Surabaya NewsWeek- Henry J Gunawan, Direktur Utama PT Gala Bumi
Perkasa (GBP) ditahan saat menjalani pelimpahan tahap dua di Kejaksaan Negeri
(Kejari) Surabaya. Atas penahanan itu, kuasa hukum Henry yaitu Yusril Ihza
Mahendra mengaku menyesal.
Selain menyesalkan
proses penahanan terhadap Henry, Yusril juga menyayangkan sikap penyidik
Bareskrim Mabes Polri yang dinilainya melanggar kesepakatan. “Sesuai
kesepakatan dan surat yang saya teken, Pak Henry akan hadir untuk menjalani
pelimpahan tahap dua pada 7 September 2018,” terangnya.
Namun ternyata
penyidik tiba-tiba menjemput paksa Henry usai menjalani sidang di Pengadilan
Negeri (PN) Surabaya pada 8 Agustus 2018. Kemudian Henry ditahan Kejari
Surabaya usai menjalani pelimpahan tahap dua. “Ini ada apa sih? Nahan-nahan
gini?” katanya.
Mantan Menteri Hukum
dan HAM (Menkumham) ini juga menjelaskan, kasus atas laporan Teguh Kinarto yang
akhirnya membuat Henry ditahan ini sebenarnya tidak bisa dibawa ke pengadilan.
Pasalnya, lanjut Yusril, kasus ini telah dinyatakan murni perdata oleh Mahkamah
Agung (MA) dan bahkan sudah inkracht.
Perkara ini sebenarnya
perkara perdata antara PT Graha Nandi Sampoerna (GNS) dengan PT GBP. Di tingkat
kasasi, Mahkamah Agung akhirnya memenangkan PT GBP. “Kami sudah berkali-kali
menyampaikan ke penyidik kepolisian bahwa kasus ini sudah ada putusan MA.
Putusan MA menyatakan bahwa kasus ini murni perdata. Bahkan Pak Teguh Kinarto
sebagai pelapor dalam kasus ini yang menyebabkan Pak Henry ditahan sudah
dinyatakan kalah di pengadilan perdata dan harus membayar Rp 20 miliar ke Pak
Henry. Ini kan perjanjian kerjasama pembangunan Pasar Turi,” ungkapnya.
Karena sudah
dinyatakan murni perdata, maka menurut Yusril, kasus ini sudah tidak bisa
dipidanakan. “Ini kan sudah selesai. Masak orang sudah dinyatakan kalah dalam
perkara perdata oleh MA, kok masih bisa melaporkan orang dari aspek pidana.
“Tapi itu tidak digubris dan perkara ini akhirnya di-P21, hingga diserahkan ke
kejaksaan dan Pak Henry akhirnya ditahan,” beber Yusril.
Menurut Yusril, kasus
pidana ini seharusnya tidak bisa diajukan ke muka persidangan. “Menurut
pendapat saya ya, mestinya kalau suatu sengketa sudah diselesaikan secara
perdata dan sudah jelas siapa yang salah dan siapa yang benar, maka itu tidak
bisa dilarikan ke ranah pidana. Sedangkan bukti-bukti yang digunakan pidana
sama dengan bukti-bukti yang digunakan di persidangan perdata,” tegasnya.
Sementara itu, sidang
pembacaan tuntutan kasus Pasar Turi akhirnya terpaksa ditunda. Pasalnya, Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Darwis mengaku belum siap dengan tuntutannya. Majelis hakim
yang diketuai Rochmad pun akhirnya memutuskan untuk menunda sidang.