Surabaya NewsWeek- Jumlah
Kawasan Tanpa Rokok ( KTR ) di Kota Surabaya akan ditambah. Berdasarkan Perda 5
Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok, area yang
masuk Kawasan Tanpa Rokok ada lima kawasan meliputi : sarana kesehatan, tempat
proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum.
Sedangkan, pada Raperda yang saat ini dibahas, menurut Anggota Pansus Raperda
Kawasan Tanpa Rokok DPRD Surabaya, Ibnu Shobir jumlahnya menjadi delapan.
“Selain lima item
sebelumnya, ada penambahan 3 kawasan, yakni tempat kerja, tempat umum dan
tempat lainnya,”papar Ibnu Shobir.
Politisi PKS ini menyebut
dalam aturan nantinya, substansinya ada pengaturan tempat-tempat mana yang
boleh dan tidak untuk merokok. Jadi, Raperda tersebut menjamin hak kesehatan
orang-orang yang tak merokok.
“Raperda ini menjamin hak kesehatan
orang – orang yang tidak merokok, jangan sampai menjadi perokok pasif atau
perokok ketiga,”ujarnya.
Shobir menerangkan, maksud
perokok ketiga berdasarkan pandangan pakar kesehatan masyarakat adalah mereka
yang tak merokok namun, terkena dampak dari perokok, karena lingkungan juga
menyerap nikotin, dan dalam suhu tertentu akan melepaskannya dalam selang waktu
sekitar sebulan.
“Menurut pakar FKM dari
Unair yang kita undang, lingkungan juga menyerap nikotin dan melepaskan dalam
waktu sekitar sebulan,”tandasnya.
Shobir juga mengakui,
penerapan Perda 5 Tahun 2008 tidak maksimal. Pada Raperda Kawasan Tanpa Rokok
yang tengah dibahas di Komisi D diusulkan adanya pasal yang menjamin
implmentasinya.
“Penerapan Perda 5 Tahun
2008 tidak maksimal, jangan buat perda, kalau tidak ada implementasi
penegakkannya,”jelasnya.
Selain kalangan dewan
mendorong adanya perwali, nantinya juga akan ada pengawasan terhadap penerapan
dan penegakkan hukumnya, diantaranya memastikan apakah benar jumlah kawasan
tanpa rokok sesuai dengan data yang ada.
“Kalau dari delapan item
yang diatur masing masing ada 10. Maka ada 80 kawasan tanpa rokok. Jangan
sampai tempatnya gak jelas,” sebut Ibnu Shobir
Anggota Komisi D ini
mengaku, dalam pembahasan KTR, pihaknya menerima keluhan dari Mitra Produsen
Sigaret Indonesia. Menurutnya, berdasarkan keluhan yang disampaikan langsung ke
kalangan dewan, mereka khawatir keberadaan Raperda KTR nantinya mengancam
produksi mereka. Sehingga mengancam pengurangan jumlah karyawan yang bekerja
dengan padat karya.
“Karyawannya sekarang
sekitar seribu, sebelumnya sekitar dua ribu,” paparnya
Ibnu Shobir mengungkapkan,
mitra produsen sigaret berada di beberapa kota, diantaranya di Mojokerto,
lamongan dan lainnya.
Ibnu Shobir mengakui,
produksi rokok ada yang padat karya, namun ada juga yang menggunakan mesin.
Namun demikian, ia menyampaikan
bahwa jumlah produksi rokok terus bertambah. Data dari FKM Unair, meski sudah
ada Perda KTR dan KTM, jumlah produksi rokok kian bertambah.
“Disampaikan pakar,
sebelum ada perda jumlah produksi rokok di Indonesia Per tahun 300 M batang,
sedangkan pasca itu mencapai 340 M per batang,” sebutnya
Ia mengaku, saat ini
kalangan yang merokok tak hanya orang dewasa, bahkan anak-anak juga. Untuk
membatasi itu, pihaknya mendorong pembatasan di advertising, seperti yang
diterapkan di Kulon Progo, Yogyakarta.
“Di Kulon Progo malah
dilarang total,” ungkapnya
Anggota pansus lainnya,
Dyah Katarina mengakui bahwa, usia perokok dini terus bertambah. Melalui
Raperda KTR nantinya, pihaknya mendorong adanya gerakan edukasi di masyarakat secara promotif dan
preventif.
“Kondisi di lapangan,
anak- anak SD sudah ada yang belajar merokok. Makanya kita atur bentuk
pencegahannya,” ujarnya
Politisi PDIP menambahkan,
gerakan edukasi bahaya merokok, bisa melalui ibu-ibu PKK atau konselor sebaya
yang bergerak ke sekolah-sekolah.
“Melibatkan keluarga dan
masyarakat itu penting, disamping sanksi dari penerapan perda, nantinya supaya
ada efek jera,”tambahnya. (Ham)