Surabaya NewsWeek- Tiga
saksi dimintai keterangannya pada sidang kasus pembangunan Pasar Turi di Pengadilan
Negeri (PN) Surabaya, Senin (1/10/2018). Tiga saksi mengaku tidak mengerti saat
ditanya soal adanya putusan kasasi gugatan perdata PT Gala Bumi Perkasa (GBP)
melawan PT Graha Nandi Sampoerna (GNS).
Padahal, dalam putusan
kasasi perkara perdata No.1240 K/Pdt/2018 tersebut, Mahkamah Agung (MA)
memutuskan menolak permohonan kasasi PT Graha Nandi Sampoerna (GNS) milik Teguh
Kinarto dan Heng Hok Soei, yang dalam pertimbangan hukumnya menyebutkan PT. GNS
telah melanggar Notulen Kesepakatan 13 September 2013 untuk tidak mencairkan
dana bilyet giro-giro sampai dengan dibuatnya akta-akta tersebut,
Dan menyatakan putusan
Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Surabaya dalam perkara perdata ini tidak
bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang. Amar Putusan banding-nya,
antara lain: menghukum PT.GNS membayar ganti rugi Rp 10 miliar, menghukum
PT.GNS untuk memenuhi kesepakatan dalam Notulen Kesepakatan tanggal 13
September 2013.
Tiga saksi yang
diperiksa diantaranya, Irianto (Direktur PT GNS), Widjijono Nurhadi (pemegang
saham PT GNS), dan Tee Teguh Kinarto (Komisaris Utama PT GNS). Ketiganya
menjalani pemeriksaan secara terpisah, dimana Irianto diperiksa terlebih
dahulu.
Dalam keterangannya,
Irianto mengaku diangkat sebagai Direktur PT GNS pada Agustus 2015. Meski tidak
mengetahui secara langsung awal mula kerjasama pembangunan Pasar Turi, Irianto
akhirnya mengetahui hal itu dari notulen kesepakatan.
“Notulen kesepakatan
itu dibuat sebelum saya menjabat sebagai Direktur PT GNS. Intinya saat itu PT
GBP butuh dana sekitar Rp 60 miliar untuk pembangunan Pasar Turi,”
ujarnya.
Namun Irianto langsung
berkelit saat ditanya perihal gugatan perdata antara PT GBP melawan PT GNS.
Dirinya mengaku mengetahui gugatan perdata tersebut, hanya saja tidak
mengetahui detail gugatan tersebut. “Saya tahu gugatannya, hasilnya sampai
sekarang tidak tahu,” katanya.
Irianto menambahkan,
Notulen Kesepakatan 13 September 2013 yang diberikan kepada penyidik untuk
dijadikan barang bukti hanya berupa fotocopy. Yang asli tidak ada, hanya
fotocopy. Saya hanya menyerahkan ke polisi berupa fotocopy. Notulen yang asli
saya tidak punya,” kilah Irianto.
Menurut Irianto, di
tingkat PN Surabaya gugatan perdata tersebut dimenangkan oleh PT GNS. Namun
untuk putusan banding dan kasasi yang akhirnya dimenangkan oleh PT GBP, Irianto
mengaku tidak tahu. “Putusan kasasi saya tidak tahu, putusan banding saya juga
tidak tahu,” katanya.
Saksi kedua yang
diperiksa yaitu Widjijono Nurhadi. Keterangan yang disampaikan Widjijono tak
jauh seperti keterangan yang disampaikan oleh Irianto. Saat dicecar oleh kuasa
hukum Henry soal gugatan perdata, Widjijono juga mengaku tidak mengetahui
secara detail. “Kalau soal itu saya tidak mengetahui detailnya,” terangnya.
Sementara itu, Tee
Teguh Kinarto menjadi saksi ketiga yang diperiksa. Kepada majelis hakim, Teguh
malah menyebut dirinya tidak mengetahui gugatan perdata antara PT GBP dan PT
GNS terkait pembangunan Pasar Turi.
“Apakah saudara saksi
pernah memberikan salinan putusan PN Surabaya tentang gugatan perdata (PT GBP
melawan PT GNS) ke penyidik sesuai Surat Tanda Penerimaan Bareskrim Polri
tertanggal 13 Desember 2016?” tanya Agus Dwi Warsono, kuasa hukum Henry kepada
Teguh.
Atas pertanyaan
tersebut, Teguh berkelit mengaku tidak mengetahuinya. Menurutnya, terkait kasus
ini telah diserahkan semua ke pengacaranya. “Tidak tahu, semua saya serahkan ke
pengacara. Saya hanya serahkan saja,” kata Teguh menjawab pertanyaan Agus.
Usai sidang, Agus Dwi
Warsono menjelaskan, ketiga saksi yang diperiksa selalu berkelit saat ditanya
perihal gugatan perdata yang akhirnya dimenangkan oleh PT GBP.
“Mereka seolah-olah
tidak ingat dan tidak tahu. Padahal faktanya yang menyerahkan putusan perdata yaitu
Pak Teguh,” paparnya.
Atas sikap ketiga
saksi tersebut, Agus berharap majelis hakim yang diketuai Anne Rusiana bisa
bersikap arif dan bijak, obyektif serta imparsial dalam memimpin pemeriksaan
perkara aquo.
“Kami berharap majelis
hakim objektif, jernih dalam menilai keterangan 3 saksi ini, dan menggali
kebenaran materil kenapa 3 saksi itu berkelit memberikan keterangan menyangkut
putusan perdata PT.GBP lawan PT.GNS, dengan alasan tidak tahu,” ujarnya.
Agus Dwi Harsono menambahkan, Padahal putusan perdata PT.GBP lawan PT.GNS yang telah
berkekuatan hukum tetap itu adalah bukti sempurna mengenai Notulen Kesepakatan
13 September 2013.
“Sudah diuji dan
dinilai oleh Hakim Tinggi dan Hakim Agung, tapi notulen kesepakatan tersebut
oleh saksi Iriyanto, Widjijono dan Teguh Kinarto dijadikan barang bukti di
persidangan perkara penipuan atau penggelapan yang didakwakan terhadap Henry”,
pungkas Agus. ( Ham )