GRESIK
–
Upaya warga Ngasinan, Desa Kepatihan, Kec. Menganti, Kabupaten Gresik untuk
mempertahankan tanah kas milik desa yang diklaim milik kades lama bernama Abdul
Muin dan diwariskan pada keluarganya,
sepertinya terus berlanjut. Setelah Langkah
hukum yang dilakukan soal penetepan tersangka kasun Zainudin, dengan
mempraperadilankan penyidik Reskrim Polres Gresik, ternyata kandas ditolak oleh
pihak pengadilan.
Beberapa Warga dusun Ngasinan didampingi kuasa hukumnya Citra
R Prayitno SH, akan terus berjuang guna memohon penanganan hukum lebih obyektif
untuk tegaknya keadilan, agar jaksa peneliti lebih cermat lagi terhadap
penetapan tersangka kepada Zainuddin
oleh pihak kepolisian. Sekaligus tidak melanjutkan kasus ini hingga persidangan.
Hal itu disebabkan banyak kejanggalan alat bukti dan dugaan rekayasa untuk
memaksakan status tanah milik desa itu
menjadi hak milik pribadi.
Menurut warga secara administrasi beberapa surat pembayaran Pajak masih atas nama Tanah Bondo Desa, atau Tanah
Kas Desa (TKD) dan juga denah tanah yang sudah turun temurun menjadi arsip
warga. Hal itulah yang menyebabkan warga meyakini bahwa lahan tersebut milik
Dusun Ngasinan dan sudah menjadi kewajiban warga untuk menjaga dan mengelolanya
untuk kepentingan bersama.
Selaku kuasa hukum Citra Prayitno SH memohon kepada
pihak jaksa peneliti agar lebih cermat lagi dalam menangani perkara penetapan
tersangka Zainudin, agar tidak dilanjutkan pada tahap penuntutan atau
melanjutkan perkara dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kab. Gresik. Mengingat
sementara ini berkas yang diajukan seringkali dikembalikan oleh pihak kejaksaan. “ satu hal lagi batas peralihan berkas
terebut telah melebihi masa waktu 14 hari ” tegas Citra
Menurut Citra kasus ini dianggap kadaluwarsa dan
tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Berdasar pasal 78 ayat 1 KUHP kejahatan
yang diancam dengan pidana lebih dari 3 tahun, jika sudah melewati masa 12
tahun kewenangan penuntutannya pidana otomatis terhapus karena dianggap
kadaluwarsa. Seperti diketahui kasus ini bermula dari laporan Sdr Syamsudin
pada 8 Juli 2016, sedangkan warga Ngasinan telah menguasai tanah tersebut sejak
berbentuk telaga kecil sejak tahun 1960, artinya rentang waktu sudah berjalan
57 tahun.
“ Pihak kepolisian dalam hal menangani perkara ini
terkesan dipaksakan, saya juga kurang paham kenapa aparat hukum tidak obyektif
dan kurang berpihak pada rakyat kecil, dalam menangani perkara ini “ protes
Citra. Masih menurut citra , Selain itu bukti Ipeda No.28 persil 48 s, klas Sii
dengan luas kurang lebih 390 M2 yang diterbitkan tahun 1984 tidak bisa
dijadikan sebagai tanda bukti tas hak tanah seperti diatur dalam Undang-Undang
Pokok Agraria tahun 1960 pasal 19 ayat 2 (dua) huruf C, juga dalam pasal 31
Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997.
Pada tahun 1984 obyek lahan yang tercantum dalam
surat Ipeda masih berbentuk telaga kecil sehingga tidak dibenarkan untuk
diterbitkan Ipeda, terkecuali telah dilakukan reklamasi lahan dan mendapatkan
ijin dari pejabat berwenang. Selain itu lahan yang tercantum dalam Ipeda masih
menjadi satu dalam obyek tanah bondo desa sesuai surat perhitungan pajak. “
wajar jika perolehan surat Ipeda itu patut dicurigai dan diperlukan uji
keabsahannya, karena pada dasarnya tanah berbentuk telaga tidak dapat
diterbitkan surat Ipeda,” tandas Citra.
Pada Proses sidang pra peradilan beberapa
waktu lalu, Hakim tunggal, I Gusti Ngurah Taruna Wiradhika saat memimpin
persidangan mengatakan, penetapan Zainudin sebagai tersangka yang dilakukan
oleh penyidik Reskrim Polres Gresik dinilai telah sesuai dengan prosedur
sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. “Kan, penyidik
Satreskrim Polres Gresik dalam menetapkan Kepala Dusun Ngasinan, Zainudin sebagai
tersangka sudah memiliki dua alat bukti yang sah,” ujar Gusti usai memimpin
sidang.
Disebutkan, dua alat bukti yang dimiliki penyidik itu berupa surat
kepemilikan tanah atas nama Abdul Muin selaku orang tua Samsudin, pelapor. Dan
alat bukti lainnya yakni keterangan sejumlah saksi yang menjelaskan bahwa tanah
tersebut memang milik pelapor. (mbg)