SURABAYA - (Surabaya, 10 Desember 2018). Untuk kedua kalinya
dalam dua pekan ini, Sipoa Grup kembali membayar dana refunds kepada 73 (tujuh
puluh tiga) orang konsumen dari kelompok Dikky Setiawan dan kawan-kawan, dengan
nilai total sebesar Rp. 9,159 milyar. Pekan lalu 14 orang konsumen juga telah
menerima refunds sebesar Rp. 2,7 milyar. Dengan demikian, Sipoa Grup telah
melunasi seluruh kewajiban refunds 87 orang konsumen, yang perkaranya mulai
disidang di PN Surabaya (6/11), dengan agenda pembacaan Surat Dakwaan tersebut.
Refunds langsung diberikan oleh Sipoa Grup, di Bank BCA Rungkut, Jl. Raya
Kendangsari Industri No. 2, Kota Surabaya (10/1). Konsumen yang menerima antara
lain, Dikky Setiawan, Khumayati, Satria Gunawan, Edy Soehartono, Edi Harsono
Pratikno, Agung Nugroho, dan lain-lain. “Melalui TB2, Sipoa Grup menanti
permintaan dari konsumen lainnya yang menghendaki solusi cepat dalam bentuk
cash dan pemberian hak tanggungan, yang akan diberikan tanpa ada pemotongan
apapun” ujar Sugeng Teguh Santoso, SH, kuasa hukum Sipoa Grup.
Sugeng Teguh Santoso, SH mengatakan,
hingga saat ini ada 125 orang konsumen yang telah menerima refunds. Sedangkan
200 orang konsumen lainya yang tergabung dalam TB2 sudah menerima jaminan
refunds, berupa asset 7 bidang tanah milik persero senilai Rp. 40 milyar.
Pemberian jaminan itu sejenis model hak tanggungan, berjangka waktu selama 6
(enam) bulan. Apabila dalam tempo 6 bulan Sipoa Grup gagal bayar, 200 orang
konsumen tersebut dapat menjual aaset milik Sipoa Grup yang dijaminkan, dengan
kuasa jual yang dimilikinya. “Refunds untuk sisa seluruh konsumen bila ingin
cepat lebih baik memakai role model TB2. Sipoa Grup memiliki asset jauh lebih
dari cukup dibandingkan dengan total nilai kewajibannya dengan konsumen. Sipoa
Grup lebih rela asset persero jatuh ke tangan konsumen dari pada dicaplok
mafia” ujar Sugeng lagi.
Menurut Sugeng, terlunta-luntanya
pelaksanaan refunds, karena selama ini ada oknum yang selalu merintangi itikad
baik Sipoa Grup yang ingin mengembalikan uang konsumen. Baik melalui refunds
tunai, maupun dengan memakai role model TB2. Rintangan itu datang dari oknum
yang memiliki latar belakang memberikan pebantuan kejahatan kepada kelompok
mafia yang ingin mencaplok asset Sipoa Grup. Oknum ini yang menghendaki
penyelesaian masalah ditempuh melalui hukum pidana. Meskipun masalahnya sendiri
adalah pekara yang masuk dalam ranah perdata. Rintangan juga datang dari oknum
yang berperan sebagai koordinator yang menerapkan pemotongan uang hingga
mencapai 30% dari total uang refunds yang diterima konsumen. Padahal Sipoa Grup
tidak memberlakukan adanya pemotongan.”Inilah problemnya selama ini. Untuk
menghindari adanya pemotongan, disarankan konsumen lebih baik berhubungan
langsung dengan Sipoa Grup melalui TB2,” ujar Sugeng.
