Surabaya Newsweek- Tata kelola kota yang apik di Kota Surabaya tidak hanya mampu
menaklukkan hati wisatawan lokal maupun mancanegara, tetapi mampu menarik hati
para praktisi pendidikan dari kelompok Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) untuk membangun
sekaligus mengobservasi bangunan-bangunan yang tersebar di beberapa kawasan
Surabaya.
Dalam hal ini, Kota
Surabaya oleh Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) dipercaya menjadi tuan rumah
untuk menggelar acara dengan tema Konvensi Arsitektur Indonesia yang
diselenggarakan pada hari Kamis, 22-25 Februari 2018.
Secara resmi
acara tersebut dibuka oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bersama Ketua IAI
Nasional Ahmad Djuhara, Perwakilan Kementerian PUPR beserta anggota Komisi V
DPR di Balai Andhika Hotel Majapahit, Surabaya, Kamis (22/2/2018).
Di hadapan
puluhan arsitek se-Indonesia dan arsitek mancanegara (Malaysia, Thailand dan
Singapura), Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengemukakan bagaimana konsep
yang dibangun oleh dirinya dalam hal tata kota di Kota Surabaya.
“Bisa dilihat,
saya menyulap kawasan eks lokalisasi
dolly, melakukan penertiban PKL, membangun
lapangan futsal, pelebaran jalan, pembangunan waduk untuk mengurangi intensitas
genangan air, taman untuk mempertemukan orang muda dan orang tua. Itu semua menggunakan
ilmu arsitek,” kata Risma di sela-sela sambutannya.
Disampaikan Wali
Kota Risma, momentum diselenggarakannya acara ini bagi Kota Surabaya sebagai
wadah untuk belajar bagaimana menata kota yang lebih baik lagi ke depan.
Utamanya, mewujudkan kota yang nyaman sebagai tempat tinggal bagi setiap
manusia.
“Nyaman dalam
arti sesungguhnya, kota ini menjadi tempat tinggal yang aman, layak dan ramah
sehingga manusia lebih manusiawi. Itu bisa diciptakan melalui keilmuan
arsitek,” terang wali kota sarat akan prestasi.
Wali Kota Risma
juga mengaku, selama mendesain bangunan di surabaya, dirinya tetap
mempertahankan budaya bangunan yang masih melekat pada masyarakat. Meskipun,
lanjut wali kota, kondisi dan fasilitas bangunan terus berubah dari waktu ke
waktu. “Kondisi sekarang memasuki zaman now,
namun saya yakin perilaku manusia tidak menjadi jelek, sekalipun kawasan
tersebut padat penduduknya,” ungkapnya.
Ketua Ikatan Arsitek
Indonesia (IAI) Nasional Ahmad Djuhara menuturkan alasan memilih Kota Surabaya
sebagai tempat untuk menyelenggarakan Konvensi Arsitek Indonesia karena tata
kelola kota yang ada di surabaya sangat komprehensif dan paling dimengerti oleh
banyak orang.
Bahkan, lanjut, Djhuhara
Surabaya layak dijadikan contoh bagi kota-kota yang ada di seluruh Indonesia dan dunia dalam urusan
tata kelola kota. Alasannya, kata dia, Wali Kota Risma yang mengeyam sarjana
arsitek mampu menata Kota Surabaya dengan baik. “Beliau, tidak hanya berhasil
membangun kota yang cantik rupanya atau sosok bangunannya tetapi orientasinya
lebih kepada manusianya,” urainya.
Lebih lanjut,
Ahmad menyampaikan bahwa pihaknya menjaga penuh profesionalitas arsitek di
Indonesia. Dengan diterbitkannya UUD arsitek yang baru No 6 tahun 2017, Ia
berharap profesi arsitek di Indonesia memiliki legalitas dari semua proses
profesi dan produk arsitektur.
“Indonesia sudah
terbuka per tangal 1 Januari 2016 di negara ASEAN. Oleh karenanya, tanah
Indonesia harus dijaga oleh seluruh arsitek Indonesia, tidak hanya di Surabaya tapi di seluruh
kabupaten/kota di Indonesia,” tandas pria berkacamata ini.
Berbicara
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mana semua negara bersaing untuk
mendapatkan pengakuan sekaligus menunjukkan kemampuannya, Ahmad menegaskan bahwa
saat ini, posisi profesi arsitek Indonesia dimata ASEAN sudah setara. Artinya, arsitek
Indonesia tidak hanya bertahan tapi juga bisa bersaing keluar.
“Kita tidak lagi
berbicara jago kandang atau hanya menjalankan proyek pemerintah di Indonesia
tetapi kita akan keluar dan siap bersaing dengan 9 negara ASEAN yang ada saat
ini,” imbuhnya.
Sementara
perwakilan Komisi V DPR, Sigit menambahkan, ini adalah saat yang tepat bagi IAI
untuk melakukan konsolidasi sebagai lembaga profesi yang mampu diandalkan.
Menurut Sigit, di dalam UUD arsitek terdapat pengakuan dalam pasal 34 no 6 tahun
2017 sebagaimana dikatakan, IAI
membentuk dewan yang sifatnya mandiri dan independen. “Itu yang kami inginkan
dari dulu, anggota dewan arsitek,” ujarnya.
Oleh karena itu,
Sigit berharap anggota dewan arsitek dapat segera terbentuk di bawah payung
UUD. Sehingga ke depan, anggota profesi arsitek dapat dikatakan mandiri dan
independen dengan tidak dikendalikan pemilik proyek. “Mereka kan ikatan profesi
pendidikan, jadi tidak perlu lagi mendapat bantuan dari dana APBN, atau bahkan diatur
user untuk membangun kawasan yang sebenarnya
rawan bencana alam dan longsor,” pungkas Sigit. ( Ham )