BLITAR – Timbunan
atau Urugan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu timbunan biasa, timbunan pilihan dan
timbuhan pilihan diatas tanah rawa. Timbunan pilihan akan digunakan sebagai
lapis penopang (capping layer) untuk meningkatkan daya dukung tanah dasar, juga
digunakan didaerah saluran air dan lokasi serupa dimana bahan yang plastis
sulit dipadatkan dengan baik.
Timbunan pilihan dapat juga digunakan untuk
stabilisasi lereng atau pekerjaan pelebaran timbunan jika diperlukan lereng
yang curam karena keterbatasan ruangan, dan untuk pekerjaan timbunan lainnya
dimana kekuatan timbunan adalah factor yang kritis. Timbunan pilihan diatas
tanah rawa akan digunakan untuk melintasi daerah yang rendah dan selalu
tergenang air.
Kegiatan pengurugan di proyek pekerjaan RSUD Kabupaten
Blitar di Jl.Dandong Srengat mendapat sorotan media dan LSM. Pasalnya tahap
pekerjaan pengurugan itu dinilai tidak menggunakan material tanah urug yang
semestiya. Dari penelusuran tim, sumber pengambilan material tanah urugan yang terletak di dusun Sadeng Desa
Karangbendo Kecamatan Ponggok adalah tambang pasir yang tidak mempunyai ijin,
hal ini terlihat dilokasi tidak ada papan nama yang menerangkan siapa yang
mengelola tambang tersebut. Dari keterangan warga setempat yang sehari harinya
berada ditambang tersebut menyampaikan bahwa lahan tambang dikuasai oleh
perorangan.
Disamping itu material tanah urug disitu hanyalah berupa
pasir dan tidak ada campuran batunya. Saat dikonfirmasi dilokasi proyek Deputy
PT.Karya Bisa Surya Wisena terkait bahan urugan membantah bila tanah urugan
tidak sesuai spek “ Kalau di RAB bunyinya urugan tanah saya pikir sudah sesuai
dengan apa yang ada di RAB itu “.
Ketika ditanyakan pengambilan tanah urug
berasal dari tambang legal Surya Wisena meyakinkan bahwa diambil dari tambang
resmi “ masalah itu saya yakin itu sudah ada tapi kan kita perlu buktinya,
nanti tetap kita siapkan kalau untuk legal dan illegal saya yakin legal dari
pengadaan maupun dari kueri nya saya yakin legal” tegasnya.
Kebutuhan tanah urug untuk pengurugan proyek di RSUD Srengat
ini menurut informasi yang didapatkan dibutuhkan 12.000 M3, namun berbeda
dengan apa yang disampaikan oleh Surya Wisena hanya 6.000 M3. “ Berdasarkan yang
tertera di RAB hanya 6.000 M3” Ujarnya.
Lembaga pengawas independen (Us) yang berada dilokasi ketika
itu (15/09) juga menyoroti kegiatan
pengurugan di Proyek pembangunan RSUD srengat menilai bahwa apa yang telah
dilakukan kontraktor pelaksana telah menyimpang dari ketentuan dengan melakukan
pengurugan menggunakan material tanah urug yang tidak sesuai spek. “
Spesifikasi yang kaitannya material pengurugan memang menyalahi prosedural yang
diatur di UU minerba berkaitan galian C tidak dipenuhi. Yang mana sirtu atau
urugannya itu tidak berijin yaitu IUP yang diatur oleh UU tsb.” Ujarnya.
Terkait prosedur uji lab terhadap material Us berkomentar “ ya
sebenarnya dari pihak kontraktor PT.Karya Bisa seharusnya waktu memerlukan
material menerima penawaran dari pihak penyedia seperti sampel, ijin prinsipnya
tersebut ini sudah memenuhi syarat apa belum”. Tegasnya. Us juga pernah memberi
masukan perihal material kepada PA (pengguna anggaran) dan segera menghentikan
kegiatan tersebut sebelumnya, namun kenyataanya masih tetap dilanjutkan oleh
kontraktor pelaksana.
Dari fakta dilapangan Tim masih menemukan kejanggalan kaitan
pemasangan tiang pancang yang diduga asal-asalan, alasanya pemasangan tiang
pancang seyogianya melihat kelayakan dari kepadatan urugan dahulu yang sudah
PDA test. Dari tiang pancang yang sudah dipasang tidak ada sisa besi untuk
dikaitkan ke pilecap, kemudian sisa tiang pancang yang sudah dipasang cukup
panjang hal ini merupakan pemborosan yang harusnya perencanaan dan MK sudah
matang dalam perhitungannya.(VDZ)