SURABAYA
- Gerakan Putera Daerah (GPD)
Surabaya memberikan raport merah buat Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik
Indonesia (Bawas MA RI) yang dinilai mengabaikan laporannya terkait tindakan
tak netral yang dilakukan hakim perkara Henry J Gunawan yang diadukannya pada
tiga pekan lalu.
Plt Sekretaris GPD, Amiruddin Sidik
mengaku menyesalkan sikap Bawas MA yang terkesan mandul menyikapi laporan GPD.
"Sebagai lembaga pengawasan, semestinya Bawas MA harus segera bersikap,
baik melakukan pemeriksaan maupun tindakan terhadap Hakim Unggul Mukti Warso.
Tapi nyatanya apa, sampai sekarang justru melempem, ada apa?,"ujar
Amirrudin pada sejumlah awak media, Senin (13/11/2017).
Berbeda dengan penilaian yang
diberikan Ke Komisi Yudisial RI, GPD mengaku mengapresiasi sikap KY yang telah
menerjukan tim untuk memantau jalannya persidangan perkara penggelapan dan
penipuan yang menjerat Boss PT Gala Bumi Perkasa tersebut. "Berbeda dengan
KY yang lebih proaktif menyikapi pengaduan kami,"terang Amiruddin.
Dari informasi yang dihimpun,
Puluhan orang dari Bawas MA mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Surabaya selama
tiga hari, yakni Rabu hingga Jum'at (8-10 november) lalu. Sumber internal pun
menyebut, jika kehadiran perwakilan Bawas itu juga untuk memeriksa Hakim
Unggul. Tapi adanya pemeriksaan hakim Unggul dibantah oleh Humas PN Surabaya,
Sigit Sutriono.
Menurut Sigit, kehadiran Bawas MA
tersebut hanya untuk melakukan peninjauan rutin tahunan. Bukan hasil
laporan GPD terkait kasus Henry J Gunawan. "Bawas disini hanya peninjauan
rutin tahunan, bukan karena pemeriksaan dari laporan," katanya, saat
dikonfirmasi wartawan, Senin (13/11/201) diruang kerjanya.
Sigit Sutriono juga mengaku belum
mengetahui hasil dari laporannya kepada Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Surabaya,
terkait tuntutan Gerakan Putra Daerah (GPD) yang demo beberapa minggu yang
lalu. "Kalau hasil laporan dan pemeriksaan hakim itu, yang tau hanya
KPN, dan kalau ingin tau langsung ke KPN saja," pungkas Sigit.
Selain itu, lanjut Sigit, untuk
mengganti majelis hakim penanganan perkara Henry J Gunawan tidaklah mudah dan
harus ada bukti fakta. "Karena mengganti hakim tidak semudah itu. Karena
selama ini masih diduga, kecuali benar-benar ada fakta yang muncul. Itu kan
masih jarene (omongan ke omongan)," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya,
beberapa pekan lalu, GPD Surabaya mengadukan hakim Unggul Mukti Warso ke Komisi
Yudisial RI dan Bawas MA RI. Ada beberapa poin pada pengaduan itu, diantaranya,
pemberian penetapan penangguhan penahanan secara lisan dan dikabulkan
oleh Hakim Unggul.
Lalu, Adanya pembatasan saksi fakta
yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum. Dan Hakim Unggul melakukan pembiaran pada
terdakwa atas aksi terdakwa Henry J Gunawan yang tidak menghormati saksi fakta,
dengan menunjuk-nunjuk saksi sambil bernada emosional.
Serta adanya larangan Hakim Unggul
pada JPU Ali Prakoso saat ingin membeberkan sejumlah bukti keterangan saksi
terkait pembuktian materiilnya. Hakim Unggul justru memberikan lampu merah pada
Jaksa Ali Prakoso dengan melarangnya membaca BAP saat mengkonfirmasi keterangan
saksi. Aksi larangan jaksa baca BAP itu dicetuskan Hakim Unggul saat sidang
saksi Li You Hin.
Henry J Gunawan adalah terdakwa
kasus penggelapan dan penipuam jual tanah senilai Rp 4,5 miliar. Boss PT GBP
ini dilaporankan Notaris Caroline C Kalampung. Saat itu, Notaris
Caroline mempunyai seorang klien yang sedang melakukan jual beli tanah sebesar
Rp 4,5 miliar. Setelah membayar ke Henry, korban tak kunjung menerima Surat Hak
Guna Bangunan (SHGB).
Namun, Saat korban ingin mengambil
haknya, Henry J Gunawan mengaku bahwa SHGB tersebut di tangan notaris Caroline.
Namun setelah dicek, Caroline mengaku bahwa SHGB tersebut telah diambil
seseorang yang mengaku sebagai anak buah Henry. Kabarnya, SHGB itu ternyata
dijual lagi ke orang lain oleh Bos PT Gala Bumi Perkasa itu dengan harga Rp 10
miliar. (Ban)