SAMPANG - Pasukan Gempur Koruptor
Jawa Timur, berharap agar Kejaksaan mengusut tuntas dugaan korupsi buku
perpustakaan SD (Sekolah Dasar) di Sampang Jawa Timur (Jatim). Jika dugaan
korupsi yang sangat mencolok dan telah ramai diungkap berbagai media massa itu
tidak diusut, bisa menimbulkan anggapan masyarakat bahwa kasus itu diselesaikan
secara damai oleh kejaksaan.
"Jangan sampai muncul anggapan
dari khalayak ramai bahwa kasus korupsi itu oleh kejaksaan diselesaikan dengan
cara damai alias tidak diusut, tapi kemudian kasus dicoba ditutupi dan berharap
masalah itu dilupakan masyarakat" kata Amir Rudini pengurus dari
PagerJati.
"Jika terjadi demikian, ini
bisa mencemarkan nama lembaga kejaksaan sendiri, dimana akan ada tuduhan bahwa
ada indikasi kejaksaan mendapat bagi hasil atau setoran dari koruptor, sehingga
kasus diselesaikan secara damai dan dimasukkan kedalam peti es. Hal ini juga
menimbulkan potensi bahwa para pelaku tidak takut untuk mengulang-ulang
perbuatan korupsinya. Bisa diihat bahwa modus dugaan korupsi saat ini makin
mencolok, seolah mereka itu kebal hukum ", ujarnya.
Sebagaimana ramai diberitakan media
massa, dugaan korupsi buku perpustakaan SD di Sampang oleh distributor penerbit
PT SPKN (Sarana Panca Karya Nusa) melalui agennya di daerah, menurut PagerJati
ada dua hal yang sensitif dan menunjukkan adanya indikasi bahwa hal itu
dilakukan secara terstruktur & terorganisir, yakni: Pertama,
adalah bahwa dalam pengumuman dari layanan pengadaan secara elektronik (LPSE)
Sampang, pemenang lelang tertera pada tanggal 15 Desember 2016.
Padahal, dalam keterangan itu jenis
lelang, dengan paket Rp. 2.500.214.000. Dalam rincian LPSE, tertera pada kolom
"pemberian penjelasan" 14 Desember 2016 jam 08.00 - 09.00. Serta pada
kolom "upload dokumen penawaran" 14 Desember 2016 jam 09.05 sampai 15
Desember jam 23.59.
"Kan sangat janggal, pada
tanggal 15 Desember 2016 jadwal/proses upload dokumen penawaran belum selesai,
tapi sudah diumumkan siapa pemenangnya, dan dinyatakan bahwa lelang sudah
selesai. Dan lebih aneh lagi bahwa pekerjaan dinyatakan sudah selesai
dilaksanakan dengan menyebut lokasi pekerjaan adalah di kantor Dinas Pendidikan
Jl. Jaksa Agung Suprapto 77 Sampang. Dan pada hari itu juga tanggal 15 desember
2016 dilaksanakan proses untuk pembayaran kepada penyedia barang," tutur
Amir.
"Kejanggalan ini secara
mencolok menunjukkan ada indikasi bahwa sebelum lelang dilaksanakan berarti
barang yang akan disuplai oleh penyedia sudah ada di kantor Dinas Pendidikan.
Lihat saja, jadwal upload tanggal 15 Desember sampai tengah malam, tapi belum
selesai proses upload sudah dinyatakan ada pemenangnya, dan pada hari yang sama
sebelum proses upload penawaran selesai, penyedia barang yang dinyatakan
sebagai pemenang pengadaan sudah dinyatakan selesai melaksanakan pekerjaan dan
langsung terjadi proses pembayaran," tambahnya.
"Kejanggalan itu selain
menunjukkan indikasi adanya persekongkolan antara Dinas Pendidikan dan penyedia
barang, juga melanggar peraturan, yakni; petunjuk teknis dari Kementrian Pendidikan,
bahwa dalam pengadaan buku perpustakaan pengiriman harus dilaksanakan/dikirim
oleh penyedia barang sampai ke sekolah2, bukan ke kantor Dinas Pendidikan, agar
sekolah atau Dinas Pendidikan tidak terbebani ongkos pengiriman, ujar Amir
Kedua, adalah ada dugaan pengurangan jumlah buku yang dikirim,
tetapi dalam laporan ditulis bahwa volume buku yang dikirim sudah sesuai
kontrak. Sebagaimana dilaporkan masyarakat yang membawa data ke Kejati
(Kejaksaan Tinggi) Jatim, dalam kontrak, masing-masing dari 50 lembaga SD
harusnya menerima 870 judul buku. Jumlah keseluruhan per sekolah harusnya
mendapat 2.639 eksemplar.
Kenyataan di lapangan jauh dari harapan. Antara
pedalaman dan pinggir kota berbeda. Paling parah di pedalaman misalnya di SDN
Tobai Tengah 2. Itu hanya mendapat 400–500 eksemplar, jauh dari 2 ribu
eksemplar. Sementara
itu, Aspidsus (Asisten Pidana
Khusus) Kejati Jatim, Didik Farhan Alisjahdi ketika
dihubungi ponselnya 08125226… belum
memberikan tanggapan terhadap masalah ini. (*/red)