SURABAYA - Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Nahlatul
Ulama (NU) menggelar musyawarah pimpinan nasional dalam memperingati ulang
tahun ke 73. Acara yang digelar di Hotel Aria Surabaya ini juga turut dihadiri
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatu Ulama
(NU) dan juga Presiden Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Serikat Buruh Muslimin
Indonesia Nahdlatul Ulama (DPP K Sarbumusi NU) Syaiful Bahri Anshori.
Dalam sambutannya Syaiful Bahri
Anshori menyatakan jika Sarbumusi merupakan wadah yang bisa memperjuangkan
aspirasi buruh. Selain itu, Sarbumusi juga selalu mendorong terciptanya
hubungan industrial yang kondusif dan sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku di negara Indonesia ini.
Sementara perwakilan dari buruh
yakni Syaiful Azhari menyatakan, buruh tetap menuntut pada pemerintah agar
membatalkan PP Nomer 78 tahun 2015 soal pengupahan. " PP 78 yang
sudah ditandatangani Presiden Jokowi ini harus dibatalkan karena sangat
merugikan buruh," ujar aktifis buruh ini.
Dalam PP itu disebutkan, bahwa
kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi pekerja/buruh. Penghasilan yang layak sebagaimana
dimaksud merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil
pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan
keluarganya secara wajar. "Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud
diberikan dalam bentuk: a. upah; dan b. pendapatan non upah," bunyi pasal
4 ayat (2) PP ini.
Adapun kebijakan pengupahan itu
meliputi: a. Upah minimum; b. Upah kerja lembur; c. Upah tidak masuk kerja
karena berhalangan; d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di
luar pekerjaannya; e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; f.
bentuk dan cara pembayaran upah; g. denda dan potongan upah; h. hal-hal yang
dapat diperhitungkan dengan upah; i. struktur dan skala pengupahan yang
proporsional; j. Upah untuk pembayaran pesangon; dan k. Upah untuk perhitungan
pajak penghasilan.
Upah sebagaimana dimaksud terdiri
atas komponen: a. Upah tanpa tunjangan; b. Upah pokok dan tunjangan tetap; atau
c. Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap. "Dalam hal
komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap sebagaimana dimaksud,
besarnya upah pokok paling sedikit 75 persen dari jumlah upah pokok dan
tunjangan tetap," bunyi Pasal 5 ayat (2) PP tersebut.