Surabaya Newsweek-
Dua saksi ahli dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakosa pada
persidangan kasus penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Henry J Gunawan.
Sayangnya saat dicecar pertanyaan, salah satu saksi ahli justru meminta bayaran
kepada Henry.
Dua saksi ahli yang dihadirkan jaksa Ali yaitu Jusuf Jacobus, dosen ilmu hukum Universitas Pelita Harapan dan Habib Ajie, dosen Magister Kenotariatan Universitas Narotama. Dua saksi ahli tersebut diperiksa secara terpisah pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (13/12/2017).
Dalam keterangannya, Jacobus menjelaskan perihal ketentuan pasal 378 dalam KUHP.
Dua saksi ahli yang dihadirkan jaksa Ali yaitu Jusuf Jacobus, dosen ilmu hukum Universitas Pelita Harapan dan Habib Ajie, dosen Magister Kenotariatan Universitas Narotama. Dua saksi ahli tersebut diperiksa secara terpisah pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (13/12/2017).
Dalam keterangannya, Jacobus menjelaskan perihal ketentuan pasal 378 dalam KUHP.
Usai Jacobus
menjelaskan perihal ketentuan dalam pasal 378 KUHP, majelis hakim yang diketuai
Unggul Marso Mukti lantas memberikan kesempatan kepada tim kuasa hukum Henry
untuk mengajukan pertanyaan. Kepada tim kuasa hukum Henry, Jacobus mengatakan,
pemenuhan unsur dari pasal 378 harus ada perilaku dan perbuatan.
Liliek Djailiyah, salah satu kuasa hukum Henry juga sempat mencecar Jacobus dengan terkait corporate.
Liliek Djailiyah, salah satu kuasa hukum Henry juga sempat mencecar Jacobus dengan terkait corporate.
“Jika tindak pidana dilakukan oleh corporate,
siapa yang harus bertanggung jawab secara pidana?” tanya Liliek kepada
Jacobus.
Menurut Jacobus, hal itu harus dilihat dulu siapa yang bertanggung jawab dalam corporate tersebut saat pembentukan.
Menurut Jacobus, hal itu harus dilihat dulu siapa yang bertanggung jawab dalam corporate tersebut saat pembentukan.
“Jika yang bertanggung jawab Direktur Utama,
maka ya dia yang bertanggungjawab,” kata Jacobus menjawab pertanyaan
Liliek.
Pada sidang ini, hakim Unggul sempat menegur Jacobus. Teguran itu dilontarkan hakim Unggul saat Jacobus justru meminta bayaran kepada pengacara Henry saat dicecar pertanyaan oleh Liliek.
Pada sidang ini, hakim Unggul sempat menegur Jacobus. Teguran itu dilontarkan hakim Unggul saat Jacobus justru meminta bayaran kepada pengacara Henry saat dicecar pertanyaan oleh Liliek.
“Jika pelapor yang berbohong apakah bisa
dilaporkan ke polisi?” tanya Liliek.
Atas pertanyaan Liliek, Jacobus enggan memberikan jawaban. Bahkan Jacobus sempat melontarkan pernyataan meminta bayaran pihak Henry J. Gunawan untuk memberikan jawaban.
Atas pertanyaan Liliek, Jacobus enggan memberikan jawaban. Bahkan Jacobus sempat melontarkan pernyataan meminta bayaran pihak Henry J. Gunawan untuk memberikan jawaban.
“Saya bukan pembela terdakwa (Henry). Saya mau
dibayar berapa untuk menjawab pertanyaan itu,” kata Jacobus kepada Henry dan
disambut gelak tawa para pengunjung sidang.
Atas tindakan nyleneh tersebut, beberapa pengunjung sidang sempat meneriaki Jacobus sebagai saksi ahli “bayaran”. “Saksi ahli bayaran itu,” kata beberapa pengunjung sidang.
Hakim Unggul lantas mewanti-wanti Jacobus agar tidak bersikap seperti itu di persidangan.
Atas tindakan nyleneh tersebut, beberapa pengunjung sidang sempat meneriaki Jacobus sebagai saksi ahli “bayaran”. “Saksi ahli bayaran itu,” kata beberapa pengunjung sidang.
Hakim Unggul lantas mewanti-wanti Jacobus agar tidak bersikap seperti itu di persidangan.
“Gak bisa seperti itu, itu bisa merusak
profesi Anda sendiri sebagai ahli hukum. Kalau Anda memberi jawaban seperti
tadi, maka Anda sama saja dengan merendahkan Anda sendiri. Sebagai saksi ahli
Anda harus berada di tengah-tengah (netral),” tegur hakim Unggul kepada
Jacobus.
Sementara itu saksi ahli Habib Ajie, dosen
Magister Kenotariatan Universitas Narotama mengatakan harus ada kedua belah
pihak untuk mengungkapkan maksud pembuatan akte dihadapan notaris.
"Kalau kedua belah pihak tidak ada atau
salah satu tidak hadir, maka seharusnya batal demi hukum, " katanya.
Sementara itu terkait penjualan aset
perusahaan maka harus sesuai dengan akta pendirian perusahaan. Jika dalam
pendirian disebutkan harus melalui RUPS tentunya harus melalui mekanisme
tersebut.
"Aturanya harus sesuai dengan pendirian
perusahaan tersebut, " kata Habib. ( Ham )