PONOROGO - Pemerintah
desa srandil kecamatan jambon kabupaten
Ponorogo bersama masyarakat dan juga
pemerintah yang terkait adakan Ritual ke situs makam srandil di laksanakan
kamis 19 0ktober 2017. Yang di ikuti oleh sesepuh dan pejabat pemerintah daerah ,kepala dinas , dan jajaran
muspika kecamatan jambon juga kecamatan kauman.
Kepala desa Srandil Saguh Rahardjo
SH menjelaskan sejarah dan silsilah
nya,dari sudut panjang sejarah, Pesarean gunung srandil adalah kompleks
pemakaman bupati kabupaten sumoroto. Struktur pemerintahan tidak seperti saat
ini. dan terdapat beberapa kabupaten seperti kabupaten Polorejo di utara,
kabupaten Kutho Wetan di kota lama, dan kabupaten Sumoroto di kawasan barat.
Secara arsitektur, model kompleks
pemakaman ini masih berciri khas arsitektur lama seperti pintu gerbangnya yang
mirip candi, dan bentuk pesarean yang berbentuk linmas tradisional Jawa.
Pasarean Astana srandil sudah merupakan aikon semi wisata ,tepatnya terletak
di desa Srandil, kecamatan jambon atau 11 km ke arah barat kota ponorogo menuju
badegan. Pasarean srandil merupakan kompleks atau himpunan kesatuan dari
beberapa makam para keturunan bupati sumoroto.
Ditinjau dari segi geografis,
Pasarean Srandil terletak di areal perbukitan yang saling sambung menyambung
yang semuanya berjumlah lima bukit. Jika diurutkan mulai dari barat ke timur,
kelima bukit tersebut adalah bukit lemu, bukit bancak, bukit ngrayu, bukit srayu,
dan bukit srandil.
Sedangkan pasarean srandil terletak di bukit srayu yang
artinya “Sugeng Rahayu” atau bukit pembawa keselamatan. Tokoh pertama yang
dimakamkan dan yang menjadi cikal bakal berdirinya pasarean srandil adalah
Raden Mertokusumo, yaitu patih dari kabupaten polorejo yang menjadi pendukung
Pangeran diponegoro dalam melawan penjajah belanda.
Setelah Raden Tumenggung Brotonegoro
Bupati Polorejo gugur dalam melawan penjajah Belanda, patihnya yang bernama
Raden Dipotaruno berhasil meloloskan diri, kemudian beliau melarikan diri ke
Desa Srandil dan bersembunyi di goa batu yang ada di bukit ngrayu.
Setelah situasinya aman, beliau
memberanikan diri keluar dari persembunyiannya dan diperkirakan sejak saat itu
beliau berganti nama menjadi RadenMertokusumo dalam usaha menghindari usaha
pengejaran prajurit belanda. Oleh karena itu masyarakat Srandil lebih mengenal
nama Raden Mertokusumo daripada Raden Dipotaruno sampai sekarang.
Raden Mertokusumo menjadi sesepuh
dan panutan masyarakat bersama Kyai
Mohibat, putra Kyai Kasan Yahya dari Tegalsari, yakni tokoh pertama yang
membuka babat desa srandil.tokoh tersebut sangat dihormati oleh masyarakat
Srandil sampai sekarang.
Sebelum Raden Mertokusumo meninggal
dunia,beliau berpesan kepada masyarakat Srandil, bahwa jika beliau meninggal
dunia, jenazahnya supaya dimakamkan di bukit Srayu yang artinya sugeng rahayu
atau bukit pembawa keselamatan. Karena atas pertolongan Allah, Beliau berhasil menyelamatkan diri dari
kejaran prajurit jaman belanda.
Pada waktu Kabupaten Somoroto
diperintah oleh Raden Mas Tumenggung Sumonagoro bupati sumoroto II sekitar
tahun 1830-an, beliau mengajukan permohonan kepada Raja Surakarta Sunan
Pakubuwono IV agar Desa Srandil yang luasnya 70 hektar dijadikan sebagai daerah
perdikan (bebas pajak) untuk menjaga dan memelihara Pasarean Srandil dan
sekaligus akan dijadikan sebagai pemakaman para keturunan bupati Sumoroto.
Dan permohonan tersebut dikabulkan
oleh Sunan Pakubuwono IV. Kemungkinan pembuatan pagar keliling yang berukuran
24m x 24m pada Pasarean Srandil yang tetap kokoh sampai sekarang sudah dimulai
pada masa pemerintahan Raden Mas Tumenggung Sumonagoro, yang kemudian
disempurnakan pada tahun 1931 sesuai petunjuk papan nama yang terdapat pada
Pasarean Srandil.
Jika dibandingkan dengan makam-makam
Islam yang ada di Nusantara, Pasarean Srandil termasuk pemakaman yang relatif
muda usianya, yaitu dibangun pada abad ke-19. Namun ciri khas sebagai “makam
Islam Nusantara” masih tetap melekat, seperti adanya pengaruh budaya asli
bangsa Indonesia budaya Hindhu maupun budaya lokal jawa.Pasarean Srandil
terletak di areal perbukitan yang menganut pola pembagian pelataran menjadi
tiga halaman.
Halaman pertama berada di luar
gedung, sedangkan pelataran kedua dan ketiga berada di dalam gedung. Pola
pembagian pelataran menjadi tiga halaman tersebut merupakan budaya asli bangsa
Indonesia, yakni menyerupai punden berundak-undak, yaitu tempat pemujaan
terhadap roh nenek moyang yang berbentuk piramida berteras, dimana bagian
belakang lebih tinggi dari bagian depan.biasanya pada halaman belakang halaman
ketiga terdapat makam yang paling dikeramatkan.
Terbukti selain terdapat makam Raden
Mertokusumo sebagai cikal bakal Pasarean Srandil, juga terdapat dua makam
bupati Sumoroto, yakni makam Raden Mas Brotodirjo Bupati Sumoroto III dan makam
Raden Mas Adipati Brotodiningrat Bupati Somoroto IV.
Lain halnya dengan makam Raden Mas
Tumenggung Prawiradirja bupati Somoroto I, makamnya berada di Pasarean Setono
Ponorogo, sedangkan Raden Mas Tumenggung Sumonagoro Bupati Somoroto II makamnya
berada di Ampelgading Surabaya,adanya pengaruh budaya Hindu Budha Jawa masih
tetap melekat. Hal ini dapat diketahui dengan
adanya kori agung yaitu gapura yang berpintu dan beratap sebagai pintu gerbang
tempat keluar masuk makam dari halaman pertama menuju halaman kedua dan ketiga.
Kori agung merupakan peninggalan budaya agama
Hindu yang berfungsi sebagai pintu gerbang bangunan candi. Setelah Islam mulai
berkembang, kori agung dijadikan sebagai pintu gerbang makam dan pintu gerbang
masjid. Kori agung atau gapura pada Pasarean Srandil yang atapnya berbentuk
“limasan” adalah bukti adanya pengaruh budaya kabupaten Ponorogo. (man)