Surabaya NewsWeek- Mekanisme pelayanan
kesehatan bagi peserta BPJS mulai hari ini berubah. Berdasarkan Peraturan
Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS tahun 2018, rujukan berobat harus
melalui tipe D sebelum ke tipe C, B dan A. Peraturan baru ini pun berimbas
kepada pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit, termasuk di Kota
Surabaya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Febria
Rahmanita mengatakan dalam rangka menyikapi peraturan baru yang dinilai
merugikan masyarakat ini, Wali Kota Surabaya Tri Rismahairni mengirimkan surat
kepada Kementerian Kesehatan dan Direktur Utama BPJS agar meninjau ulang
mekanisme pelayanan rujuk berobat. Pasalnya, prosedur baru tersebut membebani
masyarakat dan rumah sakit, dan Surabaya sudah merasakan dampak peraturan baru
itu.
“Bu Wali Kota sudah membuat surat ke Kemenkes
dan Dirut BPJS yang isinya meminta peraturan itu ditinjau ulang,” kata Febria
Rahmanita saat jumpa pers di Kantor Humas Pemkot Surabaya, Sabtu (22/9/2018).
Menurut Febria, dalam peraturan baru itu, alur
rujukannya semakin panjang. Padahal selama ini, pasien berobat mulai dari
fasilitas kesehatan tingkat pertama, yakni puskesmas, klinik maupun dokter
praktek swasta kemudian bisa dirujuk ke rumah sakit tipe D, C dan B atau ke
semua tipe rumah sakit. Namun, kini mekanismenya harus berjenjang dari D ke C,
B dan A.
“Padahal, di Kota Surabaya ini jumlah rumah
sakit tipe D hanya sebanyak 9 rumah sakit, tipe C sebanyak 10, tipe B 11 rumah
sakit dan tipe A ada 2 rumah sakit, yakni Rumah sakit Dr. Soetomo dan RSAL,”
kata dia.
Ia menjelaskan setiap hari jumlah pasien yang
berobat di puskesmas sekitar 100 – 400 pasien. Jika dirata-rata tiap hari, ada
200 pasien yang berobat di 63 puskesmas yang ada di Kota Pahlawan ini, itu
artinya sekitar 12 ribu hingga 24 ribu pasien yang membutuhkan pelayanan di
fasilitas kesehatan di tingkat satu.
Ia khawatir, dengan jumlah yang relatif besar
tersebut tak mampu dilayani oleh rumah sakit tipe D. Pasalnya, di rumah sakit
tersebut, jumlah tenaga dokter dan jenis pelayanannya juga terbatas. “Di tipe D
jumlah dokter yang menangani penyakit tertentu biasanya 1-2 orang,” ujarnya.
Padahal menurutnya, jumlah peserta BPJS di
Kota Surabaya sekitar 2,2 juta pasien. Dari jumlah itu, sebanyak 452 ribu orang
adalah peserta PBI, dimana premi BPJS dibayar oleh Pemkot Surabaya. Kadinkes
Kota Surabaya menyampaikan, jumlah premi BPJS warganya yang ditanggung
pemerintah kota mencapai Rp 10,5 M, tiap bulannya.
Namun demikian, pemerintah kota berupaya
memberikan kemudahan pelayanan kesehatan bagi warganya. Untuk mengurangi beban
masyarakat, pemerintah kota menggunakan alternatif lain yakni cara manual.
Meski imbasnya, anggaran yang dibutuhkan akan bertambah.
“Karena tak bisa
diklaimkan ke BPJS, pemkot nanti akan intervensi,” katanya.
Jumlah rumah sakit di Surabaya sekitar 60
unit. Dari jumlah itu sebanyak 40 rumah sakit yang sudah bekerjsama dengan
BPJS.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (Persi) Jatim Dodo Anondo mengatakan peraturan baru ini
nantinya akan tambah mempersulit masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatannya. Bahkan, ia menduga akan banyak antrian di berbagai tempat
pelayanan kesehatan.
“Saya tidak bisa membayangkan banyaknya antiran nanti di
berbagai tempat pelayanan kesehatan, karena ini memang banyak kendalanya,”
pungkasnya. ( Ham )