JAKARTA - Pembina LPKAN (Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara )
Indonesia dan Pengamat Infrastruktur Wibisono menyatakan ke media,bahwa akhir
akhir ini berita tentang karut marutnya pembangunan Proyek LRT (Light Rail
Transit ) terus menjadi sorotan pengamat dan media yaitu infrastruktur yang
dibangun era pemerintahan Jokowi, Jum'at, (8/2/2019) di Jakarta.
Menurutnya, pembangunan
infrastruktur saat ini tidaklah efisien dan salah kaprah, Salah satu contohnya
adalah pembangunan Light Rail Transit (LRT) Palembang,LRT Jabodebek yang
sangat membebani keuangan negara.
Contoh nyata LRT Palembang yang
sudah beropersional,sampai hari ini, pemasukan dari LRT Palembang tidak
memenuhi target. Pemerintah harus keluarkan biaya Rp 10 miliar perbulan untuk
biaya operasional, sementara pemasukannya hanya Rp.1 miliar. " Ada selisih
Rp.9 miliar yang harus disubsidi, dan ini mau sampai kapan?" kata Wibi.
Menurutnya lagi, proyek tersebut
sangat membebani BUMN di bidang konstruksi,karena ada dua subsidi yaitu subsidi
investasi dan subsidi Operasional-pemeliharaan agar tiket bisa terjangkau
masyarakat,tutur Wibi.
Ada 4 BUMN yang terjebak dalam
pembangunan LRT ini,ini adalah buntut kebijakan pemerintah yang tidak
memperhitungkan dampak jangka panjang. Ini seolah-olah ada target 5 tahun harus
selesai " Segera selesaikan ini, pokoknya saya gak mau tahu, sehingga
BUMN-BUMN ini berhutang dan menanggung risiko keuangannya," tuturnya.
Saya sependapat dengan kritikan yang
diungkapkan capres Prabowo Subianto saat menghadiri HUT Federasi Serikat
Pekerja Metala Indonesia (FSPMI) yang ke 20 di Kelapa Gading, Jakarta, Rabu
(6/2/2019). Menurut Prabowo pembangunan LRT itu,
berimbas terhadap masyarakat. Pada akhirnya uang dari rakyat yang akan dipakai
untuk biaya operasional LRT saja.
Sebelumnya wakil Presiden Jusuf
Kalla (JK) mengkritik pembangunan lintasan kereta ringan (light rail
transit/LRT) yang dibangun dengan model melayang (elevated), namun bersisian
dengan jalan tol. Padahal, untuk jalur Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek)
pembangunan dengan model tersebut tak terlalu mendesak.
"Bangun LRT ke arah Bogor
dengan elevated. Ya buat apa elevated kalau hanya berada di samping jalan tol.
Dan biasanya itu tidak dibangun bersebelahan dengan jalan tol, harus
terpisah," kata dia di stana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (11/1/2019)
Dia menilai, pembangunan dengan
skema elevated ini tak cocok untuk pembangunan ke arah luar kota karena
ketersediaan lahannya yang masih banyak ketimbang di dalam kota. Selain itu,
model ini dinilai juga memakan biaya kontruksi yang sangat mahal mencapai Rp
500 miliar/kilometer sehingga dinilai tak efisien dan membuat waktu
pengembalian modal yang lebih lama.
Menurut rencana, lintasan LRT ini
akan memiliki panjang 43,3 kilometer yang akan membelah Cawang-Cibubur (14,3
kilometer), Cawang-Bekasi Timur (18,5 kilometer) dan Cawang-Dukuh Atas (10,5
kilometer). Sementara untuk pembangunannya diperkirakan akan memakan dana
sampai dengan Rp 29,9 triliun.
Bertindak sebagai kontaktor
pembangunannya adalah PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan nantinya PT Kereta Api
Indonesia akan menjadi operator dari LRT ini. Saya berharap BPK harus segera
meng audit Pembangunan proyek LRT ini, dan KPK harus segera usut tuntas apabila
ada unsur kesengajaan "Mark Up" proyek, atau ditemukan kerugian
negara, "pungkas Wibisono. (b)