Surabaya – Setelah
memastikan untuk mengunakan ‘Bus Suroboyo ‘ Anggota Komisi C DPRD Surabaya,
Vinsensius Awey menyarankan, agar pemerintah kota Surabaya mulai memikirkan
rute dan pembangunan halte-halte bus, sebab rute yang ada saat ini merupakan
rute bus damri, bukan rute Bus Suroboyo.
“Ada beberapa diantaranya
rutenya ketemu antara Bus Damri dan Bus Suraoboyo, misalkan di Jalan Basuki
Rahmat,” ujarnya kemarin.
Namun demikian, untuk
kawasan Surabaya Timur hingga Barat belum ada halte-halte yang berdiri. Ini
menurut Awey yang harus segera dipikirkan oleh pemerintah kota untuk membangun
rute baku dari Timur hingga Barat, maupun dari arah Selatan ke Utara.
“Artinya untuk pengadaan
Bus Suroboyo sebagai Moda Transportasi utama, harus diimbangi dengan
pembangunan halte,”tandasnya
Legislator Partai Nasdem
ini menyampaikan, pembangunan halte tak melulu menggunakan dana APBD.
Pemerintah bisa bekerjasama dengan perusahaaan, untuk mewujudkannya.
Pembangunan halte dilakukan di tempat-tempat publik.
“Misalkan, di kawasan
akses mal, kereta api, rumah sakit, sekolah atau ruang publik lainnya,” sebut
Awey
Anggota Komisi C ini
menegaskan, tak semua tempat publik harus memiliki halte. Pemkot Surabaya harus
mengkajinya terlebih dahulu sebelum membangun halte. Jika ada dua tempat publik
yang berdekatan jaraknya, harus dipilih salah satu tempat mana yang strategis.
“Kemudian dikaji kebiasaan
masyarakat jalan kaki, hingga berapa meter radiusnya, jika terlalu jauh akan
mubazir,” katanya
Menurut Awey, apabila ada
kerjasama dengan pihak lain. Maka spek halte yang menentukan adlah pemerintah
kota, bukan pihak pengembang yang memiliki ruang publik di dekatnya.
“Kalau yang bangun
pengembang mal, tak perlu ada kompensasi karena menguntungkan pusat
perbelanjaan itu. Tapi kalau ditempat didaerah tertentu dengan kompensasi
branding produk tertentu, maka kurun waktunya harus dibatasi,” ungkapnya.
Masih Awey, model halte
bus Suroboyo bisa seragam atau tidak. Ia hanya mengusulkan, karena Kota
Surabaya merupakan miniatur kebhinekaan suku-suku yang ada di Indonesia. Maka,
halte bus bisa mengusung corak kebhinekaan model bangunan yang ada di
Indonesia.
“Sehingga orang bisa
selfie di tempat halte yang berbeda. Dan orang mungkin gak menyangka jika
tempat itu ada di Surabaya, karena arsiteknya Jawa, Madura, Batak, Ambon dan
sebagainya,” kata Awey.
Ia mengatakan, mengenai
model tergantung dari kreasi pemerintah kota. Bisa juga modelnya menyatu dengan
ruang publik yang ada di sekitar halte.
“Yang jelas tempat halte
di ruang publik dan memperhitungkan jaraknya berapa radius dengan dari tempat
umum,” tambahnya.( Ham )