Surabaya Newsweek-
Polemik pembangunan Hotel Amaris di Jalan Taman Apsari depan gedung negara
Grahadi, Anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius mengusulkan agar, persoalan dijadikan
bahan kajian dan acuan untuk menambah klausal aturan perizinan di Kota Pahlawan.Usulan
ini di sampaikan usai melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi proyek
pembangunan Hotel Amaris.
“Sebaiknya dijadikan acuan
untuk melengkapi Perda, bagaimana soal kawasannya. Kemudian soal ketinggian
sebuah bangunan yang berdekatan dengan obyek vital milik pemerintah. Ini perlu,
jangan setelah terbangun baru diributkan,” ujar Vinsensius.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius yang
kerap disapa Awey ini juga minta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur,
bahkan pemerintah RI, untuk menetapkan aturan soal ketinggian gedung yang
dibangun berdekatan dengan obyek-obyek vital pemerintahan.
Dia menilai hal ini sangat perlu, agar tidak
menjadi polemik bagi pemerintah daerah selaku eksekutor pemberi izin bangunan.
“Alangkah baiknya pemerintah pusat juga mulai
merancang aturan terkait pendirian gedung yang bersebelahan dengan obyek-obyek
vital milik negara, supaya ada aturan jelas dan tak menjadi polemik di daerah,”
tandasnya.
Menurut Awey, sidak yang ia lakukan bertujuan, untuk memastikan rekomendasi
Komisi C DPRD Surabaya kepada pengelola Amaris, saat hearing beberapa waktu
yang lalu, sudah dilaksanakan atau belum.
Dia ingin melihat lebih dekat persoalan
Hotel Amaris yang sempat menjadi pemberitaan media soal, sisi keamanannya bagi
tamu negara di gedung Grahadi.
"Dulu komisi C sudah
merekom-nya, seperti jendela yang menghadap ke Grahadi agar, dilakukan
re-desain dengan menutupnya,” jelas Awey.
Pembangunan hotel tersebut, tambah dia, harus
berjalan terus karena persyaratan izinnya sudah lengkap.
Ia mengatakan, tidak ada alasan dan dasar kuat
bagi pihak manapun, untuk menghentikan pembangunannya, apalagi merekomendasi
pembongkaran.
“Saya memang tidak sepakat jika dilakukan
pembongkaran. Sebab itu tidak beralasan, karena secara aturan perizinan tidak
ada yang dilanggar,” tegasnya.
Sebelumnya, Eri Cahyadi Kepala Dinas Perumahan
Rakyat Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya mengatakan,
proses pengeluaran izin untuk hotel tersebut sempat memakan waktu lama. Bahkan
memakan waktu sekitar dua tahun.
" Untuk ijin amdal keluar tahun 2014,
rekomendasi lalu lintas keluar tahun 2015 sedangkan untuk IMB baru keluar pada
15 April 2016. Kami sempat lama hingga memutuskan untuk mengeluarkan ijin,"
kata Eri.
Sedangkan untuk proses pengeluaran ijin yang lama
disebabkan Pemkot Surabaya sempat khawatir lantaran bangunan tersebut ada di
sekitar Grahadi.
Oleh karena itu, pemkot sempat menggelar rapat
dan konsultasi ke sejumlah pihak untuk mendiskusikan terkait pengajuan izin
hotel tersebut.
Saat itu, Pemkot mengundang kejaksaan,
pengacara negara, Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Jatim, dan juga jajaran
samping. Diskusi tersebut khususnya untuk mencari aturan, apakah ada aturan
baik di daerah maupun di pusat yang menyatakan larangan ataupun batas minimum
gedung tinggi di kawasan gedung negara.
"Ternyata dari hasil konsultasi dan lima
kali rapat yang kami gelar, tidak ada aturan yang mengatur tentang batas
minimum ketinggian gedung di sekitar gedung negara," jelas Eri.( Ham )