Surabaya Newsweek- Kalangan
anggota dewan kembali mengingatkan Pemerintah Kota Surabaya terkait penertiban
pedagang yang tidak disertai penataan. Sebab, tanpa solusi penataan, upaya
penertiban itu sia-sia karena mereka akan kembali ke tempat semula.
“Pedagang pasar tumpah memang mengganggu
jalan. Tapi jika tak diwadahi akan kembali lagi karena memang kebutuhan mencari
makan,” kata anggota Komisi C DPRD Surabaya, Sudirdjo.
Legislator dari PAN ini mengharapkan, para
pedagang kaki lima (PKL) di pasar tumpah dimasukkan ke pasar tradisional yang
ada di sekitar kawasan tersebut.
Namun, sebelumnya harus ada pembenahan pasar
tradisional agar bisa menampung pedagang yang meluber di jalan. “Seperti Pasar
Tembok Dukuh, Asem Rowo kemudian Kali Butuh itu harus dibenahi,” ujarnya.
Dia menyebutkan, pembenahan yang dilakukan di
antaranya dengan membangun pasar menjadi beberapa lantai, kemudian
mengelompokkannya berdasarkan cluster tertentu.
“Jika sudah begitu, jangan ada yang berdagang
di luar. Seperti di Keputran, dulunya yang di atas jualan, di luar juga.
Akhirnya orang milih yang di luar,” papar Sudirdjo.
Pemerintah kota, tambah dia, mempunyai
kewajiban untuk melakukan penataan dan menyediakan ruang bagi para pedagang.
“Tidak asal gusur, dagangannya diangkut ke truk. Saya trenyuh melihat itu,”
tuturnya.
Sudirdjo juga mengaku kecewa dengan kinerja PD
Pasar Surya. BUMD milik pemerintah kota Surabaya ini, menurutnya, hanya bisa
menarik retribus.
Padahal, selama ini PD Pasar mendapatkan
subsidi dari pemerintah kota. “Kalau menurut saya, jika seperti ini, dibubarkan
saja PD Pasar,” tegasnya.
Usulan pembubaran PD Pasar ini, ungkap
Sudirdjo, pernah disampaikan ke Bappeko. Menurutnya, pasar tradisional yang ada
di Kota Surabaya ditangani Dinas Koperasi dan UMKM serta Dinas Perdagangan.
“Dinas Perdagangan menangani supply bahan.
Sedangkan Dinas Koperasi memberi kredit kepada pedagang,” tuturnya.
Sementara kitu, masih terkait nasib pedagang,
anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti menyesalkan adanya rencana
penertiban 17 bangunan PKL di Jalan Bentul Wonokromo.
Reni menilai, rencana tersebut terkesan
terburu-buru tanpa persiapan matang sehingga berdampak aktivitas ekonomi PKL
terhenti.
"Aktivitas PKL terhenti sejak Minggu
(31/12/2017) lalu akibat pelebaran saluran air di Jalan Bentul," ungkap
Reni.
Terkait alasan pembongkaran untuk
penanggulangan banjir karena adanya penyempitan saluran, dia mengaku sangat
mendukung. "Yang saya sayangkan cuma terlalu mendadak itu, pemkot tidak
memikirkan aspek sosialnya," ujar Reni.
Sementara Pemkot juga belum memberikan
kejelasan kapan mereka dapat kembali berjualan.
"Pedagang bilang
dijanjikan boleh berjualan asal bongkar pasang tapi tidak jelas kapan
dibolehkannya," kata Reni.
Politisi PKS ini menilai Pemkot Surabaya
asal-asalan dalam melakukan penertiban sebab tidak memikirkan nasib pedagang.
Dia pun mendorong pemkot segera memberi kepastian supaya pedagang bisa mencari
nafkah kembali.( Ham )