Surabaya NewsWeek- Henry
J Gunawan, Direktur Utama PT Gala Bumi Perkasa (GBP) akhirnya menjawab tuduhan
atas kasus dugaan penggelapan pembelian saham pembangunan Pasar Turi. Melalui
kuasa hukumnya, Henry menyebut bahwa pembelian saham sebesar Rp 240 milyar
untuk pembangunan Pasar Turi belum pernah terjadi karena hanya sebatas MoU.
Terkait pembelian
saham, Agus Dwi Warsono, kuasa hukum Henry menjelaskan, awalnya kongsi bisnis Henry
yaitu Teguh Kinarto dan Shindo Sumidomo alias Heng Hok Soei yang merupakan bos
PT Graha Nandi Sampoerna (PT GNS) pada 23 Maret 2010 hingga 5 Juli 2010
menyetor sejumlah dana ke Gala Megah Invesment Joint Operation (GMI-JO).
GMI-JO merupakan perusahaan yang digunakan untuk menangani pembangunan dan
pengelolaan Pasar Turi Baru.
Penyetoran dana
sebesar Rp 17 miliar atau 25,5 persen oleh PT GNS tersebut tercatat sebagai
perjanjian pengakuan utang dengan akte nomor 15 tertanggal 6 Juli 2010.
“Nah
dana tersebut dipakai oleh PT Graha Nandi Sampoerna untuk modal kerja
pembangunan. Pinjaman itu bukan hutang Pak Henry dan tidak pernah pakai,” kata
Agus saat dikonfirmasi, Rabu (19/9/2018).
Kemudian, dibuat
kembali akta perjanjian nomor 18 tertanggal 14 Juli 2010, disebutkan sebesar Rp
17 miliar lagi atau 25,5 persen dimasukkan sebagai saham pada PT GBP. Atas
pembelian saham tersebut, Teguh Kinarto yang saat itu menjabat sebagai Direktur
GMI-JO memperlakukan dana saham tersebut seolah-olah utang kepada PT GNS dengan
bunga yang pembayarannya disetor kepada PT Podo Joyo Mashur (PJM) dan Heng Hok
Soei.
"Padahal, PT PJM tidak
ada hubungan atau terikat perjanjian apa pun dengan GMI-JO atau dengan PT GBP.
“Pak Henry tidak pernah pinjam uang. Bahkan sudah dibayarkan kembali kepada PT
Podo Joyo Mashur dan Heng Hok Soei sebagai pembayaran saham senilai 59 mikiar,”
jelasnya.
Menurut Agus, fakta
yang dibeberkan tersebut diketahui setelah keluarnya hasil audit forensik.
Audit tersebut menyatakan telah terjadi penyimpangan dalam hal pengeluaran
anggaran untuk pembelian material bangunan Pasar Turi. “Ternyata hasil audit
forensik tidak ada materialnya,” tambahnya.
Atas fakta tersebut,
Agus menegaskan bahwa Henry secara pribadi dan PT GBP sama sekali tidak pernah
menggunakan anggaran pinjaman tersebut.
“Itu sebetulnya cuma akta tipu-tipuan
dan dipakai sendiri oleh Graha Nandi Sampoerna sebagai modal kerjanya sendiri,”
tambahnya.
Tak hanya itu, Agus
juga menilai tuduhan penggelapan terhadap Henry terlihat dipaksakan. Pasalnya,
kasus tersebut sebenarnya sudah inkracht dengan keluarnya putusan perdata
Mahkamah Agung (MA). Putusan tersebut menjatuhkan denda sebesar Rp 10 miliar
kepada PT GNS yang dimiliki oleh Teguh Kinarto dan Heng Hok Soei dan dibayarkan
ke PT GBP.
“Lalu apa yang digelapkan? Kok Pak Henry dituduh melakukan
penipuan,” pungkas Agus. ( Ham )