SURABAYA - Aksi nekad PT Granting Jaya yang memperluas lokasi wisata
Kenpark Pantai Kenjeran dengan tambahan luas 2 hektar, berujung pada
laporan warga kepada DPRD Kota Surabaya, akhirnya Komisi C DPRD Surabaya
memanggil pemilik Kenpark Pantai Kenjeran dan Seluruh Satuan Kerja Perangkat
Daerah ( SKPD ) Pemkot Surabaya terkait.
Terkait, perluasan area yang baru saja dilakukan, pemilik Kenpark Pantai
Kenjeran Soetiadji Yudho ini dikenal dengan panggilan Tumbi, malah mengaku
jika, dirinya belum sepenuhnya menggunakan haknya, yang diperoleh dari
pemerintahan provinsi dan pusat terkait lahan di kawasan pantai Kenjeran.
Hanya saja, Tumbi tidak menyebutkan, berapa luas lahan yang direkomendasikan
untuk dirinya sebagai pengelola dari Provinsi maupun Pemerintahan Pusat,
sementara penambahan area yang saat ini dilakukan ternyata lahan hasil
oloran (dibeli dari masyarakat di kawasan pantai setempat – Red ).
Menanggapi penjelasan ini, Saifudin Zuhri Ketua Komisi C DPRD Surabaya
berusaha untuk mengkonfirmasi beberapa SKPD terkait yang antara lain, BPN,
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang, dan bagian
Hukum Kota Surabaya.
Dari berbagai masukan dari beberapa SKPD terkait, Saifudin secara tegas
mempertanyakan keberadaan area perluasan yang konon dibeli dari masyarakat
setempat, yang telah melakukan reklamasi ilegal yang dikenal dengan lahan
oloran. "Kami masih melakukan kajian terkait lahan hasil reklamasi, yang
saat ini telah menjadi bagian dari area Kenpark pantai Kenjeran, terutama
terkait perijinannya dari pemerintah, baik provinsi maupun pusat," ujar
Ipuk panggilan akrabnya.
Lanjut Saifudin, kami juga akan menyesuaikan dengan RTRW Pemkot Surabaya,
apakah masih memungkinkan bagi Pemkot, untuk kembali bisa mengelola kawasan
pantai, untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas atau publik. Tidak hanya
itu, atas beberapa kecurigaan tersebut diatas, Komisi yang membidangi
pembangunan ini juga mulai mempersoalkan HGB, yang selama ini dimiliki oleh
manajemen PT Grating Jaya.
"Kami juga sedang melakukan pengecekan soal HGB nya, apakah masih
berlaku atau tidak, karena diterbitkan tahun 1995, jika sudah habis masa
berlakunya, kami minta agar, Pemkot tidak lagi memperpanjang HGB-nya," tandasnya.
Alasannya, masih kata Saifudin, pemerintahan kita sudah berganti, eranya sudah
berbeda, demikian juga dengan regulasinya, maka apakah hak yang dimilik
pengelola Kenpark itu masih sesuai dengan aturan dan perundang-undangan era
sekarang.
"Kami berkeinginan agar kawasan di pantai
timur Surabaya bisa dikelola oleh Pemkot, bukan lagi pihak ketiga, termasuk
kegiatan reklamasinya, oleh sebab itu, saat ini kami memulai untuk mengkaji
ulang beberapa perijinannya Kenpark," pungkasnya. (Ham)