SURABAYA - Pdt Purnawan salah
satu hamba tuhan juga kuasa hukum Lusy mengatakan kepailitan dan PKPU
(Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) adalah kejahatan yang sistematis di
dunia perbankan. Karena itu dia mengajak para pihak untuk membongkar konspirasi
kejahatan perbankan dengan modus kepailitan.
Kejahatan sistematis tersebut tampak dari persekongkolan para pihak yang
bekepentingan. Bahkan dilakukan dari lini terbawah hingga pengadilan. Mulai
dari kreditor, pengurus, kurator, pengadilan, lembaga lelang, bahkan pembeli
lelang pun telah dipersiapkan.
“Masalah ini sangat serius. Ini adalah kejahatan yang sistematis yang
dilakukan oleh oknum-oknum perbankan dan pengadilan,” tukas Pdt Purnawan L
.Senen (2/7/2018). Fenomena ini sangat bertolak belakang dengan semangat UU No.
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. UU ini digodok mantan Menteri Hukum
dan Ham ini delapan tahun silam.
Menurutnya, lahirnya undang-undang ini untuk memulihkan bank dari krisis
1998 dan melindungi bank dari debitor nakal. Akan tetapi, setelah bank pulih
dan kuat, keadaan justru menjadi terbalik. Bank dengan mudah memailitkan
debitornya tanpa alasan yang kuat.
Pdt Purnawan menambahkan hal ini telah banyak terjadi dalam praktek. Bank
langsung memailitkan perusahaan untuk memenuhi kewajiban debitor. Lalu, kurator
pun bisa berbuat apa saja untuk melelang harga debitor dan menentukan budel
pailit, dan melelang harta debitor dengan harga yang murah.
Apabila perusahaan tidak memiliki kreditor lain, seperti syarat UU
Kepailitan dan PKPU mensyaratkan yang minimal harus memiliki utang kepada
minimal dua kreditor, bank pun memutar otak. Bank lalu mencari kreditor
tambahan. Bahkan, tak tanggung-tanggung, instansi pemerintah seperti Dinas
Pendapatan Daerah (Dispenda) pun ditarik menjadi kreditor bahkan Asuransi juga
dijadikan kreditor.“Ini tujuannya sudah jelas untuk merampok kekayaan debitor.
Ini mengerikan,” lanjutnya.
Terkait hal ini, Pdt Purnawan atau bisa disebut Hamba tuhan mengajak
seluruh pihak terkait untuk saling bersinergi dalam membongkar kejahatan pailit
di dunia perbankan. Pdt purnawan juga mengimbau DPR untuk merevisi UU
Kepailitan dan PKPU dan mengajak Bank Indonesia (BI) lebih serius dalam
mengawasi tingkah laku bank-bank di Indonesia apalagi bank BRI.
Revisi dalam UU Kepailitan dan PKPU, diantaranya adalah definisi kreditor,
presentase utang, dan mekanisme pailit. Untuk definisi kreditor, harus dengan
sangat jelas menyebutkan kreditor adalah pihak yang meminjamkan uang. Sementara
itu, presentase utang pun juga harus disebutkan minimal utang sehingga bisa
diajukan permohonan PKPU atau pailit.
“PKPU dan pailit ini adalah alternatif terakhir dari sebuah bank untuk
meminta debitor memenuhi kewajiban utangnya. Bukannya langsung saja. Nanti saya
punya utang dengan orang tambal ban sebesar Rp3.000 saja, bisa dipailitkan
juga,” tukas Pdt P.
Senada dengan pengacara Pdt Purnawan juga mengatakan perlu pengkajian ulang
terhadap fenomena pailit oleh bank. Kajian itu mesti meluruskan hal-hal seperti
kreditor mana saja yang berhak mengajukan permohonan pailit atau PKPU. Serta
mekanisme pailit itu sendiri.
Menurut Pdt Purnawan, praktik kepailitan ini sudah sangat longgar. Pasalnya,
cukup dengan dua kreditor dan ada utang, suatu bank bisa dengan mudah
mempailitkan. Padahal, dalam UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU
No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan untuk melakukan mediasi
perbankan ketika terjadi sengketa antara nasabah dan bank. Mengenai hal ini
diatur lebih lanjut di Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang
Mediasi Perbankan.
Mediasi perbankan ini dilakukan ketika ada sengketa antara pihak nasabah
dengan bank guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan. Namun, mediasi
ini tidak pernah dilakukan.
Menurut Pdt Purnawan pengacara senior sebagai kuasa hukum Lusy, Selain
menyoroti tingkah bank BRI yang sangat mudah mempailitkan nasabahnya, apalagi
yang di pailitkan Lusy pengusaha Sumbawa termasuk nasabah inti yang sudah 25
tahun kerja sama dengan BRI, sampai perkara pailit Lusy ini sudah dilaporkan ke
ombusman bahkan KY sampai sekarang juga belum ada tanggapan ada apa dibalik ini
semua.
Menurut Lusy kepailitan ini adalah tingkah laku oknum oknum pengurus.
Menurutnya, tugas utama seorang pengurus adalah melakukan pengurusan harta
debitor bersama dengan debitor, bukan justru mematikan usaha nasabah demi untuk
kepentingan pribadi.
“Ini adalah bentuk perampokan yang sengaja di biarkan bahkan pengawasan kurator
yang sudah tidak independen dibiarkan, apalagi sampai mengancam mau memiskinkan
bahkan mau memasukan penjara lusy. Apakah ini harus didiamkan,” pungkas Pdt
Purnawan pengacara senior atau hamba tuhan. (Ban)