Surabaya Newsweek – Tindak tegas Dinas
Perdagangan Kota Surabaya terus ditanyakan oleh, DPRD Surabaya terkait, pasar
grosir illegal, yang selama ini, masih proses pembekuan ijin dan belum
dilakukannya pencabutan ijin terhadap 3 pasar oleh, Dinas Perdagangan Kota
Surabaya sebab telah menyalahi Peraturan Daerah ( Perda ) Kota Surabaya karena
menjual secara grosir.
“Kita harus tetap
menjunjung tinggi aturan. Siapapun yang melanggar harus segera ditindak. Jadi,
kami meminta kepada Dinas Perdagangan untuk selalu adil menindak Pasar
Tanjungsari,” kata Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Edi Rachmat ditemui
di ruangannya, Selasa, (8/8/2017).
Edi pun menceritakan
kronologi penindakan Pasar Tanjungsari yang berujung pada pembekuan Ijin Usaha
Pengelolaan Pasar Rakyat (IUP2R). Awalnya, kasus itu berawal dari protes
paguyuban pedagang Pasar Induk Osowilangun Surabaya (PIOS) yang mengadukan
kepada Komisi B DPRD Kota Surabaya.
“Mereka mengadukan
sepinya PIOS beberapa tahun terakhir ini,” ujarnya.
Berasal dari pengaduan
itu, maka Komisi B memanggil paguyuban pedagang PIOS, Dinas Perdagangan, Satpol
PP dan Bagian Hukum Pemkot Surabaya. Pada saat hearing itu, ternyata
Kasie Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan (Disperdag) Kota Surabaya
Muhammad Sultoni menjelaskan bahwa Pasar Tanjungsari 74, Pasar Tanjungsari 36,
dan Pasar Dupak Rukun 103 melakukan pelanggaran.
“Kami pun menanyakan
apa tindakan Dinas Perdagangan terhadap pelanggaran itu, sehingga Sultoni yang
ikut hearing waktu itu akan segera mengeluarkan surat peringatan,” katanya.
Pada saat hearing itu, lanjut dia, para
pedagang PIOS juga membawa video bukti-bukti pelanggaran pedagang Pasar
Tanjungsari yang menjual grosir. Padahal, dalam surat ijinnya tidak boleh
menjual grosir, sehingga sangat jelas pelanggarannya. “Maka wajib dong Dinas
Perdagangan mengeluarkan surat peringatan,” tandasnya.
Selain itu, pedagang PIOS juga menjelaskan
asal muasalnya hingga akhirnya membuka stand di PIOS. Pada saat itu, Pemkot
Surabaya menertibkan semua pasar grosir yang ada di dalam kota dan tidak sesuai
dengan peruntukannya. Solusinya, Pemkot mengarahkan untuk pindah ke Jemundo
atau PIOS yang peruntukannya untuk pasar grosir.
Namun, setelah tenang berdagang di Jemundo dan
PIOS, lalu bermunculan pasar grosir di dalam kota yang tak berijin maupun
perijinannya tidak sesuai. Hal inilah yang membuat pedagang PIOS kecewa dan
meminta kepada Dinas Perdagangan untuk adil menindak pasar grosir yang ilegal
itu.
“Harusnya kan tidak seperti, makanya saya kira
pedagang PIOS sudah benar mengadukan itu kepada dewan, karena inilah yang
menimbulkan kecemburuan diantara pedagang,” ungkapnya.
Menurut Edi, setelah hearing itu, kemudian
Dinas Perdagangan mengeluarkan SP-1 dan ternyata tidak dihiraukan. Selanjutnya
dikeluarkan SP-2 dan ternyata juga tidak dihiraukan hingga akhirnya dikeluarkan
SP-3 yang juga tidak dihiraukan. Setelah surat tertulis itu tidak dihiraukan,
maka Dinas Perdagangan mengeluarkan surat
pembekuan IUP2R.
“SP-1 sampai SP-3 itu kami tanyakan sesuai SOP
Dinas Perdagangan, padahal itu tidak diatur dalam perda dan perwali. Pembekuan
pun kami juga sudah tanyakan yang waktunya 30 hari,” kata dia.
Oleh karena itu, Edi memastikan bahwa Komisi B
hanya menjunjung tinggi peraturan daerah dan tidak ada alasan lain. Makanya,
dia meminta kepada Dinas Perdagangan untuk selalu adil dan tegas menindak
pasar-pasar yang tidak mengantongi ijin atau tidak sesuai dengan peruntukannya. (
Ham )