Surabaya NewsWeek- Pemerintah
Kota (Pemkot) Surabaya terus berupaya untuk menangkal adanya kabar bohong atau
biasa disebut berita hoax yang menyebar di masyarakat. Berbagai strategi pun
dilakukan untuk menangkal berita hoax tersebut. Agar informasi yang belum pasti
kebenarannya itu, tidak terus meresahkan masyarakat, khususnya bagi warga Kota
Surabaya.
Kepala Bidang
Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPB Linmas Kota Surabaya Hendry Simanjuntak
mengatakan selama ini jika ada isu yang ramai dibincangkan masyarakat, baik
melalui media sosial atau aplikasi messenger, pihaknya
langsung melakukan cek dan ricek kebenaran berita tersebut.
“Kami sering
ditugaskan untuk melakukan cek dan ricek apabila ada suatu berita atau
informasi yang meresahkan masyarakat,” kata Ucok sapaan akrabnya saat jumpa
pers di Kantor Humas Pemkot Surabaya, Kamis, (18/10/18).
Seperti beberapa waktu
lalu, kata dia, adanya kabar kolam renang yang dapat bergerak airnya. Pihaknya
mengaku langsung melakukan pengecekan ke lokasi dan berkoordinasi dengan pihak
BMKG maupun pengelola kolam renang, untuk memastikan kebenaran berita tersebut.
“Jadi kami sampaikan kebenaran berita atau informasi dengan cek dan ricek
sumber berita itu. Apabila kondisinya sudah meresahkan warga,” ujarnya.
Selain itu, lanjut
dia, beberapa waktu lalu juga ramai dibincangkan masyarakat terkait hasil
penelitian dari Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) yang menyebut
adanya dua patahan aktif di Surabaya. Kendati demikian, ia mengaku langsung
melakukan cek dan ricek untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut. “Bahwa
memang benar kalau Surabaya dilintasi dua patahan aktif, yakni sesar waru dan
Surabaya,” terangnya.
Penelitian dari ITS
juga menyebutkan, jika Surabaya terjadi gempa, maksimal hanya mencapai 6,5
skala richter. Dan itu tidak berpotensi tsunami. Sebab, syarat untuk terjadi
tsunami minimal 7,5 skala richter. Kendati begitu, pihaknya langsung melakukan
sosialisasi mitigasi bencana ke masyarakat. Ia berharap agar masyarakat tidak
perlu resah adanya informasi dua patahan aktif tersebut.
“Jadi tugas kami
menyampaikan kebenaran berita, sehingga nantinya diharapkan masyarakat tidak
resah terhadap adanya berita-berita hoax,” tambahnya.
Kepala Bidang
Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo)
Kota Surabaya Sri Puri Suryandari menyampaikan Pemkot Surabaya melalui
Dinkominfo memiliki peran penting untuk menangkal hoax. Bukan hanya dari sisi
pemerintahan, melainkan juga dari sisi masyarakat. Yakni dengan melakukan
pendekatan langsung ke masyarakat dengan bantuan organisasi KIM (Kelompok Informasi
Masyarakat).
“Kita juga dibantu KIM
dalam menangkal hoax itu. Jika ada isu atau kabar yang ramai dibincangkan
masyarakat, biasanya KIM langsung membantu mencari kebenaran dan menyebarkan
informasi tersebut,” terangnya.
Disamping itu,
pihaknya mengaku juga mempunyai strategi khusus dalam menangkal beredarnya
kabar hoax di masyarakat. Selain dibantu dengan organisasi KIM, media sosial
dan website resmi juga dimaksimalkan untuk menangkal beredarnya kabar hoax
tersebut. “Kita juga punya media sosial Sapawarga dan juga bekerjasama dengan
Bagian Humas (Bangga Surabaya). Kita sampaikan ke masyarakat jika ada
berita-berita yang tidak benar,” kata dia.
Sementara itu, Pakar
Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Masitoh Indriani mengapresiasi
atas upaya yang dilakukan Pemkot Surabaya dalam menangkal berita-berita hoax
yang muncul di masyarakat.
“Saya mengapresiasi Sapawarga dan BPB Linmas, karena
sudah membantu masyarakat dalam mengatasi beredarnya kabar-kabar hoax,” katanya.
Masitoh mengungkapkan
fenomena hoax tidak hanya terjadi di Indonesia. Melainkan juga terjadi di
Negara lain. Seperti Amerika, Filipina, Singapura dan Inggris. Hal itu
membuktikan bahwa masyarakat yang berpendidikan tinggi pun bisa terserang hoax.
“Jadi dimana-mana orang dengan tingkat pendidikan yang tinggi pun bisa terkena
hoax. Ini adalah gejala global,” ungkapnya.
Data penelitian
Fakultas Hukum Unair menyebutkan, ada tujuh media yang biasa dijadikan alat
untuk penyebaran hoax. Yakni melalui radio, email, media cetak, televisi, situs
web, aplikasi chatting (whatsapp, line, telegram) dan sosial media (facebook,
twitter, instagram, path. Namun, kata Masitoh, sosial media masih mendominasi
tertinggi sebagai alat penyebaran hoax tersebut. Yakni, dengan presentase 92,40
persen, kemudian diikuti aplikasi chatting dengan presentase 62,80 persen.
“Hoax ini bagian kecil, namun dampaknya yang luar biasa,” imbuhnya.
Ia menambahkan minat
baca masyarakat menjadi salah satu indikator penyebab seseorang gampang terserang
hoax. Sebab menurutnya, terkadang masyarakat jika mendapat sebuah informasi
langsung mencerna, tanpa melakukan cek dan ricek kebenaran berita tersebut.
Menurut dia, gelombang sebesar apapun jika literasi kurang, maka seseorang akan
mudah terjerumus dalam kabar hoax.
“Jadi kita kembalikan ke pribadi kita
masing-masing, apa kita sudah cukup terliterasi,” tutupnya. ( Ham )