Surabaya Newsweek- Pasca ditetapkannya
Peraturan Presiden (Perpres) baru terkait pengadaan barang dan jasa
pemerintah nomor 16 tahun 2018, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menekankan
kepada seluruh jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk memahami alur
pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
“Semua harus mengikuti
sosialisasi ini sampai selesai supaya paham dan jika, tidak tahu jangan malu
untuk bertanya, karena ke depannya menyangkut proses pengadaan barang dan jasa
di lingkungan Pemkot Surabaya agar, ketika pelaksanaan tidak menimbulkan
masalah khususnya masalah pidana,” tegas Wali Kota Risma.
Kabag Administrasi
Pembangunan Robben Rico menambahkan, sosialisasi pengadaan barang dan jasa
diadakan selama 3 hari (2-4 Juli). Di hari pertama, kata Robben, dihadiri oleh
seluruh Kepala OPD Pemkot Surabaya dan seluruh pejabat pembuat komitmen. Lalu,
di hari kedua dan ketiga masing-masing Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan,
Pejabat Pengadaan, Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan, kelompok Kerja Pemilihan
(ULP) dan Pengurus Barang.
“Kita bagi supaya
peserta dapat mengikuti arahan dengan baik karena kalau terlalu banyak takutnya
tidak efektif,” kata Robben di sela-sela acara.
Robben berharap,
seusai arahan selama tiga hari, Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Surabaya
dapat melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa sesuai dengan aturan Pemkot
Surabaya.
Sementara itu, Hardi
Afriansyah selaku Kepala Subdirektorat Pekerjaan Konstruksi pada Direktorat
Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang dan Jasa Pemeritah (LKPP) mengatakan, perbedaan Perpres nomor 54 tahun
2010 dan Perpres nomor 16 tahun 2018 adalah konsep, struktur lebih ramping
serta menyesuaikan dengan daspraktis perkembangan di dunia internasional.
“Konsep Perpres nomor
16 ini lebih simplifikasi norma pengadaan. Artinya, norma-norma yang diatur
bersifat umum saja dan tidak mengatur norma-norma teknis atau prosedural. Jadi
aturan lebih simpel,” ujarnya.
Disampaikan Hardi,
Perpres nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa yang berlaku
sejak 1 Juli 2018 itu menghasilkan 12 aspek baru yang saat ini telah diatur
antara lain, value money, pekerjaan integrasi (gabungan tipe
pengadaaan sesuai dengan tujuan), kekuatan di aspek perencanaan, agen
pengadaan, konsolidasi untuk mendorong paket sejenis, memperkenalkan swakelola
untuk ormas, repeat order (pemesanan berulang untuk
konsultan), refresh order (penawaran harga secara berulang
untuk mendapatkan harga terbaik), pengecualian (norma-nomra yang mengatur pengadaan
sesuai dengan kondisi pasar), penelitian (berbasis kontrak agar fokus dan tidak
dihambat oleh proses pengadaan), e-marketplace serta hasil
elektronik pemerintah dan penyelesaian sengketa kontrak.
“Diharapkan dengan
munculnya keduabelas aspek baru mampu meningkatkan anggaran, mengurangi
hambatan dalam proses pengadaan serta meningkatkan kualitas hasil pengadaan
barang dan jasa dari pemerintah,” tuturnya.
Ditanya manfaat agen
pengadaan yang sebelumnya tidak ada, Hardi menjelaskan bahwa pemerintah menyadari
secara penuh bahwa SDM pemerintah terkadang-kadang tidak sesuai dengan
kebutuhan pengadaan itu sendiri.
“Ada barang jasa yang kompleks, ada barang
jasa yang kondisi pasar dan kualitas tidak diketahui oleh SDM pemerintah atau
SDM pemerintah tidak didekasikan untuk pekerjaan itu. Maka dalam kondisi ini
pakai saja agen pengadaan,” tuturnya.
Selain penambahan 12
aspek baru, Hardhi menyebutkan ada beberapa perubahan istilah dalam Perpres no
54 tahun 2010 ke Perpres no 16 tahun 2018 seperti, K/L/D/I menjadi K/L/PD, lalu
dokumen pengadaan menjadi dokumen pemilihan, lalu istilah
pejabat/panitia penerima hasil pekerjaan berubah menjadi pejabat/panitia
pemeriksa hasil pekerjaan.
Selain itu, perubahan
ULP menjadi UKPBJ, Lelang menjadi Tender, Pokja ULP berubah menjadi Pokja
Pemilihan serta Sistem Gugur menjadi Harga Terendah.( Ham )