SURABAYA
– Komisaris Ahmad Sukardi dan Direksi PT Bank
Jatim Tbk, Hadi Santoso masih bungkam terkait penetapan status tersangka terhadap
dua Direksi Bank milik Pemprop Jatim dalam tindak pidana berlapis, yaitu; UU
No.31 tahun 1999 yang diubah UU No.20/2001 Tindak Pidana Korupsi dan UU Tindak
Pidana Perbankan dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh Bareskrim
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri. Adalah Su’udi,
Direktur Menengah dan Korporasi dan Rudie Hardiono, Direktur Opersional PT Bank
Jatim, Tbk. Sedangkan, Eko Antono, Direktur Kepatuhan dan Human Capital telah
mengundurkan diri yang digantikan oleh Hadi Santoso posisinya.
Ahmad Sukardi yang juga menjabat
Sekdaprop Jatim, ditemui usai melantik pejabat eselon IV di lingkungan Pemprop
Jatim di Grahadi, Jum’at, (22/9) enggan menjawab pertanyaan, ketika dimintai
komentarnya terkait posisi dua Direktur PT Bank Jatim Tbk tetap menjadi Direksi
meskipun sudah ditetapkan sebagai
tersangka dalam kasus penghapus bukuan (write
off) debiturnya, PT Surya Graha Semesta (SGS) senilai Rp
147.483.736.216,01atau Rp 147,4 miliar milik Tjahjo Widjojo alias Ayong. Setali
tiga uang. Hadi Santoso, Direktur Kepatuhan PT Bank Jatim dua kali dihubungi
tidak mau berkomentar dan berkelit membahas masalah lainnya.
Informasi yang dihimpun oleh media
ini menyebutkan, meski Hadi Santoso telah diangkat menjadi Direktur Keputuhan
pada RUPS-LB 2017 (rapat umum pemegang saham luar biasa) posisinya masih belum
definitive karena belum lolos dalam fit and proper test oleh OJK (otoritas jasa
keuangan).
Sebelumnya, desakan LSM Aliansi
Masyarakat Anti Korupsi (AMAK), ditujukan ke Ketua OJK RI. Dalam suratnya nomor
: 086/AMAK/2017, tertanggal 24 Agustus 2017 tersebut dijelaskan, bahwa surat
yang ditujukan ke Ketua OJK RI tersebut dan ditanda tangani I Wayan Titib
Sulaksana tersebut harus dilakukan dalam rangka tertib administrasi,
akuntabilitas dan menghindari permasalahan hukum dikemudian hari. OJK RI telah
menerima Surat LSM AMAK pada hari Senin (28/8/2017) dan diagendakan
130014/TUL/8/2017. "Penambahan batas usia pensiun dari usia 56 tahun ke 58
tahun adalah bentuk kecerobohan direksi. Karena jelas bertentangan dengan
Permendagri 7 tahun 2000, dan bisa berdampak pidana bagi penerima gaji
akibat perpanjangan usia pensiun tersebut, " ujar I Wayan Titib Sulaksana.
Beberapa waktu lalu Penetapan tersangka terhadap salah satu
direktur aktif Bank Jatim, juga menimbulkan kekhawatiran wakil rakyat di DPRD
Jatim. Ini dikarenakan selama ini penetapan direksi selalu tanpa pengawasan
dari legislatif. Anwar Sadad, anggota Komisi C DPRD Jatim, menuturkan, selama
ini BUMD menolak dilakukan pengawasan oleh legislatif, apalagi saat penetapan
direksi BUMD. Padahal peran legislatif salah satunya adalah controling, tapi
peran tersebut tidak bisa dilakukan pada BUMD. "Hal berbeda terjadi pada
BUMN. Dalam penentuan direksi BUMN, fit and proper test direksi dilakukan di
DPR RI," ungkap Politisi yang juga Sekretaris DPD Partai Gerindra ini.
Politisi dari Fraksi Gerindra ini
menegaskan, kontrol legislatif pada kinerja BUMD, khususnya direksi sangat
penting, agar kinerja BUMD bisa dimaksimalkan. Dengan begitu, pendapatan yang
dihasilkan untuk pendapatan asli daerah (PAD) Jatim bisa meningkat, bukan malah
stagnan, bahkan mengalami penurunan. "Imbas dari kurangnya pengawasan
BUMD, kinerja BUMD seringkali lepas kontrol. Dikhawatirkan hal yang sama
terjadi ke depan. Untuk itu, Komisi C DPRD Jatim berupaya meminta kepada
Mendagri agar dewan bisa melakukan kontrol atau pengawasan pada BUMD,"
imbuhnya.
Anwar Sadad menambahkan, keganjilan
juga terjadi pada aturan BUMD. Mendagri hanya menyamakan 1 pasal dengan aturan
BUMN, yaitu terkait masa jabatan direksi yang di Perda BUMD mengatur 4 tahun.