Seperti diketahui, beberapa waktu
belakangan ini pers nasional dan Surabaya ramai menyorot kasus Budi Santoso
dan. Ir. Klemens Sukarno Candra, bos Sipoa Grup yang menjadi korban praktek
mafia hukum, yang melibatkan: oknum aparat penegak hukum, pengusaha hitam,
oknum anggota DPR RI, oknum tokoh organisasi, dan oknum tokoh wartawan. Budi
Santoso, Ir. Klemens Sukarno Candra, dan Aris Birawa, dijadikan terdakwa dalam
dua kali “episode”, dengan persangkaan melanggar pasal penggelapan dan penipuan
dalam pelaporan pidana yang direkayasa, yang berlatar belakang
pencaplokan asset Sipoa Grup milik kedua terdakwa, oleh kelompok
yang diidentifikasi sebagai Konsorsium Mafia Surabaya. Melalui bantuan oknum
aparat penegak hukum, pada medio April 2018, Konsorsium Mafia Surabaya
ini merencanakan perampasan asset perusahaan PT. Bumi Samudra Jedne
(Sipoa Grup) milik para terdakwa senilai Rp. 687,1 milyar. Namun harga
dibandrol sepihak oleh Konsorsium Mafia Surabaya hanya sebesar
Rp. 150 milyar. Rencana kejahatan pencaplokan asset itu diwarnai adanya
intimidasi selama Bos Sipoa Grup ini berada dalam tahanan. Bila permintaan itu
tidak dipenuhi, melalui seorang pengacara yang direkomendasikan oknum penyidik,
Budi Santoso dan
Ir. Klemens Sukarno Candra diancam
akan ada 50 laporan polisi lagi bakal digulirkan. Karena pada episode pertama
permintaan itu ditolak, praktek mafia hukum Episode Kedua pun digulirkan, dan
kini dalam tahap awal persidangan di PN Surabaya. Namun intimidasi itu
kini sudah berlalu, seiring dengan telah dicopotnya Kapolda Jawa Timur yang
lama Irjen Pol Machfud Arifin ,dan digantikan kepada Irjen Pol Luki Hermawan.
Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra menurut Sugeng, SH, ditarget
Konsorsium Mafia Surabaya agar lama tetap berada di penjara, dengan cara
“mendorong dan memperalat” instrumen pelaporan, penyidikan dan pra penuntutan,
yang terjadi di lembaga kepolisian dan kejaksaan. Kasus ini dapat merusak
iklim investasi di Jawa Timur.
Mengenai Laporan Polisi Dikky
Setiawan (87 orang), sesuai LP No. LBP/373/III/2018/IM/JATIM 26 Maret 2018
sendiri menurut Sugeng Teguh Santoso yang juga Sekjen organisasi advokat
PERADI, yang dialami Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra merupakan
bentuk praktek mafia hukum Episode Kedua. Konsumen kelompok Dikky Setiawan yang
berjumlah 87 orang ini jatuh tempo serah terima unit tahun 2019. Sehingga
sejatinya pelaporan pidananya ke Polda Jatim, tergolong premature. Namun pemberkasannya
tetap dipaksakan oleh oknum penyidik Polda Jawa Timur, bersama-sama oknum Jaksa
Kejati Jawa Timur. Kasus posisi perbuatannya sama dengan praktek mafia hukum
Episode Pertama. Hanya, dalam LBP/373/III/2018/IM/JATIM 26 Maret 2018 penyidik
menambahkan alat bukti adanya cek kosong yang dikeluarkan perusahaan PT. Berkat
Royal Propertindo (Sipoa Grup).
MURNI PRAKTEK MAFIA HUKUM
Menurut Sugeng Teguh Sentosa, SH
seharusnya penyidik tidak boleh gegabah secara premature mendalilkan, dengan
adanya bukti cek kosong tersebut telah terjadi tindak pidana. Untuk mencari
kebenaran materil, penyidik wajib mendalami hal ihkwal yang melatar
belakangi terbitnya cek kosong tersebut. Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno
Candra, dan Aris Birawa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini,
sebelumnya tidak mengetahui bahwa cek-cek yang diterbitkan itu bakal tidak ada
dananya. Karena ketiga orang ini tertipu dan dijebak oleh Agung Wibowo, orang
yang disinyalir sengaja dikirim Konsorsium Mafia Surabaya untuk memperangkap
Bos Sipoa Grup. Tidak terdapat mens rea (niat jahat) pada diri Ir. Klemens
Sukarno Candra, Budi Santoso dan Aris Birawa pada saat menerbitan cek-cek, yang
ternyata tidak ada dananya itu.
