SURABAYA - Sidang kasus kecelakaan lalulintas (lakalantas) dengan
terdakwa Achmad Hilmi Hamdani, seorang driver ojek online (ojol), kembali
digelar. Sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Neldy Deny menghadirkan 3
orang saksi yakni Mohamad Taufiq, anggota satlantas Polrestabes Surabaya, dan
Miftakul Efendi dari TNI AL.
Di hadapan majelis hakim yang
diketuai Maxi Sigarlaki, Mohamad Taufiq membeberkan bahwa dirinya mendatangi
Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan menggambar Sket peristiwa lakalantas tersebut
setelah 10 menit kejadian berlangsung.
"Gambar sketsa itu saya buat
berdasarkan keterangan saksi yang berada di dekat TKP. Namun saya tidak
melibatkan terdakwa pada saat pembuatan sketsa tersebut, sebab dia sedang
menjalani perawatan dirumah sakit Siti Khotijah," kata saksi Mohamad
Taufiq pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu
(30/1/2019).
Mohamad Taufiq juga menyebut bahwa
kejadian lakalantas itu terjadi pada 17 April 2018 lali di Jalan Mastrip
Bogangin, sekitar jam 19.30.WIB dalam keadaan cuaca cerah serta penerangan
jalannya cukup terang. Dan kecepatan motor yang dikendarai terdakwa hanya 20
KM/perjam, sedangkan motor yang dikendarai lawannya (red, Miftakul Efendi) 65
KM/Jam.
"Peristiwanya terjadi pada saat
terdakwa dari arah utara ke selatan jakan pelan-pelan hendak berbelok masuk
kedalam gang. Sedangkan motor yang dikendarai lawannya melaju dari arah
sebaliknya," tambahnya.
Sedangkan saksi lainnya yakni
Miftakul Efendi tidak membantah jika dikatakan dirinya menjadi penyebab
lakalantas di Jalan Mastrip tersebut. Bahkan atas kejadian itu dirinya
bersama-sama dengan terdakwa Achmad Hilmi Hamdani, sudah pernah menandatangani
surat perdamaian dengan memberikan sejumlah uang.
"Terdakwa saya berikan uang
damai sebesar Rp 7juta, sedangkan dari pihak korban saya berikan santunan
pertama Rp 3 juta, kedua Rp 500ribu dan ketiga Rp 1 juta. Namun perdamaian itu
tidak melibatkan keluarga Umi, korban lakalantas," tandas saksi Miftakul
Efendi dari TNI AL anggota Marinir.
Sementara itu usai sidang, Frans
Hehakaya, dari Forkadin menyatakan kegembiraannya bisa menjadi tim penasehat
hukum bagi terdakwa Achmad Hilmi Hamdani. Tak hanya itu, Frans juga gembira
sebab pada sidang kali ini dia sudah berhasil meyakinkan majelis untuk
mengeluarkan penetapan penahanan bagi terdakwa dari berstatus tahanan di rutan
Medaeng, menjadi tahanan kota."Sejak hari ini terdakwa sudah tahanan kota
dengan jaminan dari istri terdakwa, keluarga dan rekan-rekan terdakwa sesama
driver ojek online," ucap Frans.
Dikatakan Frans, sebanarnya kasus
ini sangatlah gampang, hanya untuk mencari titik point penyebab korban Umi
meninggalnya karena apa,? Karena lakalantas atau ada penyebab lain. "Tadi
dalam persidangan terungkap bahwa korban meninggal karena sesak napas dan bukan
akibat lakalantas, dan itu terjadi 3 bulan kemudian, tepatnya tanggal 25 Juni
2018, tapi yang jadi pertanyaan kenapa ada visum tanggal 13 Juli 2018,?
bagaimana mungkin orang meninggal dulu, kemudian ada visum, ini kan
terbalik," kata Frans.
Frans menjelaskan, dari point itu,
akhirnya ia berani menyimpulkan kalau Pasal 310 ayat 4 Undang-Undang RI Nomor
22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang didakwakan JPU dapat
terbantahkan, karena matinya korban bukan akibat dari kecelakaan, "Matinya
alami ditempat tidur akibat penyakit. Matinya korban juga setelah 3 bulan dari
kecelakaan tersebut," pungkas Frans.
Frans juga memastikan akan
membongkar penerbitan visum bertanggal 13 Juli 2018 yang dijadikan dasar bagi
penyidik untuk menetapkan kliennya menjadi tersangka dalam kasus ini. "Makanya
minggu depan kita minta supaya penyidiknya dihadirkan sebagai saksi dalam kasus
ini," tutup Frans. (Ban)