Surabaya Newsweek- - Beban retribusi Pajak di rasa terlalu
berat, para pengusaha tempat karaoke keluarga di Surabaya minta besaran pajak
hiburan yang dikenakan kepada mereka diturunkan menjadi 10 persen. Mereka ingin
disamakan dengan pajak yang sama diberlakukan kepada bioskop bioskop.
Hal ini disampaikan pengurus Asosiasi Pengusaha Rumah Bernyanyi
Keluarga Seluruh Indonesia (APERKI) saat melakukan hearing dengan Pansus Komisi
A DPRD Surabaya, Kamis (24/8/2017) siang. Hadir pada saat hearing ini Santoso
Setyadji (ketua umum), Marulam J.Hutauruk (ketua harian), Maharani Dewi
(sekjen), Imam Haryanto (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) dan beberapa SKPD
Pemkot Surabaya.
Santoso Setiaji mengatakan pihaknya menyampaikan permohonan
penurunan pajak karaoke keluarga ini karena besaran pajak sebesar 35 persen
yang selama ini mereka bayarkan dirasa terlalu besar.
"Memang kami mengambil inisiatif untuk menyampaikan
permohonan penurunan pajak ini. Kami ingin disamakan dengan pajak yang
diberlakukan kepada bioskop sebesar 10 persen," ujar Santoso.
Menurut Santoso rumah karaoke keluarga anggota APERKI ini
menyediakan hiburan yang positip bagi masyarakat. Bahkan setiap tahun anggota
APERKI rutin membayar royalti kepada para musisi Indonesia yang lagu lagunya
ditampilkan di server hard ware rumah rumah karaoke keluarga.
"Kenapa bioskop yang lebih banyak menampilkan produksi
Amerika bisa dapat pajak 10 persen, tapi kami 35 persen. Kami merasa perlu ada
persamaan besaran pajak yang diterapkan untuk kami. Karena kami rutin membayar
royalti kepada para pencipta lagu dari dalam negeri," kata Santoso kepada
Pansus.
Untuk besaran royalti yang dibayarkan oleh anggota Aperki ini
mencapai miliaran rupiah pertahunnya. Uang ini diambil dengan hitungan Rp12.000
perkamar perhari kepada setiap penyelenggaraan operasional karaoke.
"Kalau soal royalti memang itu sudah sesuai aturan undang
undang yang ada dan kami sangat ingin menghargai karya para pencipta lagu dari
dalam negeri. Sebab kami adalah
etalase produk kreatifitas mereka," kata
Santoso.
Ditambahkan Marulam J.Hutauruk, akibat beban biaya operasional
yang ditanggung anggota APERKI cukup besar, selama tahun 2016 - 2017 lalu
banyak rumah karaoke keluarga yang gulung tikar.
"Kalau awalnya di Pulau Jawa ada sebanyak 181 rumah karaoke
maka sekarang tinggal 177 tempat. Jadi sekarang total se Indonesia ada sebanyak
286 rumah karaoke keluarga yang menjadi anggota APERKI," ujar Marulam.
Di Surabaya sendiri jumlah rumah karaoke keluarga anggota APERKI
saat ini ada 8 outlet. Mereka Happy
Puppy, Masterpiece, Suka Suka dan Inul Vista. Masing masing outlet
mempekerjakan 40 pegawai.
Sedangkan Imam Haryanto dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional
mengatakan keberadaan karaoke sangat membantu dalam proses kreativitas para
musisi sekaligus mempopulerkan karya mereka termasuk lagu lagu daerah.
"Selain 85 persen koleksi lagu dalam negeri yang sering
dinyanyikan pengunjung, sesuai data rekam pengunjung ada 25 persen lagu lagu
daerah baik dari Surabaya, Banyuwangi, Madura dan lainnya yang sering
dinyanyikan. Ini membuktikan masyarakat sangat peduli dengan keberadaan lagu
lagu daerah mereka. Kami ingin membudayakan lagu daerah," ucapnya.
Menanggapi hal ini, Adi Sutarwiyono wakil ketua Pansus
mengatakan pengawasan dan perizinan yang diberikan Pemkot Surabaya harus
lebih ketat. Sehingga tidak ada kejadian sebuah tempat karaoke yang memiliki
dua izin sekaligus sebagai karaoke keluarga dan dewasa.
"Pasal yang dipakai untuk pengenaan pajak terhadap karaoke
keluarga ini dulunya mungkin pasal geregetan. Kenapa kok sama pajak karaoke
keluarga dengan dewasa atau eksekutif sebesar 35 persen, padahal jelas berbeda.
Tapi saya tidak ingin satu tempat punya dua izin sekaligus hanya untuk akal
akalan jam buka. Saya kira izin dan pengawasan harus lebih ketat," ujar
politisi PDIP ini.
Hal yang sama disampaikan oleh anggota Pansus Hj. Lutfia. Tempat
karaoke harus konsisten dengan izin yang didapat. Bahkan kalau punya izin dua
maka tempat harus berbeda. "Karaoke keluarga harus bebas dari miras dan
purel. Sebagai tempat hiburan keluarga dua hal itu harus diterapkan,"
ujarnya.
Sementara Herlina selaku Ketua Pansus mengatakan akan menampung
aspirasi para penyelenggara tempat karaoke keluarga ini. Pansus selanjutnya
masih akan membicarakan masalah ini.
Karaoke keluarga dengan dewasa selama ini beda fasilitas
yang diberikan kepada pengunjung. Namun keduanya dikenakan pajak yang sama
sebesar 35 persen. "Kalau karaoke dewasa itu menyediakan pemandu lagu
(purel) sedangkan karaoke keluarga tidak. Itu yang membedakan," ujar Fauzi
M. Yos dari Disparta Kota Surabaya.( Ham )