Hal ikhwal terbitnya cek-cek kosong
itu sendiri, menurut Aris Birawa, bermula ketika pada awal Februari 2018,
ditengah-tengah unjuk rasa konsumen, direksi Sipoa Grup kedatangan orang
bernama Agung Wibowo yang mengaku mampu menjadi investor, dengan memberikan
dana cash sebesar Rp. 50 milyar. Pada tahap awal tanpa perlu menunggu lama,
Agung Wibowo memberikan dana cash sebesar Rp 3,5 milyar. Melalui Slip
Pemindahan Dana Antar Rekening BCA, dari rekening Agung Wibowo Nomor:
4294000111, ke rekening atas nama PT. Berkat Royal Propertindo, Nomor:
6120621112. Sisanya sebesar Rp. 46,5 milyar dijanjikan Agung Wibowo menyusul.
Pada tanggal 9 Februari 2018, usai
solat Jumat, sekitar pukul 14.00 WIB, Agung Wibowo mengunjungi kantor proyek
Sipoa Grup, dan menyaksikan proses verifikasi data pembatalan oleh 3 orang
notaris serta pembukaan cek. Agung Wibowo memberikan kepada direksi Sipoa Grup
dana sebesar Rp. 46,5 milyar, melalui Slip Pemindahan Dana Antar Rekening BCA
tanggal 9 Februari 2018. Pemindahan dana dari rekening Agung Wibowo Nomor:
46050483753 ke rekening atas nama PT. Berkat Royal Propertindo Nomor:
6120621112. Agung Wibowo menjelaskan, dana masuk efektif ke rekening Sipoa Grup
pada tanggal 12 Februari 2018 pukul 13.00 WIB.
Pada tanggal 12 Februari 2018, pukul
13.01 WIB dana yang dijanjikan oleh Agung Wibowo belum masuk ke rekening Sipoa
Grup. Sejak pukul 13.30 nomor hand phone Agung Wibowo hingga kini sudah
tidak bisa dihubungi lagi. Akibat janji Agung Wibowo, Direksi Sipoa Group
telah menerbitkan 428 cek dan giro yang dibuka dengan rincian 374
cek yang akan cair tanggal 12 Februari 2018 dan 54 giro yang akan cair pada
tanggal 28 Februari 2018, total nilainya Rp. 55,8 milyar. Beberapa hari
berikutnya, Direksi PT. Bumi Samudra Jedine (Sipoa Grup) melaporkan perbuatan
Agung Wibowo kepada Kapolres Sidoarjo melalui Surat Nomor: 2276/EXT/RAW/II/2018,
namun hingga kini tidak direspon.
Dan pada 28 Nopember 2018, Agung
Wibowo kembali dilaporkan Direksi Sipoa Grup kali ini ke Polda Jawa Timur,
sesuai Tanda Bukti Laporan Polisi No: TBL/1551/XI/2018/UM/JATIM. “Kini penyidik
Polda Jawa Timur diuji untuk dapat membongkar kedok palsu Agung Wibowo sebagai
investor. Dikaitkan dengan sinyalemen Agung Wibowo, seorang pekerja yang
berpenghasila tidak tetap, diduga sebagai anggota jaringan Konsorsium Mafia
Surabaya. Dan untuk membongkarnya tidaklah sulit. Penyidik dapat mendalami
bukti dari aliran dana di rekeningnya. Dari situ dapat diketahu asal usul
sumber dan pemilik yang sebenarnya uang sebesar Rp. 3,5 milyar. Petunjuk lain
yang perlu dilengkapi penyidik adalah print out CDR (call data record) sejak
bulan Desember 2017 hingga Maret 2018 dari 2 (dua ) unit handphone milik Agung
Wibowo nomor: 0823109000XX dan 0813318771XX. “ ujar Sugeng lagi.
Sementara Ary Christian salah satu
koordinator Paguyupan Customer Sipoa (PCS) menyatakan rasa terimakasih atas
pencairan yang dilakukan pihak Sipoa Group. " Kita sangat berterimakasih
atas apa yang dilakukan oleh pihak Sipoa, karena pihak Sipoa sudah baik maka
kita juga mangapresiasi itu," ujarnya. (ban)