SURABAYA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim,
Mohamad Nizar tidak bisa menghadirkan Tjandra Sanjaya, pemilim toko obat Ban
Tjie Tong, terdakwa peredaran obat ilegal selama 5 kali dalam sidang dengan
agenda pembacaan tuntutan. Atas kejadian tersebut, Humas Pengadilan
Negeri (PN) Surabaya, Sigit Sutriono menyebut Nizar sebagai Jaksa yang
tidak profesional.
"Pengadilan
dapat mengambil sikap kalau penuntut umum berbuat seperti itu. Sebab sikap
seperti itu sudah mengganggu dan menjadi beban pihak pengadilan. Persoalan ini
akan kita koordinasikan dengan ketua majelis hakim yang menyidangkan kasusnya,
" ucap Humas PN Surabaya, Sigit Sutriono saat ditemui di ruanganya, Senin
(18/3/2019).
Memang,
kata Sigit didalam KUHAP tidak dibatasi adanya penundaan-penundaan seperti itu,
juga tidak ada batasan toleransi waktu yang dapat diberikan oleh pihak
pengadilan jika mengalami kejadian seperti itu. Namun Sigit tetap
mempertanyakan kenapa JPU bersikap seperti itu. "Penundaan seperti
itu sudah menyalahi prinsip-prinsil persidangan cepat yang sudah dicanangkan
pemerintah. Apa alasan jaksa menunda seperti itu? Ada apa,?," kata
Sigit.
Sebelumnya,
persidangan terdakwa kasus dugaan perdaran obat ilegal dengan terdakwa Tjandra
Sanjaya, pemilik toko obat Ban Tjie Tong, memasuki babak tuntutan. Agenda itu
sedianya dilakukan lima minggu yang lalu, tapi ditunda terkait berkas tuntutan
jaksa penuntut umum (JPU) Mohamad Nizar belum turun.
Atas
perbuatannya, pemilik toko obat tradisional di Jalan Jagalan No.16 Surabaya
tersebut, dijerat dengan dakwaan pidana dalam Pasal 197 jo pasal 106 ayat
(1) Undang undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi,
bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaa
farmasi dan alat kesehatan yang tidak memikiki izin edar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjata paling lama 15 tahun
dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar. (Ban)