SURABAYA - Dr Aucky Hinting, PhD,SP,
And, Pemilik Klinik Ferina ternyata dinyatakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Surabaya tidak bersalah melakukan mal praktek bayi tabung yang dilakukan
pasangan suami istri (Pasutri) Tomy Han dan Evelyn Soputra.
Namun anehnya, putusan tidak
bersalah itu dilakukan IDI Surabaya tanpa melalui proses sidang kode
etik, sebagaimana yang dilaporkan oleh Tomy Han dan Evelyn Soputra.
Hal itu diketahui dari keterangan dr
Pujo Hartono, SPOG, Mantan Ketua IDI Surabaya saat dihadirkan sebagai saksi
fakta pada persidangan perdata Nomor 343/Pdt.G/2017/PN.Surabaya diruang sidang
sari 2, PN Surabaya.
"Kami hanya menyimpulkan dari
pendapat kami, menurut saya tidak perlu ada sidang kode etik,"kata
Pujo Hartono saat menjawab pertanyaan Eduard Rudy Suharto, kuasa hukum Tomy Han
dan Evely Soputra (penggugat).
Keterangan Pujo Hartono yang
menyimpulkan dan memutusakan Aucky tidak bersalah tanpa melalui proses
persidangan kode etik justru mendapat pernyataan heran dari majelis hakim yang
diketuai Dewi Iswani.
Menurut Hakim Dewi, sebagai
organisasi, IDI harus tertib administrasi saat menangani
permasalahan-permasalah terkait pengaduan pasien. "Semestinya organisasi sebesar
ini harus tertib administrasi yang disertai notulen-notulen,"kata Hakim
Dewi pada saksi Pujo Hartono.
Ironisnya lagi, Kendati menyatakan
Aucky Hinting tidak bersalah melakukan mal praktek, tapi Mantan Ketua IDI
Surabaya ini justru menyalahkan kinerja Dr Aucky Hinting yang telah
melakukan proses bayi tabung pada pasangan normal yang sebelumnya sudah
memiliki keturunan normal tanpa indikasi medis.
"Itu tidak boleh
dilakukan,"tegas Pujo Hartono menjawab pertanyaan tim kuasa hukum
penggugat.
Usai persidangan, Eduard Rudy
menyebut jika, IDI Jatim telah melakukan pembohongan saat menangani pengaduan
kliennya. "Ada keterangan yang tidak singkron antara persidangan hari ini
dengan persidangan diperkara perdata Nomor 325, tim kuasa hukum Dr Aucky
menyebut sudah ada sidang kode etik, tapi sekarang terungkap kalau tidak pernah
ada sidang kode etik. Dan menurut saya IDI telah berbohong,"kata Eduard
Rudy.
Tak hanya itu, Ketua DPC KAI
Surabaya ini menyebut IDI Surabaya tidak profesional saat menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai organisasi yang mengawasi tindakan-tindakan dokter nakal di
Surabaya. "IDI jangan malah melindungi anggotanya yang nakal,"sambung
Eduard Rudy.
Dalam pengaduan kliennya, Eduard
Rudy mengaku, IDI Surabaya tidak Fair dan terkesan menutup-nutupi kenakalan
Aucky Hinting. "Klien kami tidak pernah diinformasikan perkembangan
pengaduannya, karena itu, IDI kami gugat karena tidak pernah melakukan sidang
kode etik pada Aucky Hinting,"bebernya.
Diakhir konfirmasi, Eduard Rudy akan
menempuh jalur hukum terkait perbedaan keterangan antara keterangan saksi Pujo
yang menyebut Aucky tidak pernah disidangkan kode etik dengan keterangan tim
kuasa hukum Aucky diperkara Nomor 325, yang menyebut Aucky sudah disidangkan
kode etik oleh IDI Surabaya. "Akan kami pidanakan, untuk
membuktikan siapa yang berbohong,"pungkas Eduard Rudy
Seperti diketahui, saksi dr Pujo
Hartono SPOG adalah ketua tim penyelesaian sengketa antara penggugat
dengan Dr Aucky Hinting.
Karena tak ada kejelasan pada
pengaduannya ke IDI Surabaya, pasutri Tomy Han dan Evelyn pun mengambil
langkah hukum ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Mereka menggugat IDI Surabaya dan
Dinas Kesehatan Pemkot Surabaya. Selain itu, keduanya juga menggugat ganti rugi
terhadap Aucky Hinting. Kasus ini bermula saat Tomy Han dan
Evelyn, pasangan normal yang sudah memiliki anak perempuan punya
keinginan memiliki keturunan bayi laki-laki.
Lantas, mereka mengikuti program
bayi tabung di dokter Aucky Hinting dengan membayar biaya Rp 47 juta. Singkat cerita, bayi yang dilahirkan
Evelyn ternyata berkelamin perempuan. Ironisnya lagi, bayi tersebut kerap
keluar masuk rumah sakit karena kondisi kesehatannya yang buruk. (ban)