SURABAYA - Terdakwa Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra
menolak Replik Jaksa Penuntut Umum yang menyebutkan, dimasukannya keterangan 15
saksi a charge yang tidak pernah datang bersaksi di muka persidangan tanpa
alasan, sebagai fakta persidangan dalam Surat Tuntutan, merupakan sekadar
peristiwa salah pengetikan yang tidak disengaja. Demikian pula kalimat
palsu yang berbunyi “terhadap keterangan saksi terdakwa tidak keberatan” yang
ditulis pada setiap akhir keterangan 15 orang saksi a charge itu menurut JPU
merupakan salah pengetikan yang tidak disengaja akibat ter-copy paste”. Dalih
JPU itu terlalu naif, tidak rasional dan tidak logis.
Proses persidangan ini adalah
pergumulan di wilayah rasionalitas dimana kebenaran, argumen logis
dan rasional harus dijadikan parameter. Alibi JPU merupakan manifestasi apa
yang dimaksud satu kebohongan akan melahirkan kebohongan-kebohongan baru” ujar
terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra dalam pembacaan Duplik di PN Surabaya
(31/1).
Menurut terdakwa Ir. Klemens Sukarno
Candra, adalah fakta dalam merumuskan Surat Tuntutan hingga dibacakan pada tangal
6 Desember 2018, JPU membutuhkan waktu 35 hari. Dengan kurun waktu yang
demikian lama tersebut, dalam logika yang sangat sederhana, JPU memiliki waktu
yang lebih dari cukup untuk memperbaiki materi Surat Tuntutan manakala terdapat
kekeliruan pengetikan (wrong typing).JPU menyebut kekeliruan pengetikan dalam
Bahasa Inggris sebagai critical error. “Kami tak paham apakah kata
critical error itu JPU juga salah pengetikan? “ ujarnya lagi.
Peristiwa kekeliruan pengetikan itu
menurutnya, lazim terjadi hanya pada satu ada dua suku kata, dan tidak
berpengaruh terhadap substansi pendapat yang dikemukakan. Dalam konteks ini
kekeliruan pengetikan terjadi berulang hingga sebanyak 15 (lima belas) kali,
dan dampaknya berpengaruh secara substansial terhadap pendapat hukum yang
dikemukakan JPU dengan sangat mendasar. Seharusnya keterangan 15 orang
saksi tersebut tidak dapat menjadi fakta persidangan. Namun telah
termanipulasi sebagai fakta persidangan, setidaknya telah menjadi pertimbangan
Jampidum merumuskan tuntutan.
Menurut terdakwa Ir. Klemens Sukarno
Candra, adalah fakta copy paste berulang terjadi hingga sebanyak 15 kali. Kalimat
palsu JPU “terhadap keterangan saksi terdakwa tidak keberatan” tertulis
hingga 15 (lima belas) kali dalam Surat Tuntutan itu dapat terjadi semata-mata
karena ada perintah dari otak besar pembuatnya, yang berfungsi untuk memproses
semua kegiatan intelektual, termasuk menulis kalimat tersebut. Sehingga dengan
demikian, penulisan kalimat palsu “terhadap keterangan saksi terdakwa tidak keberatan”
didalihkan JPU merupakan salah pengetikan yang tidak disengaja akibat ter-copy
paste adalah lebih sebagai bentuk kebohongan lanjutan dari kebohongan
sebelumnya.
“Kami selaku terdakwa prihatin dan
menjadi pihak yang paling dirugikan oleh perbuatan Jaksa Penuntut Umum.
Akibatnya perbuatan JPU yang mendalihkan hanya “kesalahan pengetikan yang tidak
disengaja” itu telah mengakibatkan Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Dr
Noor Rochmad, SH, MH “terkelabui” sehingga memutuskan besarnya tuntutan
terhadap terdakwa Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra selama 4
tahun penjara” ujar Ir. Klemens Sukarno Candra.
Para terdakwa tetap berpendapat,
dengan modus operandi memberikan keterangan palsu, dan serangkaian kebohongan
Jaksa Penuntut Umum Rakhmad Hari Basuki, SH dari Kejati Jawa Timur merumuskan
Surat Tuntutan, yang kemudian menjadi dasar dan landasan pertimbangan
bagi Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Dr Noor Rochmad, SH, MH dalam memutuskan
besarnya tuntutan terhadap terdakwa Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno
Candra selama 4 tahun penjara. Oleh karenanya, dalam kasus ini sangat mungkin
secara berjenjang, sejak mulai Kajari Surabaya, Kajati Jawa Timur, Direktur
Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara dan Ketertiban Umum pada Jampidum, dan
hingga Jampidum telah menjadi korban kebohongan JPU.
Meskipun di dalam Surat Tuntutan
dikualifiasir membuat keterangan palsu dan serangkaian kebohongan, Jaksa
Penuntut Umum dalam Repliknya menolak bila hal itu disebut sebagai pidana,
dengan dalih dirinya tengah melaksanakan perintah undang-undang dan sumpah
jabatan. Namun menurut para terdakwa dalam Dupliknya, JPU lupa ketika tengah
melaksanakan perintah undang-undang dan melaksanakan perintah jabatan terdapat
larangan tidak boleh melanggar undang-undang dan sumpah jabatan itu sendiri.
JPU tidak boleh menegakan hukum dengan cara melanggar hukum. Perbuatan JPU yang
memberikan keterangan palsu, dan serangkaian kebohongan dalam Surat
Tuntutannya, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: Per-067/A/Ja/07/2007
tentang Kode Perilaku Jaksa dapat dikualifisir melanggar pasal 4 huruf b.
