SIDOARJO-
Dugaan korupsi dana KONI Kabupaten Blitar tahun 2015, kemarin menghadirkan
saksi Dwi Wahyu sebagai Ketua KONI, Selasa (13/6/2017) di ruang sidang Cakra
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, saksi mengatakan kalau dirinya (Wahyu) juga
mendapatkan bagian Rp 5 juta bersama dengan dua belas anggota dewan yang
berbeda penerimaannya. Dalam keterangannya kalau uang sebesar Rp 5 juta yang
diterimanya tersebut sebagai THR (Tunjangan Hari Raya).
" Apakah saksi tahu kalau uang itu adalah yang
berasal dari dana hibah untuk penyelenggaraan Porprov (Pekan Olahraga
Provinsi)," tanya salah satu majelis hakim,saksi selalu menjawab tidak
tahu dalam pengeluaran dana hibah yang dikeluarkan. Sementara saksi adalah
orang yang menandatangani NPHD (Nota Perjanjian Hibah Daerah) yang mana saksi
harus bertanggung jawab atas keuangan negara tersebut. Dan nota kesepahaman ini
terjadi saat proposal yang di ajukan bersama dengan terdakwa Arifin di setujui
oleh DPKAD Kabupaten Blitar. Terungkap juga dalam persidangan kemarin kalau
staf yang ada di KONI juga mendapatkan Rp 5 juta per orang sebagai THR.
Namun adanya penyidikan oleh Polres Blitar dana-
dana tersebut akhirnya dikembalikan. Keseluruhan kerugian keuangan Negara atas
kasus ini Rp 972 juta. Sangatlah disayangkan kalau dalam pembinaan atlit-atlit
didaerah ini jadi tidak maksimal, karena dana yang harusnya dipergunakan untuk
pembinaan dan uji prestasi ternyata dipakai untuk hal yang non-teknis.
Dalam persidangan dan dakwaan Kejaksaan Negeri
Blitar ada Rp 500 juta yang tidak dapat dipertanggung jawabkan untuk kegiatan
teknis. Banyak keterangan saksi, selalu mengatakan tidak tahu dan merasa kalau
tanda tangannya itu adalah hasil scan dari bendahara KONI. Pada persidangan
sebelumnya juga telah di hadirkan Manager salah satu hotel di Banyuwangi tempat
rombongan dan para atlit menginap ternyata SPJ tidak sesuai dengan LPJ yang
dibuat, pengeluaran yang semestinya hanya Rp 17 jutaan tetapi dibuat laporan
sebesar Rp 400 juta lebih, juga adanya stampel yang dibuat sendiri, serta
kwitansi dari toko olahraga yang di mark-up.
Meskipun kerugian Negara dalam hal ini telah
dikembalikan sebesar Rp 972 juta, namun perbuatan terdakwa dan juga telah
menikmati uang yang tadinya tidak bisa di pertanggung jawabkan, Arifin tetap
didakwakan telah melanggar pasal 2 subsidair padal 3 Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi Nomor 20 tahun 2001. Diketahui juga dalam persidangan kemarin
(13/6/2017) bahwa proposal yang diajukan teranggarkan untuk Forpimda dan
Anggota DPRD Kabupaten Blitar, namun oleh saksi dikatakan aliran ke Forpimda
tidak ada.
Hanya saja untuk
anggota dewan ada, dan masing-masing menerima sebagai uang saku sebesar Rp 3
juta sebanyak dua belas anggota dan ketua. Sidang dugaan korupsi dana KONI
dalam rangka Porprov masih akan menghadirkan saksi ahli dari BPKP untuk
didengar besarnya kerugian Negara. Sebelumnya, mantan Bupati Blitar, Hery
Nugroho juga telah dimintakan keterangannya sebagai saksi dalam persidangan
lalu. (Mon)