Surabaya NewsWeek -
Keputusan menugaskan Bulog untuk mengimpor bawang putih guna menstabilkan harga
komoditas ini dipandang tidak akan efektif. Alih-alih bisa menurunkan harga,
pengamat politik dan ekonom menilai, pemberian diskresi kepada Bulog justru
berpotensi menimbulkan moral hazard. Pun, kebijakan ini menafikan
keberpihakan terhadap petani bawang putih.
Direktur Eksekutif The
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri
Hartati melihatnya, permasalahan bawang putih sudah menjadi masalah
klasik yang tidak selesai-selesai karena persoalan data. Seharusnya jika
pemerintah memang mengetahui tiap tahunnya ada permasalahan kekurangan stok,
keputusan impor sudah dilakukan sebelum harga merangkak naik.
“Percuma kalau
sekarang. Kalau memang mau ada penugasan ya harusnya sudah dari beberapa bulan
yang lalu. Kan impor bawang putih ini prosesnya nggak cuma seminggu dua minggu
impornya,” ucapnya.
Di samping itu, ia
mempertanyakan keputusan pemerintah menugaskan Bulog untuk melakukan impor. Pasalnya
jika memang penugasan maka seharusnya dibiayai oleh APBN karena memang
bertujuan sebagai buffer stock. Namun, ini tidak dapat terjadi dengan status
Bulog sebagai BUMN.
Pada akhirnya,
penugasan impor kepada Bulog sifatnya juga mengarah komersialisasi. Potensi
terjadinya moral hazard pun bisa semakin besar terjadi.
“Nanti ujung-ujungnya
Bulog kasih penugasannya ke importir lain. Sama seperti kasus penugasan daging.
Ujung-ujungnya bukan Bulog yang ngimpor,” ucapnya.
Pengamat Politik dari
Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara menyarankan, pemerintah, khususnya
Kementan dan Kemendag tidak memuluskan izin impor penugasan Bulog.
Khawatirnya, kebijakan itu berdampak pada pencalonan Joko Widodo (Jokowi) di
Pilpres 2019.
Menurut Igor,
permintaaan impor itu bisa membuat elektabilitas Jokowi Pilpres stagnan. Hal
ini disebabkan oleh kebijakan yang diambil pemerintah belakangan ini tak sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
"Belakangan
banyak kebijakan yang tak sesuai tupoksi. Salah satunya, penunjukan impor
bawang putih ini," kata Igor.
Igor khawatir,
penunjukan Bulog sebagai importi bawang putih akan dimanfaatkan pasangan calon
presiden-wakil presiden nomor urut dua Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sebagai
isu yang menguntungkan.
"Bisa saja,
setelah impor dibuka, lawan dari petahana akan menggaungkan anti impor
lagi," tambahnya.
Pengamat Politik
Hendri Satrio, di kesempatan berbeda, menilai langkah pemerintah
memerintahkan Bulog untuk impor 100 ribu ton bawang putih adalah untuk menjaga
kestabilan harga. Namun, izin impor ini di sisi lain mencederai janji politik
mengedepankan pertanian lokal
Hendri mengakui, impor
ini memang akan berdampak negatif terutama bagi petani bawang putih yang tidak
lama menikmati tingginya harga bawang.
Menurutnya, impor
bawang sebenarnya secara tujuan ekonomi tidak masalah. Namun karena tidak
diantisipasi dari awal, sehingga dibutuhkan impor bawang dalam jumlah yang
banyak.
“Harusnya sebelum
impor, itu ada koordinasi antar menteri, Bulog dengan Kementerian Perdagangan
dan juga dengan Kementerian Pertanian. Jangan sampai nanti pas impor masuk,
petani malah panen. Terus juga nanti, kalau misalnya Jokowi kepilih lagi, harga
tinggi lagi atau nggak?,” tuturnya.
Sementara, Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, impor bawang putih
belum dilakukan. Pengeluaran izin impornya belum dikeluarkan oleh Kementerian
Perdagangan (Kemendag). Menko Darmin mengaku sudah berkoordinasi dengan
Kemendag untuk segera mengeluarkan izin tersebut.
“Sudah saya tanya,
tapi ya belum juga (dikeluarkan izinnya),” kata Darmin kepada wartawan, di
Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Jumat (29/3).
Dia menjelaskan, izin
impor bawang putih harusnya sudah dikeluarkan Kemendag sejak sepekan lalu.
Namun hingga kini, izin impor tersebut belum kunjung keluar. Di sisi lain,
masyarakat Indonesia akan menghadapi momentum bulan Ramadhan yang
diprediksikan meningkatkan kebutuhan bawang putih.
Akan tetapi, dia juga
menyatakan, keterlambatan izin impor bawang putih tidak terlalu berpengaruh
terhadap harga bawang lokal di pasaran.