SURABAYA NEWSWEEK- Kuasa hukum Henry J
Gunawan, Sidik Latukonsina dalam pembacaan nota pledoi (Pembelaan) meminta
hakim membebaskan klienya dari segala tuduhan karena tidak terbukti dalam
persidangan.
Pada
persidangan yang belangsung di Senin (18/03/2018) di Pengadilan Negeri
Surabaya, Henry melalui tim kuasa hukumnya yang diketuai M Sidik Latuconsina
mengungkapkan detail kronologis bagaimana dirinya dituding telah melakukan
penipuan dan penggelapan atas jual beli tanah di Cleket, Malang. Bahkan dalam
pledoi yang dibacakan selama 2,5 jam itu, Sidik dkk menyebut bahwa kasus yang
dijeratkan kepada Henry murni rekayasa.
“Tuntutan
tidak sesuai fakta-fakta persidangan dan Jaksa Penuntut Umum hanya menggunakan
imajinasi dalam membuat tuntutan,” ujar Sidik.
Lebih
ironis lagi, lanjut Sidik, kejaksaan hanya diam dengan berkas perkara Henry
yang dilaporkan Hermanto di Bareskrim Mabes Polri.
“Peristiwa
hukum yang sama, tempus dan locus delicti yang sama dan subyek yang sama,
seharusnya dalam tahap pra penuntutan, jaksa penuntut umum harus menyatakan
sikap berkas perkara tidak dapat diterima dan dikembalikan ke penyidik,”
ungkapnya.
Selain
itu, Sidik juga menyebut bahwa kasus ini merupakan bentuk kriminalisasi
terhadap Henry. Pasalnya, sebenarnya perkara ini merupakan perkara perdata dari
hutang piutang antara Heng Hok Soei dengan Henry.
“Perkara
ini murni hutang piutang pribadi antara terdakwa (Henry) dengan Heng Hok
Soei," tegasnya.
Ia
juga menegaskan bahwa Hermanto selaku pelapor telah memberikan keterangan palsu
karena saat diperiksa sebagai saksi dirinya justru mengaku tidak pernah
meninjau lokasi tanah di Claket.
“Hal
itu juga dapat dibuktikan dari Hermanto tidak pernah membayar PBB dan BPHTB
maupun pajak-pajak lainnya atas tanah tersebut,” tegas Sidik.
Sidik
juga meminta agar majelis hakim yang diketuai Unggul Warso Mukti bersikap
bijaksana dalam memutuskan perkara ini. Pasalnya sampai saat ini, perkara ini
masih menjadi sengketa di ranah perdata.
“Bahwa
bukti surat gugatan atas tanah di Claket masih disidangkan di Pengadilan Negeri
Surabaya dengan nomor perkara 632/Pdt.G/2017/PN.Sby. Berdasarkan Peraturan
Mahkamah Agung (Perma) RI Nomor 1 Tahun 1956 dan ketentuan Pasal 81 KUHP, maka
perkara a quo harus ditangguhkan dulu. Jika terdakwa dijatuhi hukuman, dan
ternyata putusan perdata menyatakan bahwa terdakwa merupakan pemilik sah atas
tanah tersebut, maka hal itu sangat merugikan terdakwa,” tegas Sidik.
Atas
dasar itulah, Sidik meminta agar majelis hakim yang diketui Unggul Warso Mukti
menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah dan membebaskannya dari
dakwaan.
“Atau
melepaskan terdakwa dari semua tuntutan hukum sesuai pasal 191 ayat 2 KUHAP dan
mengembalikan nama baik, harkat, martabat terdakwa,” pungkasnya.
Sementara
itu kepada wartawan usai sidang, Sidik menyebut bahwa jaksa penuntut umum telah
menjadikan Henry sebagai target untuk dihukum.
“Kenapa
saya bilang begitu? Karena terdakwa telah dituntut dengan hukuman maksimal,
tapi kenapa jaksa masih memberikan pertimbangan yang meringankan di tuntutannya.
Apalagi perkara ini sebenarnya tidak memenuhi syarat di pra penuntutan, tapi
kenapa tetap dinyatakan P21? Apa ini bukan terget?” bebernya.
Sidik
pun berencana akan meminta pertanggungjawaban dari Jaksa Agung dan Jamwas
(Jaksa Agung Muda Pengawasan) atas hal ini. Saat ditanya apakah dirinya akan
melaporkan ke Jamwas, Sidik tak membantahnya. “Iya, kami akan minta pertanggungjawaban,”
pungkasnya. ( Ham )