Surabaya NewsWeek- Dengar pendapat (Hearing) pembahasan Dana Bagi
Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) diruang Komisi D DPRD Surabaya menjadi sorotan
Ketua Komisi D DPRD Surabaya Agustin Poliana. Menurutnya ada beberapa hal yang
menjadi catatan kami soal cukai rokok ada pertimbangan tersendiri.
"Cukai rokok yang
diberikan pemerintah pada masing-masing OPD ada beberapa catatan bagi kami,
bagaimana anggaran cukai rokok bisa melindungi anak-anak terhadap bahaya rokok,
tapi secara spesifik tidak masuk anggaran kita," ucap Agustin usai
hearing.
Ketua Komisi D
menambahkan, harapan kita perlindungan terhadap anak-anak dari bahaya rokok
harus spesifik dan anggaran harus diperjelas.
"Sehingga tidak
ada lagi tulisan dilarang merokok, tapi masih bisa merokok diruangan tertentu.
Dan kita tidak ingin itu terjadi," harapnya.
Perempuan dari fraksi
PDI Perjuangan menegaskan, anggaran sebesar Rp 23,4 milliar yang diberikan oleh
pemerintah pusat itu, diharapkan bukan hanya untuk segi kesehatan. Tetapi juga
untuk bagaimana sosialisasi kepada anak-anak tentang bahaya merokok itu sejauh
mana.
"Karena saya
melihat, trennya sudah menjurus ke anak-anak dibawah usia 4-5 tahun sudah
belajar merokok. Inikan sangat bahaya bagi mereka," tegasnya.
Di waktu yang sama
kepala bidang ekonomi badan perencanaan kota (Bappekko) Ivan Wijaya menjelaskan,
pendapatan cukai 2019 kurang lebih Rp 2,4 milliar akan diplotkan di Dinkes,
BDH, Disnaker dan PTSP.
"Prioritas cukai
sendiri masih untuk kesehatan Rp 9 milliar dan 2 koma sekian untuk alat
kesehatan. Di BDH juga untuk alat kesehatan Rp 4, sekian milliar, Rp 7,8 di
Disnaker untuk pelatihan dan PTSP cuma Rp 65 juta saja." terangnya.
Masih menurut Kabid
Ekonomi Bappeko, beda dengan pajak roko. Pajak rokok yang Rp 64 milliar
alokasinya 50 % untuk alokasi PBI (Peserta Bebas Iuran). Sedangkan yang Rp 32
milliar, 50 % untuk anggaran-anggaran lain sebagai blok grand.