangat banyak orang, saya mendengar keluhan para pengusaha tembakau
bahwa impor tembakau sangat besar dari sisi jumlah. Ini lah yang saya kira
perlu dibicarakan seluruh pemangku kepentingan, bagaimana impor tembakau bukan
disetop sama sekali, tetapi secara bertahap diturunkan," ujarnya, Kamis
(28/3/2019).
Ia mencontohkan,
Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Pertanian, dan juga
Kementerian Riset dan Teknologi juga terlibat. Karena selama ini petani
tembakau kita sangat tergantung cuaca.
Jika dilihat kontur
tanah, misalnya di Madura dan wilayah Jawa Timur lainnya, sangat cocok untuk
menanam tembakau. Namun jika cuaca hujan terus menerus misalnya, maka tanaman
tembakau bisa menurun kualitasnya atau rusak.
"Kalau riset
pertanian serius, bisa saja kita punya tembakau yang bagus dan tahan cuaca,
daya saing dengan tembakau impor jadi tinggi," jelasnya.
Namun, Charles tidak
menutup mata dari desakan produksi rokok dalam negeri harus diturunkan karena
masalah kesehatan. "Iya sebenarnya kan lucu juga, industri tembakau
diminta turun terus, tetapi penghasilan dari cukai tembakau adalah salah satu
yang terbesar, jadi kalau (produksi) turun, harus ada (pemasukan negara) yang
lebih baik lagi, dan petani juga sejahtera," tuturnya.
Oleh karena itu,
lanjutnya, Indonesia harus menjaga kualitas tembakau agar sebuan asing atas
bisnis tersebut bisa diatasi. Petani dan pengusaha lokal juga harus
meningkatkan produksi sehingga terjaga kualitasnya tidak kalah dengan kualitas
impor dari asing.
"Indonesia ini
punya pengalaman, tinggal sekarang pemerintah serius memproteksi itu. Sehingga
simbioismutualisme karena ini menjadi salah satu devisa harus juga dilindungi
pemerintah," katanya.
Selain itu, untuk
mewujudkan petani tembakau yang sejahtera, perlindungan dari tembakau impor itu
penting.
"Dulu orang luar
negeri beli tembakau di Indonesia, lalu dibawa ke Jerman dan diperdagangkan,
tetapi sekarang malah kita yang impor," jelasnya.
Di kesempatan lain,
juru bicara Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia Hananto Wibowo mengatakan
pemerintah perlu mendorong kemitraan antara petani dengan pemasok maupun dengan
pabrikan produk tembakau. Hal ini untuk memotong rantai penjualan daun tembakau
yang cukup panjang.
"Memotong rantai
penjualan dengan menjamin penyerapan produksi dan kepastian harga sesuai
kualitas," kata Hananto.
Selain memotong rantai
penjualan, pemerintah juga perlu mendorong peningkatan produktifitas dan
kualitas tembakau karena adanya bimbingan dan fasilitas dari pihak mitra.
"Kemitraan juga
akan memberi pengaruh positif terhadap nilai tambaha atu insentif yang diterima
oleh petani dan atau buruh tembakau," paparnya.
Bagian Kultur
Hananto menjelaskan
Undang-Undang Perkebunan Nomor 39 tahun 2014 menyatakan tembakau merupakan salah
satu komoditas perkebunan strategis. Sampai hari ini, kata Hananto, tembakau
masih memberikan kontribusi dalam perekonomian.
Tembakau secara
kultutal juga bermakna bermakna membangun jaringan sosial.
"Bahkan menjadi bargain dari kultur bangsa Indonesia," paparnya.
Indonesia, disebutkan
Hananto merupakan negara produsen tembakau terbesar kelima. Di atasnya ada
China, Brasil, India dan Amerika Serikat. Tetapi Indonesia memiliki pabrik
rokok dengan jumlah terbanyak di dunia.
"Artinya
Indonesia adalah salah satu pemasok dan potensi pasar tembakau terbesar di
dunia" katanya.
Dia mengatakan petani
tembakau sampai dengan hari ini merupakan petani mandiri. Para petani ini tidak
mendapatkan bantuan dari pemerintah. "Bahkan untuk mencari akses kredit saja
susah," paparnya.
Industri Hasil
Tembakau (IHT) merupakan salah satu sektor manufaktur nasional yang memiliki
kontribusi besar bagi negara. Dampaknya yang luas tersebut meliputi aspek
sosial, ekonomi, maupun pembangunan bangsa Indonesia selama ini.
Menurut data
Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri
rokok sebanyak 5,9 juta orang, terdiri dari 4,28 juta pekerja di sektor
manufaktur dan distribusi. Sementara sisanya 1,7 juta pekerja di sektor
perkebunan. Selain dari aspek tenaga kerja, industri rokok telah meningkatkan
nilai tambah bahan baku lokal dari hasil perkebunan seperti tembakau dan
cengkeh.
Industri hasil
tembakau turut berkontribusi besar dalam penerimaan cukai. Pada 2018 lalu,
penerimaan cukai menembus hingga Rp 153 triliun atau lebih tinggi dibandingkan
perolehan pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp 147 triliun. Penerimaan cukai
pada tahun lalu telah berkontribusi 95,8 persen terhadap pendapatan cukai
nasional. ( Ham )