SURABAYA - Iriana, Heri Wahyudi dan
Raymon, warga RW 006 Perumahan Wisata Bukit Mas (WBM) diperiksa sebagai
saksi fakta pada sidang gugatan class action kenaikan Iuran Pengelolaan
Lingkungan (IPL) PT Binamaju Mitra Sejahtera (BMS) di Pengadilan Negeri (PN)
Surabaya, Rabu (20/3/2019).
Dalam
sidang ini ada empat poin penting yang membuat warga mengajukan gugatan class
action. Empat point itu yaitu : 1. Meskipun IPL setiap tahun selalu naik, namun
warga tidak mendapatkan asas manfaat atas kenaikannya 2. Komplain warga
atas kenaikan IPL tidak pernah mendapatkan tanggapan dari PT BMS 3.Kenaikan IPL
diputuskan sepihak oleh PT BMS tanpa ada musyawara dengan warga sebelumnya 4.
Warga tetap dibebani biaya kalau menggunakan fasilitas umum seperti kolam
renang.
Dalam
keterangannya, Iriana yang diperiksa terlebih dulu mengatakan bahwa pada saat
dirinya menandatangani
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) kavlingan tanah di Perumahan Wisata
Bukit Mas (WBM), dia tidak pernah mendapatkan penjelasan apapun soal adanya
Iuran,
"Saya
merasa terjebak, besaran iuran itu baru saya ketahui setelah saya
menandatangani Berita Acara Serah Terima (BAST). Sejak 2006-2014 besaran iurannya
Rp 1000 / meterpersegi, tapi sekarang naik seratus persen menjadi sekitar Rp
2.400/meterpersegi, jadi setiap bulan saya harus bayar sekitar Rp 1 juta
lebih," ungkap Iriana, penghuni WBM yang mempunyai rumah dengan Sertifikat
Hak milik seluas 512 meterpersegi itu.
Saat
ditanya apakah dirinya pernah mengajukan komplain atas kenaikan tersebut,
Iriana mengaku sudah sering kali melakukannya secara lisan maupun tertulis.
“Namun komplain itu tidak pernah digubris. Tapi anehnya kenapa kalau saya tidak
atau telat bayar iuran, pasti didatangi oleh pihak kantor, disuruh membayar,”
katanya Iriana.
Meski
iuran kepada warga setiap tahunnya pasti naik, tapi tenyata warga tidak pernah
diundang atau diajak bermusyawara untuk kenaikan iuran tersebut sebelumnya,
"Tahu-tahu ada surat yang menyebut ada kenaikan, begitu saja.”
lanjutnya.
Sidang
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi Heri Wahyudi dan Raymon. Menurut
Heri Perumahan WBM 2 tidak punya jalan bahkan sudah mengalih fungsikan lahan
kosong yang seharusnya menjadi fasilitas umum (fasum) menjadi bangunan dan
ruko-ruko. "Itu sudah sering kali saya komplain secara lisan kepada
Kristian, customer servis PT BMS, tapi tidak pernah mendapatkan tanggapan sama
sekali,” beber Heri.
Selain
itu, lanjut Raymon, meskipun IPL tiap tahun naik. Namun kenaikan tersebut tidak
ada manfaat yang dia rasakan. "Sekarang sampah diambil 3 hari sekali,
padahal dulu diambil setiap hari. Manfaat adanya fasum juga tidak dirasakan
oleh warga. Sekarang kalau warga masuk ke kolam renang akan dipungut biaya
seperti orang lain yang bukan menjadi warga perumahan WBM,” tegas Raymon. (Ban)