Surabaya NewsWeek- Nur
Basuki, dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga dimintai keterangannya
sebagai ahli pidana atas kasus dugaan penggelapan pembelian saham Gala Megah
Invesment Joint Operation (GMI-JO). Dalam keterangannya, Basuki menyebut surat
asli memiliki kekuatan nilai pembuktian dibandingkan surat fotocopy.
Awal sidang, Basuki
diminta untuk menjelaskan perihal unsur pasal 378 dan 372 dalam KUHP.
Menurutnya, dalam pasal tersebut ada unsur objektif dan subjektif. “Unsur
objektif seperti memakai nama palsu, martabat palsu, hingga jabatan palsu.
Unsur subjektifnya yaitu menggerakkan orang lain agar orang lain menyerahkan
suatu benda atau memberi hutang,” ujar Basuki pada sidang yang digelar di
Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (22/10/2018).
Selain itu, Basuki
juga menjelaskan perbedaan penipuan dengan wanprestasi. Menurutnya, perbedaan
yang mendasar adalah sebelum peristiwa terjadi harus ada kata2 bohong. “Contoh
A dan B jual beli kayu. A jual kayu, B beli kayu. Sebenarnya A tidak punya
kayu, jadi B tertarik oleh kata-kata bohong A yang mengaku punya kayu,”
terangnya.
Dalam kesaksianya
sebagai ahli, Basuki juga menyampaikan bukti notulen asli lebih kuat daripada
berupa fotocopy. Pernyataan ini disampaikan menanggapi pertanyaan Agus Dwi
Warsono, kuasa hukum Henry soal pasal penipuan dan penggelapan. “Ternyata ada
bukti asli surat yang berbeda dengan bukti foto kopi surat yang disita
penyidik. Terkait dengan proses pembuktian, yang punya nilai pembuktian itu
yang asli atau yang berupa fotocopy?” tanya Agus kepada Basuki.
Atas pertanyaan Agus
tersebut, Basuki menjawab bahwa nilai kekuatan pembuktian yang paling kuat
adalah surat yang asli. “Kalau soal itu ya pasti yang asli,” terang Basuki
kepada Agus.
Pertanyaan Agus
tersebut mengacu pada surat notulen kesepakatan 13 September 2013 berupa
fotocopy yang dijadikan barang bukti dalam kasus ini. Sementara surat notulen
kesepakatan asli berada di tangan Henry. Selain itu, surat notulen tersebut
merujuk pada bukti yang dibawa Paulus Welly Affandi alias Wefan pada sidang
sebelumnya yang berupa dokumen fotocopy.
Selain itu, Basuki
juga menjelaskan soal bilyet giro (BG) yang di dalam dakwaan disebutkan tidak
bisa dicairkan. Dalam kasus ini BG tidak bisa dicairkan dan rekening tidak
ditutup bisa diartikan wanprestasi. "Jadi begini, BG itu jaminan utang.
Kalau sekarang BG diterbitkan terus dicairkan kan belum tentu ada diuitnya
karena ada tanggalnya. Tapi berbeda manakala BG diterbitkan, terus kemudian
besok sore rekening ditutup, lha mens reanya (niat melakukan kejahatan) disitu.
Kalau memang duitnya kurang, namun ada niat untuk menyelesaikan BG, belum
ditemukan mens reanya. Berbeda kalau terbitkan BG, besok rekening ditutup itu
mens reanya,” papar Basuki.
Sementara itu, Agus
Dwi Warsono saat dikonfirmasi menjelaskan, dalam akte 18 tersebut jelas
disebutkan bahwa PT Graha Nandi Sampoerna (GNS) sepakat dimasukkan sebagai
pemegang saham sebesar 50 persen x 51 persen = 25.5 persen pada PT Gala Bumi
Perkasa (GBP) dari 100 persen keseluruhan saham hanya khusus untuk proyek
pembangunan dan pengelolaan pasar turi. Artinya dalam akte 18 tersebut PT GNS
bukan dijanjikan diberi saham dalam perseroan (PT GBP) tapi saham khusus
pembangunan pasar turi.( Ham )