Surabaya Newsweek- Pemerintah Filipina memilih Surabaya sebagai
lokasi studi banding terkait permasalahan perumahan di perkotaan, Senin (9/10).
Surabaya yang dianggap mampu menyelesaikan berbagai permasalahan perumahan,
menjadi alasan studi banding ini. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menerima
kunjungan dari President Social Housing Finance Corporation Pemerintah
Filipina, Wali Kota San Carlos, Filipina, beserta rombongan di Ruang Sidang
Wali Kota.
Dalam kunjungannya ini, perwakilan Pemerintah Filipina merasa
takjub dengan apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam
menangani persoalan perumahan bagi warga Surabaya. Hal ini dikarenakan untuk
menyelesaikan persoalan perumahan untuk warga kotanya, Tri Rismaharini tidak
hanya menyelesaikan perumahan saja, namun seluruh aspek sosial lainnya.
“Saya merasa anda sangat hebat dalam hal menyelesaikan
permasalahan perumahan, bagaimana Pemkot Surabaya tidak hanya membantu menekan
pengeluaran warganya, tapi juga membantu pendapatan warganya,” kata salah satu
peserta studi banding Pemerintah Filipina saat berdialog bersama Wali Kota
Surabaya.
Sebelumnya, Wali Kota memaparkan bagaimana Pemerintah Kota Surabaya
menyelesaikan permasalah perumahan di Kota Surabaya dari berbagai hal.
Menurutnya, dalam menyelesaikan permasalahan perumahan kota, Pemkot Surabaya
tidak membangun rumah warganya. Namun membangun segala aspek pendukungnya.
“Kami mengajari dan membantu warga Surabaya dalam pengelolaan
kampung di Surabaya. Seperti halnya dalam pengelolaan sampah. Sampah organik
bisa menjadi pupuk, sedangkan pupuknya bisa untuk bercocok tanam. Dari hasil
cocok tanam itu, bisa dijual dan warga bisa mendapatkan pendapatan tambahan,”
kata Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya.
Jadi, kata Risma, Pemkot Surabaya tidak membangun rumah
warganya, melainkan membangun lingkungan kampungnya. Sehingga warga bisa
mendapatkan pendapatan dari pembangunan kampung. Menurut Wali Kota Surabaya,
bila pendapatan warganya tinggi, warganya bisa membangun rumahnya sendiri.
“Sedangkan apabila warga Surabaya tidak memiliki pendapatan yang
cukup kami memberikan pelatihan,” kata Risma.
Dalam hal pelatihan ini, Wali Kota menjabarkan banyak hal yang
telah diberikan kepada warga Surabaya. Contohnya saja Pahlawan Ekonomi, Pejuang
Muda, pelatihan penggunaan komputer di BLC (Boardband Learning Centre). Mulai
dari ibu – ibu rumah tangga hingga anak muda, mereka mendapatkan pelatihan ini
untuk meningkatkan pendapatan keluarga mereka.
Selain itu, beberapa fasilitas juga diberikan oleh Pemerintah
Kota Surabaya kepada warganya sebagai penunjang untuk menekan pengeluaran
keluarga. Seperti halnya kesehatan, mulai dari anak kecil hingga lansia
diberikan fasilitas untuk cek kesehatan. Ada juga biaya pendidikan gratis dan
beasiswa yang diberikan oleh Pemkot Surabaya untuk warganya.
Untuk masalah tempat tinggal, Pemkot Surabaya sendiri memiliki
Rumah Susun yang memiliki harga sewa murah. Masyarakat bisa tinggal di Rusun
milik Pemkot Surabaya dengan tarif sewa 10 ribu hingga 96 ribu rupiah.
Hal ini bisa didapatkan oleh warga Surabaya dengan syarat dan ketentuan
berlaku, seperti halnya belum memiliki rumah atau warga bantaran pinggir
sungai.
“Di rusun ini kami juga memberikan fasilitas lengkap, berupa
taman, lapangan olah raga, bis sekolah, BLC, serta sentra PKL dekat dengan
rusun. Ini yang kita lakukan di Surabaya. Kenapa harus sewa, karena kalau
mereka sudah mampu untuk membeli rumah, mereka bisa keluar dan bisa digunakan
oleh orang lain yang lebih membutuhkan,” kata Wali Kota perempuan pertama di
Surabaya ini.
Harapannya, saat warga Surabaya yang tinggal di rusun bisa
mendapatkan pendapatan tambahan dari pelatihan untuk wirausaha, serta menekan
biaya pengeluaran, masyarakat tersebut mampu membeli rumah milik mereka
sendiri.
Bagaimana Wali Kota bisa membangun rusun dari bekas kantor
pemkot sebagai salah satu solusi membangun rusun di tengah kota, juga
dijelaskan kepada peserta studi banding dari Filipina ini. Selain itu,
Wali Kota juga banyak bercerita tentang taman – taman di Surabaya. Terutama
taman di pinggir sungai bekas rumah warga yang saat ini sudah berubah.
Ini termasuk bagaimana Pemkot Surabaya mengatur Kampung Nelayan
di wilayah Pantai Kenjeran. Pemkot tidak merubah bangunan rumah tersebut, namun
membangun Jembatan Surabaya dan Taman Surabaya. Sehingga dari pembangunan
tersebut bisa meningkatkan pendapatan warga kampung nelayan karena menjadi
lokasi wisata.
Usai menjelaskan berbagai cara Pemerintah Kota Surabaya
mengatasi persoalan perumahan, peserta studi banding mengapresiasi langkah yang
dilakukan tersebut. Peserta studi banding tersebut terlihat sangat antusias
sekali untuk bertanya lebih detail mengenai cara pemkot tersebut. Seperti
halnya bagaimana cara Wali Kota Surabaya mengatasi agar warga bantaran kali
tidak kembali menempati pinggir sungai lagi.
Wali Kota pun mengakui, membangun taman di pinggir sungai mejadi
salah satu solusi membangun perkotaan dan mengatasi permasalahan perumahan
pinggir sungai di Kota Surabaya.
Beragam pertanyaan diajukan oleh peserta studi banding, mulai
dari asal usul kampung di Surabaya hingga ada berapa kantor yang menangani
kampung dan rusun ini. Untuk pertanyaan berapa kantor yang menangani permasalah
perumahan, Risma menjelaskan, ada kantor yang secara umum menangani
perkampungan, namun ada kantor yang secara khusus menangani rusun tersebut
untuk mengelola dan menyeleksi siapa yang boleh tinggal.
Di akhir pertemuan ini, Pemerintah Filipina mengatakan belajar
banyak dan sangat terkesan dengan apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota
Surabaya untuk warganya. Hingga akhirnya, pertemuan ini ditutup dengan tukar
cindera mata. ( Ham )