Surabaya Newsweek- Pembangunan Hotel Amaris di kawasan
Taman Apsari depan Gedung Negara Grahadi masih terus disoal oleh DPRD Jatim dan
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur. Padahal, pembangunan hotel itu sudah
dipastikan memenuhi aturan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Demi
menemukan titik temu, jajaran DPRD Jatim, Pemprov Jatim dan jajaran Pemkot
Surabaya meninjau langsung pembangunan hotel itu, Senin (29/1/2018).
Sekretaris Kota
Surabaya Hendro Gunawan mengatakan, ada beberapa pertimbangan yang dilayangkan Pemprov
Jatim terkait pembangunan Hotel Amaris diantaranya, tata letak bangunan yang
dianggap sangat rawan mengingat Gedung Negara Grahadi merupakan objek vital
kenegaraan, muncul dugaan bahwa lebar dan tinggi bangunan melebihi ketentuan
serta adanya perubahan estetika.
“Hari ini kami
cek bersama berapa total ketinggiannya dan berapa meter lebarnya. Kami juga mendiskusikan
hal ini kepada beberapa narasumber dan instansi lain untuk segera menentukan
persisnya posisi hotel,” kata Hendro di sela-sela meninjau pembangunan hotel.
Untuk keamanan, lanjut
Hendro, Pemkot Surabaya beserta Polda Jatim dan jajaran lainnya telah membulatkan
solusi untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan ketika acara kenegaraan
berlangsung.
“Hari Jum’at kemarin kami bersepakat untuk memasang plat baja di
beberapa kamar yang menghadap langsung ke Gedung Grahadi, dengan begitu secara
estetika dan fungsi tidak menimbulkan kerawanan,” tandas Hendro.
Sementara pelanggaran
bangunan yang dinilai melebihi ketentuan, Hendro menuturkan tidak ada
permasalahan dengan tinggi, lebar dan luas lahan. Bahkan, dirinya meyakini
bahwa bangunan tersebut telah sesuai dengan aturan. “Tapi, tetap kita tunggu
saja hasil pengecekan hari ini,” imbuhnya.
Sementara itu, Pakar Tata Kota ITS Haryo Sulistyarso juga memastikan
pembangunan Hotel Amaris itu sudah sesuai dengan aturan dan mengikuti semua
persyaratan yang berlaku. Bahkan, sebagai salah satu akademisi yang dimintai
pertimbangan oleh Pemkot Surabaya, ia mengaku sudah tiga kali lebih melakukan
rapat sebelum memutuskan untuk memberikan izin pembangunan.
“Saat rapat itu, kami melihat semua data-data yang ada, berdasarkan
apapun yang berkaitan denga tata ruang. Dan semua prosedur dan persyaratannya
sudah dilengkapi oleh mereka,” kata Haryo di lokasi.
Ia pun menganalisa bahwa polemik ini muncul karena adanya peraturan baru
tahun 2015 yang salah satu perbaikannya diatur pembangunan
gedung haruslah berjarak berapa meter dari bangunan atau objek negara. Termasuk
persyaratan berapa jarak dan tinggi gedung yang diperbolehkan.
“Sedangkan izin
bangunan ini sudah lengkap semua pada tahun 2014 atau sebelum perbaikan
peraturan baru tahun 2015 itu, sehingga peraturan itu tidak bisa ditarik
mundur,” tegasnya.
Haryo juga
menyinggung masalah keamanan Gedung Negara Grahadi apabila ada tamu-tamu
negara. Ia mengaku pernah mendampingi mantan Presiden BJ Habibie saat
berkunjung ke Jerman, dan sangat lama menjadi tim ahli pihak kepolisian,
sehingga tahu betul bagaimana SOP pengamanan tamu-tamu negara.
“Mereka itu
sudah punya SOP yang harus dilakukan apabila ada tamu negara masuk ke suatu
daerah. Ada ring satu, dua dan tiga. Jadi, sudah ada tim khusus untuk menjaga
keamanan mereka, apalagi kalau presiden berkunjung ke suatu daerah, pasti satu
bulan sebelumnya sudah steril,” ujarnya.
Bahkan, untuk
mengantisipasi keamanan Gedung Negara Grahadi, pihak hotel sudah sepakat untuk
memberikan baja atau blocking di kamar-kamar atau jendela yang menghadap
langsung ke arah Grahadi. Baja yang dipasang itu pun bukan biasa, ketebalannya
juga sudah dilakukan konsultasi dengan pihak TNI/Polri. “Jadi,
permasalahan keamanan ini sebenarnya sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi,”
tegasnya.
Persoalan Hotel
Amaris ini, lanjut dia, bisa menjadi pembelajaran bersama bagi semua pihak. Ia
pun mengapresiasi terobosan Surabaya yang semakin memperbaiki izin pendirian
bangunan, terutama yang berdekatan dengan objek vital atau gedung negara. “Di
daerah lain belum ada seperti ini, sehingga Surabaya bisa menjadi contoh bagi
daerah lain,” harapnya. (Ham)