SOERABAIA
NEWSWEEK - Kejaksaan Agung Republik Indonesia
(Kejagung RI) menggelar seminar bertema "Posisi Kejaksaan Dalam Amandemen
Kelima UUD 1945" yang digelar di Hotel Marriot, Jalan Tunjungan Surabaya,
Rabu (8/11/2017). Seminar ini dimaksudkan untuk mencari formula guna
memberi landasan pijak yang lebih jelas sebagai pemberian penguatan kepada
Kejaksaan RI dalam sistim ketatanegaraan di Indonesia, yang memiliki tugas
utama mewakili kepentingan masyarakat, Pemerintah dan Negara.
Namun kenyataannya, didalam
konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, kedudukan Kejaksaan didalam
kelembagaan belum jelas, meski secara tersirat, Kejaksaan sebagai salah satu
bagian dan sub sistim dari peradilan pidana, sebagaimana ditentukan dalam Pasal
24 ayat (3) UUD 1945. Sebagai institusi yang memiliki tugas, fungsi dan
peran yang penting serta strategis dalam urusan ketatanegaraan, khususnya dalam
proses penegakan hukum, Kejaksaan tidak kalah penting dibanding fungsi peran
institusi lainnya.
Hingga Amanden Ke 4 UUD 1945,
Kejaksaan yang merupakan organ negara utama merasa seolah-olah dilupakan dan
ditempatkan menjadi lembaga yang tidak dianggap berarti dan tidak penting
dibanding dengan lembaga-lembaga penunjang yang lebih berfungsi sebatas
pelengkap organ utama negara, justru mendapat perhatian dan itupun diatur
secara jelas dalam UUD 1945.
Selain itu, Kejaksaan sebagai organ
fungsi penututan dan organ fungsi mengadili dijalankan oleh satu kekuasaan
yakni Kehakiman, maka secara filosofis tidak ada yang bisa menjamin proses
penegakan hukum dan peradilan akan terselenggara secara fair dan
objektif. Sementara, Kejaksaan sendiri yang dalam konstitusi
diposisikan masih dalam bagian kekuasaan Kehakiman dianggap tidak sesuai
dengan realitas.
Dalam seminar tersebut, ada beberapa
hal yang menjadi bahan diskusi, diantaranya, Pentingnya Kejaksaan dalam
Konstitusi guna melaksankan tugas,fungsi dan kewenangannya, kemudian, terkait kriteria
dan persyaratan yang harus dipenuhi Jaksa Agung, meski dianggap sebagai jabatan
politis, lalu perlu tidaknya Jaksa dikategorikan dan diangkat sebagai Aparatur
Sipil Negara lainya, terkait status, kedudukan, perlakuan pengangkatan
dan pemberhentiannya.
Dari kategori diskusi tersebut dapat
disimpulkan bahwa Kejaksaan berkeinginan untuk dipisahkan dari kekuasaan
Kehakiman, sesuai BAB IX UUD 1945. Hal itu dilakukan untuk membedakan dengan
kekuasaan Kehakiman yang semata-mata berada pada ranah yudikatif, Sementara
Kejaksaan memiliki karakteristik yang tidak hanya menjalankan fungsi yudikatif,
tetapi juga bertindak mewakili untuk dan atas nama negara dan pemerintah, baik
didalam maupun diluar pengadilan.
"ini adalah seminar yang ketiga
yang kami adakan untuk mencari formula bagaimana Kejaksaan dapat Masuk Dalam
Sistim Ketatanegaraan Di Indonesia dan diamandemenkan pada UUD
1945,"terang Jampidum, Dr.Noor Rachmad,SH,M.H kepada awak media di Hotel
Marriot, Rabu (8/11/2017).
Usai menemukan formula-formula itu,
lanjut Noor Rachmad, pihaknya akan membuat naskah akademisi yang selanjutnya
untuk diajukan ke DPR RI. "Hingga saat ini kami masih mencari formulanya,
dan kalau sudah ketemu baru akan kami buat naskah akademisinya untuk kami
ajukan ke DPR,"sambungnya.
Seminar ini diselenggarakan oleh
Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Kejagung dengan bekerjasama dengan Kejati
Jatim. Pada seminar tersebut menghadirkan beberapa nara sumber, diantaranya
Sekjen Komisi Kejaksaan, Dr. Barita Simanjutak, SH, MH,. Ketua Pengkajian MPR,
Dr.H.Bambanh Sadono,SH, Ketua Komisi III DPR RI, Drs.T. Taufiqulhadi,M.Si.,
Guru Besar Fakultas Fakultas Hukum Unair, Prof.Dr. Nur Basuki
Minarho,SH,MHum. Seminar itu juga dihadiri para pejabat dilingkungan
Kejati Jatim beserta Kajari dan Kasi se-wilayah Jatim. Tak hanya itu para
mahasiswa juga ikut meramaikan diskusi seminar tersebut. (Bandi)