SURABAYA - Hakim Pengadilan Tipikor
Surabaya mencabut hak politik Mantan Anggota Komisi B DPRD Jatim, Kabil Mubarok
selama 3,5 tahun kedepan. Keputusan itu dituangkan majelis hakim yang diketuai
Rochmad dalam amar putusan kasus suap tugas pengawasan DPRD terhadap peraturan
daerah (perda) dan penggunaan anggaran tahun 2017, yang dibacakan Senin
(29/1/2018).
Selain mencabut hak politiknya,
Kabil Mubarok juga divonis hukuman selama 6,5 tahun penjara. Dia juga
diwajibkan membayar denda sebanyak Rp 350 juta apabila tidak dibayar maka
diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan. Vonis hakim ini lebih ringan
dua tahun enam bulan dari tuntutan JPU KPK yang sebelumnya menuntut pidana
penjara selama sembilan tahun.
Kabil dinyatakan terbukti sebesar Rp
225 juta yang diterima dalam dua termin. Termin pertama, Kabil menerima pundi
suap itu sebesar Rp 150 juta, sedangkan yang Rp 75 juta diterima pada termin
kedua. Selain hukuman badan, Jaksa KPK juga menjatuhkan hukuman denda pada
Kabil, Dia juga dijatuhkan hukuman denda sebesar Rp 650 juta dan sesuai
ketentuan, apabila tidak dibayar, maka dapat diganti dengan pidana kurungan
selama 6 bulan.
Tak berhenti pada hukuman badan dan
denda saja, Jaksa KPK juga meminta agar majelis hakim Pengadilan Tipikor
Surabaya juga mencabut Hak Politik Kabil Mubarok selama 5 tahun kedepan. Surat
tuntutan yang dibacakan Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin
(15/1/2017) itu juga menyatakan Kabil Mubarok terbukti bersalah melanggar pasal
12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP.
Seperti diketahui, Kabil Mubarok
ditetapkan tersangka pada Jumat (28/7/2017) lalu. Penetapan tersangka itu
berdasarkan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan
KPK. Sebelumnya, KPK mengumumkan penetapan enam orang sebagai tersangka setelah
melakukan operasi tangkap tangan.
Tiga tersangka yakni, Kepala Dinas
Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, Bambang Heriyanto dan
Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Rohayati serta Ketua Komisi B DPRD
Jawa Timur, Moch Basuki. KPK menduga, para kepala dinas memberikan uang suap
kepada Basuki. Uang tersebut bertujuan untuk menghindari pengawasan dan
pemantuan DPRD Jatim tentang penggunaan anggaran kedinasan untuk tahun anggaran
2017. (ban)