Surabaya NewsWeek- Panitia Khusus (Pansus) Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) mengharapkan adanya koordinasi dari pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Terlebih lagi, Raperda itu merupakan inisiatif dari Pemkot Surabaya.
"Hearing kali ini
(Rabu 6/2/2019) Kepala Dinas Kesehatan tidak datang, alasannya karena ada
jadwal lain yang sudah terjadwal satu bulan sebelumnya, kami menghormati
itu," papar Ketua Pansus Raperda KTR, Junaedi.
"Tapi jadwal
hearing selanjutnya kami minta Ibu Kadinkes hadir. Jangan sampai menimbulkan
persepsi Pemkot tidak serius. Raperda KTR ini kan inisiatif Pemkot
Surabaya," ujar Ketua Fraksi Demokrat di DPRD Kota Surabaya itu.
Masih Junaedi dalam
hearing kali ini, untuk memastikan kawasan tanpa rokok yang diatur dalam pasal
2 dan 3 , secara spesifik mana saja yang dilarang.
"Kita sebenarnya
ingin tahu secara spesifik 8 kawasan yang dilarang itu. Misalnya kalau tempat
belajar apakah tempat bimbel (bimbingan belajar) itu juga termasuk KTR atau
bagaimana. KTR itu diluar gedung atau didalam gedung. Ini yang selama ini belum
dijelaskan oleh Pemkot" tandasnya.
Selain itu soal sanksi
denda Rp 200 ribu kepada pelanggar masih menjadi bahan perdebatan. "Sanksi
itu berdasarkan kearifan lokal" tegasnya.
Junaedi asal Politisi
Partai Demokrat ini menyampaikan, pembahasan Raperda KTR ditargetkan selesai
selama 60 hari sejak pansus di bentuk. Atau sekitar pertengahan Februari. Tapi
kalau perlu ada pembahasan lebih lanjut maka masa kerja pansus bisa
diperpanjang.
Ia menjelaskan, jika
Kota Surabaya sangat memerlukan peraturan yang meregulasi tentang
wilayah-wilayah bebas dari rokok. Hal ini menurutnya karena ada beberapa alasan
secara khusus.
”Pertama, ada banyak
kota kota lain di Indonesia, yang ukurannya lebih kecil dari Kota Surabaya,
tapi punya aturan itu, kenapa kita tidak punya. Surabaya ini adalah Kota Layak
Anak, masa iya merokok yang notabene asapnya berbahaya boleh dengan bebas
dilakukan di ruang-ruang publik?” jelasnya. ( Ham )