“Merekayasa fakta hukum dalam penanganan perkara”.
Para terdakwa dalam Duplik
mengatakan, selain memberikan keterangan palsu, JPU juga melakukan serangkaian
kebohongan dalam Surat Tuntutannya pada halaman 87, yang diulamg lagi di dalam
Replik. Kebohongan Pertama, ketika JPU mendalilkan, “adalah fakta bahwa obyek
tanah lahan apartemen tersebut yaitu SHGB No. 71 Desa Kedungrejo Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo dengan seluas 59.924 an. PT. Kendali Jowo
baru dibeli oleh PT. Bumi Samudra Jedine pada tanggal 12 Juni 2014 sebagaimana,
Akta Jual Beli No. 100/2014 tanggal 12 Juni 2014 dihadapan Notaris/PPAT Inggil
Nugroho Wasih, SH”.
Menurut Ir. Klemes Sukarno Candra,
keterangan bohong ini sengaja dibangun JPU untuk memberikan gambaran palsu,
bahwa pada saat melakukan pemasaran unit apartemen di bulan Desember 2013, PT.
Bumi Samudra Jedine belum memiliki tanah. Padahal fakta yang benar, pada
tanggal 30 Juli 2013, PT. Bumi Samudra Jedine sudah membeli dan memiliki obyek
tanah seluas 59.924 m2, yang diatasnya akan dibangun apartemen Royal
Afatar Word, berdasarkan bukti sempurna, berupa akte Perjanjian Pengikatan Jual
Beli Lunas Nomor: 154 yang diterbitkan Kantor Notaris Widatul Millah, SH, yang
sudah dilampirkan dalam Nota Pembelaan. “Sejatinya JPU sudah paham fakta ini,
karena dalam berkas perkara cukup terang benderang dan sesuai fakta
persidangan. Sehingga keterangan palsu yang dituangkan dalam Surat Tuntutan itu
dilakukan dengan sengaja oleh JPU” ujarnya melanjutkan.
Kebohongan kedua, ketika JPU
mendalilkan” adalah fakta bahwa untuk mendukung pemasaran Apartemen Royal
Afatar World yang akan dibangun Desa Kedungrejo Kecamatan Waru Kabupaten
Sidoarjo tersebut, pihak PT. Bumi Samudra Jedine membuat miniatur Apartemen
Royal Afatar World dan membagikan brosur tentang apartemen Royal Afatar World
yang ditawarkan dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen
lain sehingga masyarakat /konsumen menjadi tertarik dan berminat membeli
Apartemen Royal Afatar World tersebut”.
Menurut Duplik terdakwa Ir. Klemens
Sukarno Candra, melalui serangkaian kebohongan tersebut, JPU ingin membangun
keadaan palsu, dimana kebijakan yang dibuat PT. Bumi Samudra Jedine dalam
menetapkan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya,
merupakan cara perbuatan terdakwa melakukan tipu muslihat, agar masyarakat
tertarik dan berminat membeli. Dalam konteks ini, ketika mengatakan harga
jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya JPU tidak memberikan
harga unit apartemen lain sebagai pembanding.
Sedangkan sesuai fakta persidangan,
18 saksi fakta/pelapor yang memberikan keterangan ke muka persidangan, tertarik
membeli apartemen Royal Afatar World, karena letaknya strategis dan harga terjangkau.
Dari 34 saksi pelapor yang memberikan keterangan ke muka persidangan tidak ada
seorangpun yang menerangkan tertarik membeli apartemen Royal Afatar World
karena “harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya,
sebagaimana yang disampaikan oleh JPU dalam Surat Tuntutannya.
Kebohongan JPU terkuak oleh dalil
yang dibangunnya sendiri. Untuk mendukung kebohongan “harga jauh lebih murah
dibandingkan dengan apartemen lainnya sehingga masyarakat / konsumen menjadi
tertarik dan berminat membeli Apartemen Royal Afatar World, dalam Surat Dakwaan
dan Surat Tuntutan halaman 2, 82, 87, 93, dan 97, JPU malah memberi
contoh harga apartemen yang tergolong cukup mahal. Yakni sebagai berikut:
“Syane Angely Tjiongan memutuskan membeli Apartemen Royal Afatar World tower B
lantai 20 unit 17 type B senilai Rp. 478.600.000,- (Empat Ratus Tujuh Puluh
Delapan Juta Enam Ratus Ribu Ruplah), dan Dra. Linda Gunawati Go juga telah
melakukan pelunasan unit Apartemen Royal Afatar World tower C lantal 18 unit 09
atau blok 1809 dengan kode pemesanan STA 43 senilai Rp. 250.500.000,- .
Untuk harga apartemen tife yang dibeli Syane Angely Tjiongan dijual oleh The
Grand Sagara Surabaya seharga Rp. 360 juta per unit. Kesimpulannya menurut para
terdakwa, fakta yang terungkap dalam pembuktian di persidangan ini bukanlah
dakwaan penuntut umum mengenai adanya serangkaian kebohongan para terdakwa,
sebagaimana roh dalam pidana penipuan. Akan tetapi, fakta yang muncul dan
terungkap di persidangan justeru adalah serangkaian kebohongan dan keterangan
palsu oleh Jaksa Penuntut Umum, pungkasnya. (Ban)