SURABAYA - Ahmad Chusaeri,
Pegawai CV Chelsea Pratama sekaligus pelapor kasus pungutan liar di Pelindo III
terlihat cengengesan saat bersaksi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas
perkara dengan terdakwa Augusto Hutapea, Direktur PT Akara Multi Karya. Ahmad
Chusaeri adalah Warga Ploso Surabaya, Dia adalah saksi pelapor yang dihadirkan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak dalam kasus ini. Ironisnya,
keterangan Ahmad Chusaeri yang digadang-gadang mampu membuktikan dakwaan Jaksa,
malah berbalik arah menyerang jaksa. Saksi merasa tidak pernah diperas,
melainkan terpaksa membayar biaya Handling Dry ke PT Akara Multi Karya.
Akibatnya, tiga majelis hakim yang terdiri dari Djaenuri (ketua) dan Dwi
Purwoko, Anne Rusliana (selaku hakim anggota) berbalik menyerang saksi Ahmad
Chusaeri. "Ada nggak perbandingan pembayaran tarip yang dikeluarkan oleh
PT Akara, kalau ada dimana letak pemerasannya, kalau merasa tertekan apa yang
ditekan dari saudara, lha wong saudara aja malah minta uang 7500 rupiah pada PT
Akara untuk uang pulsa,"ucap Hakim Dwi Purwoko, pada persidangan di PN
Surabaya, Selasa (2/5/2017).
Pertanyaan serupa juga disampaikan Hakim Anne Rusliana. Hakim wanita ini
mempertanyakan dasar laporan saksi dalam perkara ini. "Bagaimana anda bisa
melaporkan pemerasan, apa yang diperas, keterangan anda di BAP kok tidak sama
dengan keterangan saudara,"ujar Hakim Rusliana yang hanya disambut saksi
Ahmad dengan senyuman.
Aksi cengengesan saksi dalam persidangan membuat majelis hakim pitam. Hakim
Dwi Purwoko meminta saksi tidak gampang mengumbar senyum. "Ini
persidangan, kalau bersaksi harus tegas dan jelaskan apa adanya, jangan hanya
tertawa malah terlihat cengengesan,"tegur Hakim Dwi Purwoko.
Sementara, tim penasehat hukum terdakwa
Augusto mempertanyakan laporan saksi, mengingat antara laporan saksi tidak
sesuai dengan penanganan proses penyidikan oleh Bareskrim Mabes Polri.
"Saya laporkan ke Hadi, Polres Pelabuhan Tanjung Perak,"kata Saksi
Augusto.
Usai persidangan, Robert Simangungsong mengaku
keterangan saksi tidak mampu membuktikan dakwaan pemerasan yang disangkakan
pada kliennya. "Kalau ada perbedaan tarif baru bisa dikatakan pemerasan,
sedangkan pemerintah sendiri tidak mengatur tentang tarif itu,"terang Robert
usai persidangan.
Sementara saat disinggung terkait permohonan penangguhan
penahanan kliennya yang belum dikabulkan oleh majelis hakim, Robert
enggan berkomentar. "Masalah itu gak perlu disoal, kita fokus ke
pembuktian saja, beberapa saksi yang dihadirkan dalam persidangan belum mampu
membuktikan tudingan pemerasan, "pungkasnya sembari meninggalkan area PN
Surabaya.
Untuk diketahui, Terbongkarnya pungli ditubuh Pelindo III ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) Mabes Polri terhadap Direktur PT Akara Multi Karya, Augusto Hutapea, awal November 2016. Augusto adalah rekanan PT Pelindo III itu ditangkap saat diduga mengambil uang pungli dari importir. Uang pungli juga dirasakan pejabat Pelindo III Surabaya.
Untuk diketahui, Terbongkarnya pungli ditubuh Pelindo III ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) Mabes Polri terhadap Direktur PT Akara Multi Karya, Augusto Hutapea, awal November 2016. Augusto adalah rekanan PT Pelindo III itu ditangkap saat diduga mengambil uang pungli dari importir. Uang pungli juga dirasakan pejabat Pelindo III Surabaya.
Atas pengakuan itu, penyidik
akhirnya bergerak dan menggeledah ruang kerja Direktur Operasional Pelindo III,
Rahmat Satria. Kasus ini akhirnya melebar ke mantan Direktur Utama PT Pelindo
III, Djarwo Surjanto, dan istrinya, Mieke Yolanda. Pungli ini diduga berjalan
sejak 2014 hingga 2016 dan memperkaya para terdakwa hingga miliaran rupiah.
(ban)