SURABAYA NEWSWEEK- Dua saksi dimintai keterangannya sebagai
saksi pada sidang lanjutan kasus Pasar Turi di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu
(21/3/2018). Pada sidang kali ini terungkap fakta bahwa BPKP (Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan) menyebut bahwa pembangunan lantai 9 Pasar Turi bisa
diterbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Dua saksi yang
dihadirkan di muka persidangan yaitu Awaludin Arief, Sekretaris Dinas Pekerjaan
Umum Bina Marga dan Pematusan Pemkot Surabaya dan Raja Sirait, mantan Direktur
Utama PT Gala Bumi Perkasa (GBP). Kedua saksi diperiksa secara terpisah
dihadapan majelis hakim yang diketuai Rochmad.
Dalam keterangannya,
Awaludin Arief yang diperiksa terlebih dulu mengungkapkan, saat masih menjabat
sebagai Kabid Tata Bangunan Dinas Cipta Karya Pemkot Surabaya dirinya pernah
menangani permohonan IMB bangunan Pasar Turi.
Dirinya menyebutkan,
Pemkot Surabaya pernah meminta agar Badan Pengawas Keuangan dan Bangunan (BPKP)
untuk menghitung besaran kontribusi pada bagunan lantai 9 Pasar Turi.
“BPKP menyarankan agar
Pemkot Surabaya memberi perpanjangan kepada PT Gala Bumi Perkasa (GBP) dalam
melakukan pembangunan Pasar Turi. Selain itu, terkait desain, BPKP
merekomendasikan agar Pemkot Surabaya memberikan saran ke PT GBP, agar
mengajukan desain ulang, agar Pemkot Surabaya bisa menerbitkan IMB baru utk
bangunan Pasar Turi,” beber Awaludin.
Ia juga mengungkapkan
bahwa IMB Pasar Turi merupakan atas nama Pemkot Surabaya. Pasalnya, status
tanah Pasar Turi merupakan milik Pemkot Surabaya.
“Jadi ya Pemkot
Surabaya yang bisa mengajukan permohonan IMB. Kalau soal apakah Pemkot Surabaya
sudah mengajukan permohonan IMB, saya tidak tahu,” kilah Awaludin kepada
majelis hakim.
Pada sidang kali ini,
juga terungkap fakta peruntukan lantai 9 Pasar Turi telah sesuai dengan izin
amdal. “Yang saya tahu tidak ada kios di lantai 9. Disitu hanya parkir, masjid,
dan mekanikal elektrical. Sesuai dengan surat revisi permohonan IMB,” ungkap
Awaludin.
Sementara itu, Raja
Sirait saat diperiksa sebagai saksi mengakui dirinya sekali pernah datang di
pertemuan para pedagang di Hotel Mercure. Namun dirinya mengaku tidak pernah
mendengar bahwa Henry berbicara soal strata title stan Pasar Turi. “Saya tidak
dengar,” katanya menjawab pertanyaan jaksa Harwiadi.
Siapa yang menggelar
pertemuan di Hotel Mercure, Raja Sirait juga mengaku tidak mengetahui. Namun
selain Henry, dalam pertemuan tersebut dirinya juga melihat sejumlah nama yang
perusahaannya tergabung dalam Joint Operation (JO) Pasar Turi. “Pada pertemuan
di Hotel Mercure ada Ali Badri, Totok Lusida (bos PT Lucida Investment
Sejahtera), Junaedi (Direktur Utama PT Central Asia Investment), para pedagang,
dan terdakwa (Henry J Gunawan). Saat itu yang saya dengan Ali Badri bicara soal
komitmen pembangunan Pasar Turi,” ungkapnya.
Seusai perjanjian,
lanjut Raja Sirait, Pemkot Surabaya memiliki kewajiban memberikan Hak Guna
Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada PT GBP. “Yang saya
lihat, logikanya kan kalau hak pakai kemudian dirubah jadi HGB diatas HPL, kan
itu bisa dipecah. Seharusnya kan tidak masalah jika jdi strata title. Itu sih
menurut saya,” jelasnya.
Dirinya juga mengaku
pernah mendengar adanya keluhan dari para pedagang karena buku stan Pasar Turi
tidak bisa dijaminkan ke bank. Atas dasar itulah kemudian para pedagang meminta
agar status stan Pasar Turi bisa ditingkatkan menjadi strata title. “Tujuannya
agar bisa dijaminkan ke bank,” tandasnya.
Saat hakim Rochmad
bertanya mengapa para pedagang menolak masuk ke Pasar Turi, Raja Sirait mengaku
tidak paham. “Saya tidak tahu mengapa kok pedagang tidak mau masuk (ke Pasar Turi).
Seharusnya kalau ada kekurangan kan para pedagang bisa menyampaikan,” kata Raja
Sirait.
Pada sidang ini, Henry
juga sempat melontarkan pertanyaan ke Raja Sirait. Direktur Utama PT GBP ini
bertanya siapa yang berinisiatif mengajak kerjasama membangun Pasar Turi.
“Mereka berdua (Totok Lusida dan Junaedi) yang datang mencari saya saat
menjabat sebagai Dirut PT GBP,” terang Raja Sirait.
Usai sidang, Agus Dwi
Warsono, kuasa hukum Henry mengatakan, sesuai keterangan Awaludin terungkap
bahwa status tanah Pasar Turi merupakan milik Pemkot Surabaya. Atas dasar itu
artinya Pemkot yang memiliki kewenangan untuk mengajukan IMB pada bagungan
lantai 9 Pasar Turi. “Tapi nyatanya sampai saat ini tidak diterbitkan, ada
apa?” tanyanya.
Agus juga menegaskan
bahwa pernyataan para pedagang yang menyebut bahwa bangunan Pasar Turi tidak
layak huni juga telah dijawab Awaludin. “Yang didalilkan teman-teman pedagang
kan bangunan Pasar Turi tidak layak huni dan sebagainya, kan Pemkot yang justru
tidak memberlakukan kok. Padahal sesuai perjanjian Pasal 8 ayat 1 huruf G
disebutkan Pemkot berkewajiban menerbitkan seluruh izin terkait Pasar Turi,”
katanya.
Ia juga meminta agar
tidak memperalat para pedagang dalam kisruh Pasar Turi. “Sudahlah ini kan icon
Surabaya, apa sih yang dicari? Kalau saya berpesan, jangan menggunakan tangan
para pedagang lah,” pungkas Agus.
Sementara itu, Henry
J. Gunawan menambahkan bahwa selain soal bangunan, rekomendasi BPKP kepada
Pemkot Surabaya juga menyangkut perubahan status stan menjadi Strata Title.
"Rekomendasi BPKP
salah satu poinya adalah perubahan stan menjadi Strata Title bisa
dilakukan," tambahnya. ( Ham )