SIDOARJO
-
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya memvonis Wali Kota
Madiun non aktif, Bambang Irianto, dengan hukuman 6 tahun penjara. Vonis itu
lebih ringan dari pada tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu;
9 tahun penjara.
Indra Priangkasa, Penasehat Hukum (PH) Walikota
Madiun non aktif Bambang Irianto menyayangkan putusan majelis hakim yang tidak
melihat sisi lain kliennya ketika menjatuhi amar putusan. Menurutnya,kliennya
merupakan seorang pengusaha sejak tahun 70-an hingga kliennya terpilih menjadi
Walikota Madiun. Sejak menjabat itulah,usaha tersebut lantas dialihkan kepada
keluarganya.
"Pertimbangan ini lah yang tidak muncul dalam
putusan hakim. Seharusnya itu menjadi catatan dan di garis
bawahi,"ujarnya,usai persidangan di pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo,
Selasa (22/8/2017)
Selain itu, Indra juga menepis adanya gratifikasi yang diterima kliennya itu. Menurutnya, hasil keuntungan dari usaha itu mencapai Rp. 11-12 miliar per tahunnya."Pertahun penghasilan dari usaha itu kalau dikalikan selama 16 tahun itu sudah mengcover kekayaan yang dianggap gratifikasi itu,"ulasnya.
Meski demikian, Indra mengaku masih berunding dengan
keluarga untuk melakukan upaya selanjutnya terkait vonis yang dijatuhkan
itu,"Kami nyatakan sikap masih pikir-pikir, kami rundingkan dulu sama
keluarga, langkah apa yang akan diambil nanti,"tutupnya.
Sebelumnya majelis hakim menganggap terdakwa telah
terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi selama
menjadi Wali Kota Madiun sebagaimana dakwaan jaksa KPK, yakni korupsi proyek
Pasar Besar Madiun,gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang selama periode
2009-2016.
Menurut hakim,terdakwa selaku Wali Kota Madiun ikut
serta dalam proyek pembangunan Pasar Besar Madiun. Ia menyertakan modal dalam
proyek dan melibatkan perusahaan milik anaknya untuk menjadi bagian dalam
memasok meterial proyek Pasar Besar Madiun. Selain itu,terdakwa menerima sorotan
dari pengusaha, perizinan, dan pemotongan honor pegawai pemkot Madiun sebesar
Rp. 48 miliar. Duit itu kemudian dialihkan menjadi kendaraan,rumah,uang
tunai,emas batangan, dan nama sendiri,keluarga,atau korporasi.
Terdakwa melanggar Pasal 12 huruf i dan Pasal 12B
Undang-Udang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Di samping
itu,terdakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat
(1) KUHP. Menanggapi vonis tersebut, baik jaksa KPK maupun kuasa hukum terdakwa
menyatakan pikir-pikir. "Secara umum pertimbangan dan argumentasi hakim
sama," kata jaksa KPK, Fitro Rochcayanto. (Mon)