SURABAYA - Persidangan perkara
dugaan tipu gelap yang menjerat Notaris Lutfi Affandi,SH, M.Kn di Pengadilan
Negeri (PN) Surabaya mulai mengungkap adanya dugaan kriminalisasi. Hal itu
terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Djuwariyah dan Darmawati Lahang
menghadirkan tiga saksi pemilik tanah yang diklaim milik Hj Puji Lestari,
Pelapor dalam kasus ini.
Tiga saksi yang dihadirkan dalam
persidangan itu adalah Muhamad Djuhron, Muhamad Choiron dan Rusiyanto, Dihadapan
majelis hakim yang diketuai Pesta Sirait, saksi Muhammad Choiron mengaku tidak
pernah menjual tanah dari bagian warisannya itu pada Hj Puji Lesatari. "Saya
tidak pernah menjual pada Bu Puji,"terangnya menjawab pertanyaan Hakim
Pesta Sirait, Kamis (15/2/2018) lalu.
Atas dasar itulah, Saksi Choiron
mengambil kembali Sertifikat Hak Milik Nomor 64 ke Notaris Lutfi Affandi.
"Saya lah orang yang menyerahkan sertifikat tersebut pada Notaris Lutfi
dan saya juga lah yang mengambil sertifikat asli di Notaris Lutfi Afandi, waktu
itu. Karena memang bagian saya tidak saya jual dan sertipikat tersebut masih
menjadi satu hamparan,"sambung Choiron
Sementara saksi Rusiyanto
menerangkan bahwa obyek tersebut sejak tahun 2011 sudah di kuasai oleh Hj Pudji
Lestari, meski pembayaran Jual Beli atas lahan tersebut sampai sekarang belum
lunas. "Bahkan banyak biaya yang muncul dan semua di bebankan kepada para
ahli waris, padahal sesungguhnya biaya tersebut tidak pernah ada," ucap
Rusiyanto dipersidangan
Selain itu, Saksi Rusyanto juga
menegaskan, jika Ia belum pernah membayar serupiahpun pada Notaris Lutfi atas
biaya yang timbul dari jual belinyan dengan Hj Puji Lestari. "Pak Lutfi
belum dibayar sama sekali,"sambung Rusiyanto.
Menanggapi kesaksian tersebut,
terdakwa Lutfi Afandi mengatakan bahwa dirinya telah dikriminalisasi atas kasus
dugaan penipuan sebesar Rp 4,2 miliar yang dituduhkan Hj Pudji Lestari, kendati
dia sudah bekerja sesuai Jabatan Notaris.
"Tau-tau oleh Polda sudah di
P21 dan sekarang disidangkan. Saya tidak bisa berbuat banyak, termasuk
melakukan upaya praperadilan. Padahal pasal 66 ayat 1 UU No. 30/2004
Undang-Undang Jasa Notaris (UUJN) untuk memeriksa notaris harus mendapatkan
ijin terlebih dahulu kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris," ungkap
Lutfi.
Kepada awak media, Lutfi juga
menerangkan bahwa dalam perkara ini dirinya tidak pernah menerima uang
sepeserpun seperti yang dituduhkan, "Satu rupiah, seribu rupiah pun saya
tidak pernah menerima, penipuannya dimana?, kerugiannya berapa?, wong belum
dibayar," ungkap Lutfi.
Terkait tuduhan bahwa dirinya
menyerahkan sertifikat kepada Muhamad Choiron bukan kepada Hj Pudji, diakui
Lutfi bukan menyerahkan tapi mengembalikan sertifikat itu ke pemilik asalnya,
"Yang menyerahkan sertifikat ke saya adalah Muhamad Choiron sendiri,
logikanya kalau ada orang jual beli, kira-kira siapa yang membawa sertifikat,
pembeli?, atau penjual?, Intinya sertifikat yang ngantar pertama kali adalah
pak Choiron (penjual), terus saya serahkan kembali ke pak
Choiron,"pungkasnya
Diakui Lutfi kalau dirinya memang
tidak langsung menyerahkan sertifikat tersebut ke Choiron, melainkan menunjuk
pegawainya untuk menemui notaris Hendrikus untuk penyerahan.
"Waktu ke notaris Hendrikus,
Choiron yang menunjuk karena punya pak Choiron tidak dijual ke bu Pudji. Untuk
PPAT saya menunjuk pak Sugeng saya hadirkan pak Sugeng. aktenya dibuat Pak
Sugeng dan akte bikinan pak Sugeng itu belum disahkan lho, karena Sertifikat belum
dicek ada masalah apa tidak.? Jangan salah, jadi seritfikat belum bisa
diproses, pengecekan sertifikat saya lakukan melalui perantara pak Sugeng,
begitu dicek dikembalikan lagi, Choiron kuncinya."sambung Lutfi.
Tak hanya, Pembuatan akta jual beli
atas sertifikat no 64 tidak bisa dilaksanakan karena pada saat sertifikat di
lakukan pengecekkan pada Kantor BPN Kabupaten Sidoarjo tidak bisa karena warkah
dari sertifikat tersebut tidak ada. "untuk bisa dilakukan pengecekkan
maka harus di muncukkan warkah baru dengan melakukan proses pengukuran atas
lahan tersebut dan hal tersebut belum pernah dilakukan,"terang
Lutfi.
Perlu di ketahui bahwa obyek yang
menjadi sengketa adalah lahan seluas kurang lebih 34 Hektar terletak di Desa
Gebang sidoarjo. Sertifikat atas nama enam orang pemilik itu dua diantaranya
dari tidak menjual kepada Puji Lestari. Salah satu yg tidak menjual yakni saksi
Choiron yang memiliki luas tanah tersebut kurang lebih 10 hektar. (Ban)