SURABAYA - Panggung politik di Jatim marak, apalagi
eskalasinya makin dinamis dengan munculnya 4 nama Cagub (Calon Gubernur) Jatim
yang akan bertarung di tahun 2018, nanti. Sementara Pakde Karwo selaku Gubernur
Jatim yang semula melontarkan isu Calon Tunggal itu akhirnya harus ‘pasang di
prapatan’, mengapa demikian?
Masyarakat luas masih
perhatian keada figur-figur calon pemimpinnya sebagai gubernur yang diharapkan
dapat mengangkat harkat kehidupan dan mengurangi kemiskinan di tingkat
kabupaten kota yang cukup tinggi, dan Pakde Karwo hanya mengakui 4 kabupaten
saja di kawasan Pulau Garam, Madura ini.
Menurut kajian
internal Partai Demokrat, munculnya taktis ‘pasang prapatan’ adalah senyampang
dengan munculnya 4 Cagub yang mumpuni dan dinilai kredibilitasnya diterima oleh
masyarakat Jawa Timur.
“Pola pasang di prapatan ini termasuk bagian
strategis efektif bagi kondusifnya Pemprov Jatim yang sekaligus budaya pola
kelangsungan kepemimpinan bagi gubernur kemarin dan akan datang itu tidak putus
kaku di tengah kemauan egosektoral maupun warna politik kelompoknya,” tandas
Kader Partai Demokrat yang cukup lekat di
keluarga Pendiri PD, dan tak kenan disebut jati dirinya.
Dan siapa sajakah 4
Cagub itu? Sesuai informasi yang beredar, nama Gus Ipul yang Wagub Jatim ini
berposisi di atas disusul Hajjah Khofifah Indarparawangsa, H. La Nyalla M.
Mattalitti dan Nurwijatno yang birokrat tulen.
Keberadaan 4 nama
Cagub itulah yang mendorong timbulkan ide bahwa Pakde Karwo terpaksa ‘pasang di
prapatan’. Karena sebagai Gubernur Jatim yang berkuasa selama 10 tahun ini
mewarisi pula kepemimpinannya H. Imam Oetomo, dan model warisan kepemimpinan
inilah diharapkan berjalan sesuai harapan yang sekaligus hegemoninya tetap
lestari.
Sisi lain yang paling
menjadi alasan mendasar dan menjadi wacana publik, sebenarnya soal ‘dendam
politik’ dan berbagai kasus hukum (Tipikor) yang dimungkinkan ‘menyeret’ nama
baik Pakde Karwo. “Paling tidak studi kasusnya Wisnu Wardhana dan Dahlan Iskan
adalah contoh getir dalam rana dunia hukum dan korupsi yang sempat ‘menyerempet’
nama baik H. Imam Oetomo, hal seperti ini tidak ingin terulang di masa datang
pada pasca kepemimpinan Gubernur H. Soekarwo itu,” tambah nara sumber yang
patut dipercaya kepada wartawan News Week, belum lama ini.
Namun kemudian,
apakah Pesta Demokrasi Pilgub Jatim 2018 hanya mengutamakan ‘savety sang
gubernur” saja, dan bagaimana nasib Rakyat Jatim agar tidak makin miskin di
masa datang? Karena fakta sosial di mana-mana rakyat dilanda kemiskinan, daya
beli lemah dan 9 bahan pokok cenderung terus ‘mencekik’. Minimal kemiskinan di kabupaten dan kota
berkurang drastis, seperti kasus Kabupaten Trenggalek yang diungkap sendiri
oleh Bupatinya Emil Dardak bahwa daerahnya tercover hampir 50% miskin dan
pendidikannya rendah.
Disebutkan pihak
internal PD Jatim, keberadaan 4 Cagub Jatim ibaratnya digenggaman Pakde Karwo.
Gubernur ini jago lobby dan lihai dalam tata kelola birokrasi meski tidak
‘clean total’, oleh sebab itu siapa Gubernur Penerus Pakde Karwo yang dipilih
oleh Rakyat Jatim secara otomatis bukan orang lain.
Sesuai informasi,
keberadaan Khofifah itu sudah digadang lama oleh Partai Golkar dan Partai
Demokrat. Meski Golkar terakhir beralasan menunggu sinyal istana melalui
Menkopolhukamnya atau Menkomaritim Luhut Binsar Panjaitan yang bulan Juli 2017
kemarin melakukan silaturahim dengan para Alim Ulama seluruh Jatim di Surabaya.
Sedangkan Gerindra
beri sinyal lampu hijau kepada La Nyalla M. Mattalitti, yang oleh Tjutjuk
Soenarjo selaku Penasehat Fraksi Gerindra di DPRD Jatim ini, Nyalla termasuk
figur mumpuni dari berbagai sisi dan punya pengalaman kepemimpinan di bidang
Ormas, Pemuda dan Bisnisman (Kadin dan Hipmi). “Kami punya track recordnya,
secara komparatif lebih mantap dari sisi lebihnya dibanding kekurangannya. Dari
sisi hukumpun Pak Nyalla dinyatakan bebas murni oleh Mahkamah Agung,” tandas
Tjutjuk Soenarjo tokoh gaek Gerindra Jatim ini di depan para wartawan di ruang
kerjanya kala itu.
Bagaimana dengan
Nurwiyatno, ia sendiri menyadari sebagai kuda hitam. Namunyakin jika peluang
bertarungnya memungkinkan dan gejalanya cukup signifikan, “maka saya maju
serius dan demi kemaslakhatan nasib rakyat Jatim, termasuk soal cost
politic-nya siap,” tandas Nurwiyatno kepada Kodrat Soenyoto Ketua MKGR Jatim,
yang mengawali dukungan kepadanya. (mashur)