BLITAR - Pengadilan Negeri
Blitar (PN Blitar) menyidangkan kembali permohonan praperadilan dalam kasus
penetapan tersangka Mohammad Trianto No Perkara 2/Pid.Pra/2018/PN.Blt dalam
perkara penyebaran berita hoaks yang dikenakan UU ITE oleh Polres Blitar. Sidang
praperadilan yang diajukan oleh pemohon Mohammad Trianto, Kordinator KRPK
melalui Kuasa Hukumnya M/Soleh itu digelar kembali Senin (17/12) di PN Blitar
Sidang dengan agenda keterangan oleh Saksi Ahli pemohon
Dr.M Solehudin ( Ahli Hukum Pidana dan Kriminologi ) itu dipimpin oleh hakim
tunggal Fransiskus Wifrirdus Mamo,SH Sebagaimana
diketahui, praperadilan itu diajukan Mohammad Trianto, terkait sah atau
tidaknya penetapan tersangka terhadap dirinya oleh Polres
Blitar Desember 2018, dalam kasus UU ITE
terkait penyebaran berita hoax. Dalam sidang kali ini, pihak pemohon dihadiri
oleh 2 Kuasa Hukumnya M.sholeh,SH dan Hendi,SH, Sementara pihak termohon
dihadiri seorang kuasa hukum dari Polres Blitar.
Dalam keterangan nya saksi ahli berpendapat ketika ditanyakan oleh kuasa hukum pemohon terkait adanya penetapan tersangka dengan melakukan penyidikan dahulu baru penyelidikan, “setelah dibuktikan ternyata tidak ada, masuk dalam soal pembuktian didalam persidangan, ada semacam pelanggaran yang dilalui jadi ada ketentuan yang dilanggar tentang proses peradilan pidana ini mulai dari penyelidikan, penyidikan. Jadi kembali lagi kepada penyidikan .”
Masih dalam keterangannya saksi ahli
berpendapat bahwa dari fakta adanya Sprindik berdasarkan keyakinan ada
peristiwa pidana “ Kalau pendapat saya jika fakta seperti itu, itu namanya
melanggar kewajiban penyelidikan seperti yang dicantumkan dalam pasal 5 KUHAP”.
Menurut kuasa hukum pemohon bahwa proses penyidikan cacat prosedur karena tidak
melalui tahapan penyelidikan sudah dilakukan penyidikan “ Alat bukkti yang kita
sampaikan pada sidang kali ini diperkuat oleh keterangan ahli bahwa proses penyidikan ini cacat
prosedur, dimana polisi tidak pernah melakukan penyelidikan.
Bahwa meskipun didalam alat bukti yang
disampaikan oleh pihak penyidik hari ini menyampaikan ada surat tugas, ada
surat perintah penyelidikan itu setelah rame, faktanya saya 17 tahun jadi
advocate yang namanya surat perintah penyelidikan itu selalu tercantum didalam
konsideran surat panggilan.” Ungkap Sholeh.
Masih menurutnya berdasarkan
keterangan ahli “ Ini yang tadi disampaikan oleh ahli bahwa kalau model begini
tidak bisa, maka itu menjadi tidak sah.Kalau tidak sah kewajiban dari hakim
membatalkan penetapan tersangka itu”.
Kuasa
Hukum termohon yang hadir saat persidangan ketika di konfirmasi belum bisa
memberi komentar “ belum ..belum, untuk
kesimpulan ahli saya akan sampaikan tertulis cukup banyak yang akan saya
komentari, kalau saya lakukan sekarang nanti keliru, anda keliru menyalinnya nanti.”
Tegasnya
Hal menarik dalam sidang
kali ini ketika kuasa hukum mempersoalkan persoalan perkara ini sebagai delik
aduan, dimana orang yang merasa dicemarkan nama baiknya dalam hal ini Bupati
Blitar seharusnya melaporkan langsung, bukan mengkuasakan kepada orang lain
untuk melapor. Seperti dalam keterangan ahli bahwa dalam delik aduan harus
korban yang melaporkan langsung dan tidak bisa dikuasakan kepada orang lain
bahkan kepada pengacara pun hal ini tidak bisa dilakukan.
Sidang
praperadilan ini yang diajukan pemohon
agar nantinya melalui pengadilan apabila terdapat cacat prosedur demi keadilan
hakim dapat
1. Menerima dan mengabulkan
Permohonan Praperadilan PEMOHON untuk seluruhnya.
2. Menyatakan; Penetapan
Tersangka atas diri PEMOHON yang dituangkan dalam Surat Panggilan Nomor;
SPG/248/XI/RES2.5/2018/Satreskrim tanggal 30 Nopember 2018 adalah Tidak Sah
atau tidak sah menurut hukum.
3. Menghukum TERMOHON untuk
meminta Maaf secara terbuka melalui media cetak dan elektronik kepada
PEMOHON;
4. Menyatakan pemulihan hak
dan rehabilitasi nama baik PEMOHON dalam kedudukan dan kemampuan harkat serta
martabatnya
Sidang dilanjutkan Rabu
(19/12) dengan agenda masih keterangan saksi para pihak. Putusan akan dibacakan
setelah penyerahan kesimpulan para pihak yang berlangsung dalam kurun waktu
tidak lebih dari 7 hari. (VDZ)