Namun oleh Mendagri diminta diubah menjadi 5 tahun, disesuaikan dengan
undang-undang BUMN. Ironisnya, pasal yang lain tidak diberlakukan sama. Seperti
diketahui publik bahwa tiga dari lima Direksi Bank Jatim telah ditetapkan
sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri dalam kasus dugaan korupsi dan
pencucian uang pada penghapusan buku (write off) debiturnya, PT Surya Graha
Semesta (SGS) senilai 147.483.736.216,01 milik Ayong. Ketiganya
telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri dijerat
Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan, serta Pasal 3 dan/atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketiga tersangka tersebut Direktur
Kepatuhan Eko Antono, Direktur Operasional Rudi Hardiono, serta Direktur Bisnis
Menengah dan Korporasi Su’udi. Hanya Eko Antono saja mengundurkan diri selaku
Direktur Kepatuhan untuk menjaga kredibilitas PT Bank Pembangunan Daerah Jawa
Timur, Tbk (Bank Jatim). "Kenapa harus Eko Antono saja yang
dikorbankan, sedangkan dua tersangka lainnya masih bisa enjoy dalam melakukan
pekerjaannya? Kami harapkan semua tersangka juga harus berani membongkar siapa
pelapornya, agar kasus dugaan korupsi bisa terang benderang di mata
hukum," tandasnya.
Wayan Titib yang satu almamater
dengan Eko Antono juga mempertanyakan sikap Direktur Utama Bank Jatim, Suroso,
lantaran tidak tegas memberhentikan Rudi dan Su’udi. "Seharusnya Dirut
bertanggung jawab, berwenang lakukan tindakan diskresi atas perbuatan
bawahannya. Copot atau pecat saja dua tersangka direksi yang aktif,"
tegasnya. Pasalnya, dibiarkannya Rudi dan Su’udi tetap masuk jajaran direksi
bakal menurunkan kepercayaan masyarakat luas terhadap kinerja Bank Jatim.
Senyampang dengan I Wayan Titib
Sulaksana, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil, asal Fraksi PKS mengatakan,
sudah selayaknya para pemegang saham pengambil kebijakan harus mencopot dua
direksi yang sudah menjadi tersangka suatu tindak pidana. "Harusnya
dicopot mereka, karena ini adalah perbankan dimana tingkat kepercayaan harus
dijaga maka, dengan ada status dua direksi kepercayaan dari para nasabah Bank
Jatim akan jatuh," jelasnya kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan,
Jakarta, Senin (28/8/2017).
Berdasarkan Hasil Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) Tahun 2017, Bank Jatim melengkapi dewan
direksinya. Awalnya sebanyak lima jabatan direktur kini ditambah menjadi
tujuh jabatan. Ada dua dewan direksi tambahan, Direksi Manajemen dan
Direksi Keuangan. Adapun susunan direksi baru yakni Direktur Utama Soeroso,
Direktur Menengah dan Korporasi Su’udi, Direktur Agrobisnis dan Usaha Syariah
Tony Sudjiaryanto, Direktur Operasional Rudie Hardiono, Direktur Kepatuhan dan
Human Capital Hadi Santoso, Direktur Keuangan Ferdian Timur Satyagraha, dan
Direktur Manajemen Risiko Rizyana Mirda.
Hadi Santoso menggantikan Direktur
Kepatuhan dan Human Capital yang sebelumnya dijabat Eko Antono. Sedangkan
Direktur Keuangan dan Direktur Manajemen Risiko merupakan penambahan anggota
Dewan Direksi baru. Dari pengamatan media ini, Hadi Santoso Calon Direktur
Kepatuhan ditengarai melanggar aturan batas usia dari 56 tahun menjadi 58
tahun. Artinya terbitnya SK Direksi terkait perpanjangan masa pensiun tersebut
diduga kuat sengaja ditanda tangani untuk kepentingan Hadi Santoso dan kelompoknya.
Perombakan dewan direksi ini
disaksikan langsung oleh Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo yang juga
Pemegang Saham Prioritas di Ruang Bromo Kantor Pusat Bank Jatim, Jalan Basuki
Rakhmad 98-104 Surabaya, Kamis (15/6). Perubahan susunan pengurus perseroan ini
menjadi salah satu agenda dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB)
Tahun 2017. Sementara itu, Suroso, Direktur Utama Bank Jatim, yang dihubungi
melalui ponselnya, Kamis Siang, (14/9/2017), diangkat oleh asistennya yang
mengaku bernama Prasetyo dan akan menyampaikan kepada Suroso. Pertanyaan yang
diajukan melalui Whats App (WA) pada Direktur Utama Bank Jatim hingga berita
ini diturunkan masih belum mendapatkan balasan yang bersangkutan.
PERCAYA DIRI
Dalam acara Media Gathering, yang
diadakan Senin Sore, (18/9) Direktur Utama Bank Jatim, Soeroso mengungkapkan
kinerja keuangan performa yang bagus Bank Jatim dan mengalami pertumbuhan bila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Posisi keuangan Agustus
2017, total asset Bank Jatim mencapai Rp 53,3 triliun dari Rp 48,7 trilun atau
tumbuh 9,26 % dari tahun sebelumnya. Laba sebelum pajak tercatat Rp 1,23
triliun atau tumbuh 19,46 % dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit
perlahan tapi pasti juga menunjukkan peningkatan sebesar Rp 30,77 trilun atau
tumbuh 3,72 %, ungkap Soeroso dihadapan wartawan.
Dia juga
memaparkan peningkatan dana pihak ketiga sebesar Rp 43,69 triliun atau tumbuh
8,13 % dan CASA rasio masih di atas 65 %.Namun, Soeroso tidak mengungkapkan
bagaimana Bank Jatim membuat surat keputusan penghapus bukuan atas nama debitur
PT Surya Graha Semesta sebesar Rp 147, 4 miliar yang diduga mengakibatkan
kerugian keuangan Negara. Namun, hingga berita ini diturunkan pihak Humas atau
Corporate Secretary PT Bank Jatim yang dihubungi untuk konfirmasi pemberitaan
masih belum mendapatkan jawaban….(Tim)